Bagi Keuskupan Bandung, tahun 2014 merupakan Tahun Kebangsaan. Berkaitan dengan Tahun Kebangsaan maka tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) 2014 pada masa Prapaskah adalah ”Muliakanlah Allah dengan Membangun Bangsa dan Negara.”
Tema itu, tulis Administrator Apostolik Keuskupan Bandung Mgr Ignatius Suharyo dalam Surat Gembala Prapaskah 2014 Keuskupan Bandung, “tentu saja merupakan ajakan bagi kita semua untuk semakin menyadari bahwa kita merupakan bagian dari suatu bangsa dan negara, yaitu Indonesia.”
Tema itu, tulis Mgr Suharyo dalam surat 15 Februari 2014, berarti ikut mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu kehidupan bersama yang didasarkan atas kepercayaan kepada Tuhan, berorientasi kepada kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
“Secara singkat, nilai-nilai Pancasila merupakan kekuatan untuk mewujudkan persaudaraan di tengah perbedaan dan kesejahteraan bersama di tengah kesenjangan sosial saat ini … merupakan daya untuk membela kehidupan dan kemanusiaan lebih daripada akumulasi kekayaan,” tulis surat gembala itu.
Namun, percaya bahwa kekuatan dan daya tidak bisa terwujud tanpa keterbukaan dan kepedulian, Mgr Suharyo minta umatnya untuk terbuka akan perbedaan dan terdorong membangun kebersamaan. “Kita dipanggil untuk peduli akan persoalan dan terlibat dalam perubahan sosial demi tegaknya kemanusiaan dan terwujudnya kesejahteraan bersama.”
Maka, lewat surat gembala itu Mgr Suharyo mengajak umat Keuskupan Bandung untuk bersama-sama menghayati nilai-nilai Pancasila dan mewujudkannya dalam hidup sehari-hari. “Perwujudan nilai-nilai Pancasila itu sesungguhnya juga merupakan perwujudan iman kristiani kita.”
Khusus di saat tobat dan puasa 2014, umat Keuskupan Bandung diajak mempertajam rasa kemanusiaan dan mengikis nafsu keserakahan. “Janganlah kekhawatiran menjauhkan kita dari tindakan belas kasih. Marilah kita bangun komitmen keadilan sambil terus menerus memupuk kepedulian,” tulis surat itu.
Administrator apostolik itu tidak lupa mengajak umatnya untuk menjauhi korupsi dan manipulasi, dan menggantinya dengan kemurahan hati. “Hanya dengan sikap demikianlah kemanusiaan yang adil dan berabad akan terwujud dan kesejahteraan bersama akan bisa dirasakan,” kata Mgr Suharyo.
Seraya berterima kasih atas karya-karya baik yang telah diupayakan dalam mewujudkan kesejahteraan bersama, umat juga diajak melanjutkan karya-karya itu sambil terus-menerus mencari bentuk-bentuk keterlibatan sosial mereka.
Surat itu juga mengingatkan akan rentetan bencana berupa banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan letusan gunung berapi yang datang bertubi-tubi ketika memasuki masa Prapaskah 2014.
“Semua bencana itu menyisakan kesengsaraan ratusan ribu, bahkan jutaan orang yang kehilangan sanak-saudara, rumah, harta-benda, dan mata pencaharian. Hati kita sesak melihat saudari-saudara kita itu harus hidup di tenda-tenda pengungsian sambil menatap dengan khawatir masa depan hidup mereka. Belum lagi kalau kita berbicara mengenai bencana moral yang pasti tak kalah membahayakan dan menyengsarakan,” tegas uskup.
Melihat pengungsi dan umat mengkhawatirkan masa depan kehidupan dan anak-anaknya, mengkhawatirkan hari ini dan esok, makanan dan pakaian, kesehatan dan pekerjaan, kemiskinan yang semakin meningkat, kejahatan yang merajalela, moralitas yang semakin rendah, serta krisis kemanusiaan, kepemimpinan, dan ekologi yang mengancam lingkungan hidup, Mgr Suharyo mengatakan kekhawatiran semacam itu, “merupakan sikap peduli yang berasal dari Tuhan yang menyentuh hati kita, menggugah keprihatinan, dan mendorong kita untuk melakukan perubahan.”
Sayangnya, khawatir akan masa depan membuat banyak orang serakah mengambil keuntungan usaha setinggi-tingginya dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. “Kekhawatiran yang membawa kepada keserakahan mencerminkan ketidakpercayaan kepada penyelenggaraan Allah. Hidup tidak lagi diabdikan untuk kesejahteraan bersama, tetapi untuk menimbun harta demi kepastian masa depannya sendiri. Dengan sikap seperti ini, kita bekerja bukan untuk hidup, tetapi untuk mengumbar keserakahan.”
Kepada orang-orang yang khawatir dan bersikap serakah itu, kata Mgr Suharyo, Yesus bersabda: ”Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.” (Mat 6:26).
Kekhawatiran yang memicu keserakahan tidak akan memunculkan rasa kepedulian, tapi menumpulkan rasa sosial dan menjauhkan kita dari Tuhan dan sesama. Keserakahan, kata Mgr Suharyo, “memancing tindakan korupsi dan manipulasi, dan melunturkan kejujuran dan kemurahan hati.” (paul c pati)