Keluarga Dominikan belajar kerendahan hati Santo Thomas Aquinas

0
5502

IMG_7080

Suatu ketika, seorang frater Dominikan menulis, “Tuhan kasihanilah saya, pendosa yang besar ini.” Saudara lelakinya yang melihat tulisan itu mengatakan kepadanya, “Apa kabarmu sekarang ini, pendosa yang besar?” Frater itu menjadi marah. Mungkin saat mengatakan hal itu di hadapan Tuhan, dia bangga karena merendahkan dirinya, tapi saat orang lain mengatakan itu kepadanya dia marah.

Cerita kecil itu diungkapkan provinsial para imam Dominikan dari Provinsi Dominikan Filipina Pastor Gerard Francisco Timoner III OP dalam rekoleksi bulanan Suster-Suster Kongregasi Santo Dominikus dari komunitas Biara Pusat Suster-Suster Santo Dominikus di Pejaten Raya, Jakarta, 25 Januari 2014.

Pastor Gerard beserta bendaharanya Pastor Rodel Cansancio OP berada di Indonesia untuk kunjungan kanonik di Pontianak dan Surabaya tempat para imam Dominikan bekerja di Indonesia. Dia berada di Jakarta untuk menemui para suster OP serta Dominikan Awam Indonesia. Sebanyak 11 suster dan 13 awam Dominikan hadir dalam rekoleksi, Misa dan Perayaan HUT Pastor Gerard itu.

Setiap minggu keempat semua 14 komunitas Suster Dominikan (OP) di Indonesia mengadakan rekoleksi dengan tema berbeda-beda. Tema bulan ini adalah “Kerendahan Hati menurut  Santo Thomas Aquinas” berkaitan dengan Pesta Santo Thomas Aquinas, 28 Januari 2014.

Thomas Aquinas dinyatakan kudus oleh Paus Paulus II tahun 1323, digelari Pujangga Gereja oleh Paus Pius V tahun 1567, mendapat gelar mahaguru dari segala doktor akademik dari Paus Leo XIII tahun 1879, dan jadi pelindung semua universitas, perguruan tinggi, dan sekolah tahun 1880. “Dia memang orang pandai dan cerdas, namun tetap rendah hati, tak pernah menyombongkan kelebihannya,” kata Provinsial Suster-Suster Kongregasi Santo Dominikus di Indonesia Suster Anna Marie OP.

Cerita di atas adalah contoh yang disampaikan Pastor Gerard untuk menjelaskan bahwa kerendahan hati diuji saat seseorang direndahkan, yang disampaikan oleh pembicara rekoleksi itu, Pastor Edmund Nantes OP, biarawan Filipina yang bekerja di Seminari Tinggi Antonino Ventimiglia (STAV) Pontianak.

Dalam paparan kepada 11 suster dan 13 awam yang hadir, Pastor  Edmund menegaskan, sama seperti semua orang Kristen lain Santo Thomas Aquinas yang rendah hati belajar dan mengikuti teladan Yesus. “Meskipun Dia itu Allah, Dia meninggalkan keallahan supaya menjadi manusia.”

IMG_7113

Dijelaskan, fokus umat Kristen bukanlah diri sendiri tetapi Tuhan, yang memberikan banyak kebaikan, talenta dan karisma kepada semua manusia, yang sebenarnya bukan apa-apa di hadapan Tuhan. “Kita adalah kegelapan kalau tidak ada Allah. Kalau kita mengenal diri sendiri dan mengetahui kelemahan kita, maka kita seharusnya rendah hati di hadapan Allah, dasar dari segala kehidupan kita.”

Tapi, menurut imam itu, ada rendah hati palsu, beraksi seperti rendah hati tapi intensinya supaya orang lain memuji, untuk diri sendiri bukan untuk Tuhan. Namun dijelaskan, harus dipahami latar belakang mengapa banyak orang kudus seperti Santo Martin de Porres senang berdoa dan mengapa Paus Yohanes XXIII mengaku dosa setiap hari sebelum Misa.

“Mengapa para kudus masih berdoa dan apa dosa paus? Bukan mereka sombong dan bohong, tapi mereka mau dekat dengan Tuhan, Sang Cahaya, supaya terlihat kekotoran dalam diri mereka. Kalau ada sinar semua akan kelihatan, kalau dekat dengan Tuhan akan jelas terlihat diri kita sendiri,” kata imam itu.

Pastor Edmud ungkapkan 12 derajat kerendahan hati Thomas Aquinas yang sebenarnya dari Santo Benediktus, karena Thomas itu mantan Benediktin, yakni nilai-nilai ketaatan, kesabaran dan kesederhanaan yang termasuk kerendahan hati.

Imam itu menyebut karya besar dan lengkap Santo Thomas Aquinas yang dibuat saat belum ada komputer dan internet yakni Summa Theologica.  “Menurut Santo Thomas, yang paling penting adalah mengikuti kehendak Allah, berserah diri dan taat kepada Allah, kepada superior dan kepada orang lain.”

“Ada bruder, yang bertugas belanja, butuh teman untuk membawa bahan belanjaan. Superior ijinkan dia mengajak siapa pun  yang pertama dilihatnya. Thomas Aquinas, yang sedang sibuk menulis tugas intelektualnya, pergi ke kamar mandi. Melihatnya, bruder memanggil, Hai Thomas, menurut superior kau ikut saya ke pasar. Tanpa protes atau mengatakan sibuk, Thomas langsung mengatakan, saya ikut.”

Dalam Summa Theologica (setebal 6806 halaman pdf. Red) yang ditulis tahun 1265 hingga 1274, lanjut imam itu, meski memiliki pendapat sendiri, Thomas Aquinas selalu menghormati pikiran orang lain. Setiap pertanyaan tak langsung dijawab tapi mencantumkan penolakan pihak lain baru jawaban sendiri, serta tanggapannya atas semua penolakan itu.

“Thomas menghormati di mana pun  kebenaran ada. Dia terbuka dan tidak takut karena sumber kebenaran hanya dari Allah. Kalau ada masalah besar dan tidak bisa dijawab, dia datang menghadap Yesus di kayu salib. Yesus menjadi gurunya untuk menemukan kebenaran. Yesuslah teladan dan model kita untuk selalu rendah hati,” tegas imam asal Filipina itu.

Dikatakan, kerendahan hati tidak banyak diuji saat kita merendahkan diri sendiri tapi saat direndahkan oleh orang lain dan kita menerimanya karena Yesus. “Kalau orang lain mengusirmu atau menolak dirimu  dan engkau menerimanya dengan baik karena Yesus, itulah yang benar-benar rendah hati.”

Di akhir rekoleksi, Pastor Gerard OP bercerita tentang seorang uskup yang menegor seorang imam. Uskup memanggil imam itu dan berkata, “Waktu itu saat Misa saya mendengar engkau mengganti kata-kata Doa Syukur Agung. Engkau bukan mengatakan ‘Kami berdoa untuk uskup kami,’ tapi “kami berdoa untuk uskup kami, hamba Allah yang hina dina.’” Imam itu kaget dan mengatakan, “Yang Mulia, itulah yang engkau katakan saat membaca bagian itu. Kedengarannya begitu rendah hati dan indah, saya kira saya juga harus mengatakan itu. Mengapa engkau boleh mengatakan dirimu hina dina, tetapi saya tidak boleh mengatakan itu padamu?” (paul c pati)***

IMG_7073IMG_7101

Keterangan foto: Pertama, suasana rekoleksi; kedua foto bersama di kapel; ketiga Pastor Gerard dan Pastor Edmund saat rekoleksi; keempat, Pastor Rodel, Pastor Edmund, dan Pastor Gerard dalam Misa. 

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here