Home SOSIAL “Lebih baik tidak membangun, tetapi saudara saya bisa makan”

“Lebih baik tidak membangun, tetapi saudara saya bisa makan”

2

529225_430011427126236_1115472359_n

Ketika banjir melanda Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kepala Paroki Kristus Sang Penabur Subang Pastor Paulus Rusbani Setyawan Budi Santoso Pr langsung merubah aula paroki menjadi dapur umum. Ada yang siapkan bahan, ada yang memasak, ada yang membungkus, ada yang menyalurkan kepada pengungsi di Pamanukan.

“Bentuk bantuan yang diberikan pertama-tama adalah nasi bungkus dengan pertimbangan mereka akan kesulitan masak karena tidak ada listrik, air dan tenaga. Bantuan lain adalah air mineral dan biskuit. Kami kerjasama dengan relawan paroki dan Caritas Bandung,” kata imam yang akrab dipanggil Pastor Iwan itu kepada PEN@ Indonesia, 26 Januari 2014.

Menurut Pastor Iwan, dana dapur umum diambil dari kas paroki. “Waktu itu saya memutuskan, kalau kurang kami akan ambil uang pembangunan, karena lebih baik tidak membangun tetapi saudara saya bisa makan. Namun, datang banyak bantuan dari teman-teman BBM grup maupun kenalan.”

Imam itu mengakui, inspirasi membuka dapur umum, “karena saya berpikir bahwa mereka saudara saya yang terdekat dari Subang.” Umat pun bahu-membahu membuat nasi bungkus untuk makan siang dan malam para korban banjir di Pamanukan, jelasnya.

“1000 bungkus setiap kali kami bawa untuk pengungsi di gereja, di sekolah, di mesjid dan di bawah jalan layang. Kami jalankan sejak hari Senin, 20 Januari 2014, hingga pihak Pamanukan mengatakan berhenti, hari Minggu, 26 Januari 2014. Namun, kami tetap siap bila dibutuhkan lagi,” kata Pastor Iwan seraya mengatakan bentuk bantuan berikut akan dikoordinasikan dengan Paroki Pamanukan.

Dari semua itu, kata Ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Bandung itu, “Saya dan semua umat yang terlibat mengalami pengalaman dan berkat luar biasa. Kami sungguh mengalami mukjizat 5 roti dan 2 ikan. Sisanya lebih dari 12 bakul penuh. Kami menerima jauh lebih banyak dan lebih bernilai dibanding apa yang kami berikan. Kami jadi yakin, kalau kami mau menjadi alat-Nya, Tuhan akan memperlengkapi kami dengan luar biasa.”

Pastor Emanuel Kadang Pr, yang menurut SK dari Administrator Apostolik Keuskupan Bandung Mgr Ignatius Suharyo, ditugaskan di Keuskupan Tanjung Selor, Kalimantan, masih berada di paroki itu untuk mempersiapkan perpindahan.

Dalam pembicaraan dengan PEN@ Indonesia, 27 Januari 2014, mantan Kepala Paroki Maria Pembantu Abadi Pamanukan yang akrab dipanggil Pastor Noel itu mengatakan, Paroki Subang “telah mengambil sebagian tugas atau telah sangat meringankan tugas umat Pamanukan dengan memasak bagi para korban banjir. Mereka 13 kali datang dengan makanan rata-rata 1000 bungkus, bukan hanya untuk masyarakat yang mengungsi di aula Gereja Pamanukan, tetapi di berbagai mesjid, Islamic Center dan kolong jembatan layang Pamanukan.”

Sejak 18 hingga 25 Januari 2014, Aula Paroki Pamanukan jadi tempat pengungsian bagi sekitar 400 jiwa. Sekolah Katolik Bunda Maria yang dijalankan Yayasan Salib Suci juga jadi tempat pengungsian meski sebagian ruangan kantornya jebol. “Bahkan saya mendapat informasi,  seorang ibu melahirkan di situ, dibantu oleh seorang ibu guru,” kata Pastor Noel.

Meski ikut dilanda banjir, umat Katolik Pamanukan berupaya menyalurkan berbagai sumbangan berupa pakaian, alat pembersih rumah serta sembako, yang mereka terima dari  umat Katolik dari Jakarta dan Bandung, termasuk umat yang pernah menjadi umat Paroki Pamanukan.

Sumbangan juga diberikan bagi masyarakat di Stasi Eretan, khususnya bagi 11 keluarga yang rumahnya rata dengan tanah. “Kepada mereka kami berikan tenda atau terpal, tikar, selimut, sembako. Sebagian besar sumbangan datang dari umat Katolik Stasi Eretan sendiri,” kata Pastor Noel seraya menjelaskan bahwa gereja di stasi itu juga digenangi air setinggi setengah meter dan 15 sentimeter di Panti Imam.

Penyaluran bantuan di Eretan, termasuk sembako untuk para korban lainnya, menurut imam itu, dilakukan bekerja sama dengan RT setempat dan umat Gereja Bethel.

Pastor Noel menjelaskan, sumbangan bagi warga di Pamanukan dan Eretan disertai juga dengan obat-obatan. Mulai 28 Januari 2014, lanjut imam itu, “kami akan menyalurkan perlengkapan tulis bagi anak sekolah, serta seragam dan sepatu.”

Imam itu bersyukur karena ketika umat Katolik di Pamanukan kebingungan apa yang harus dibuat bagi masyarakat saat banjir datang, Tim Caritas Bandung datang dan langsung mengkoordinir berbagai kegiatan penanganan bencana.

Sejak 18 Januari 2014 Caritas Bandung sudah berada di wilayah terdampak banjir di Kabupaten Karawang dan sejak 20 Januari 2014 di Pamanukan, Kabupaten Subang. Hingga berita ini ditulis Caritas Bandung masih bekerja di dua daerah itu.

Menurut koordinator program, Salomo Marbun, tanggal 27 Januari 2014, Caritas Bandung  bekerja sama dengan Paroki Kristus Raja Karawang, Klinik Kurniah Asih, Perdhaki Jawa Barat, dan Rumah Sakit Borromus Bandung mengadakan pengobatan gratis di Rawa Gempol Karawang.

“Situasi saat ini banjir memang sudah surut. Namun, dampak banjir masih terasa oleh banyak warga di sana. Selama satu minggu terakhir ini kami telah melakukan kajian dan membantu distribusi bahan pangan yang diusahakan oleh umat di Paroki Pamanukan dan Paroki Kristus Raja Karawang. Minggu depan kami berencana memberikan bantuan alat-alat kebersihan untuk 1081 kepala keluarga bersama dengan para relawan dari kedua paroki itu.

Maka, kata Salomo Marbun, bantuan yang diusahakan oleh berbagai pihak termasuk sumbangan dana dari Profesional dan Usahawan Katolik (PUKAT) Keuskupan Bandung sebesar 10 juta rupiah, hasil penggalangan dana dari para anggotanya yang berkumpul 23 Januari 2014 di Katedral Bandung, “akan sangat membantu mereka yang membutuhkan.”

Sebelum berpindah ke Keuskupan Tanjung Selor, Pastor Noel merasa bangga karena peristiwa itu menggerakkan umat yang pernah dipimpinnya untuk mewujudkan Visi 2014 Paroki Maria Pembantu Abadi Pamanukan yakni “Gereja yang sadar, berbelarasa dan berbangsa.”

Imam itu mengamati, meskipun ikut menjadi korban banjir “umat Katolik Pamanukan sungguh berbelarasa dengan masyarakat, mereka ikut merasakan duka cita masyarakat dan membuka diri terhadap masyarakat.” (paul c pati)***

 

2 KOMENTAR

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version