Terang iman itu penting karena terang iman akan mengobarkan iman orang lain. Kalau hidup saya memiliki terang iman, maka terang iman itu akan mendorong saya mengobarkan saya, membakar saya untuk melayani, untuk hidup lebih baik.
Pastor Telesphorus Krispurwana Cahyadi SJ berbicara di hadapan 700 orang peserta perwakilan dari berbagai paroki dan komunitas religius di Kevikepan Semarang dalam Penutupan Tahun Iman Kevikepan Semarang, di Gedung Sukasari, Gereja Katedral Santa Perawan Maria Ratu Rosario Semarang, 13 November 2013.
Paus Benediktus XVI menyelenggarakan Tahun Iman, menurut Pastor Kris, supaya iman menjadi dasar perbincangan di ruang publik. “Supaya setiap keputusan yang kita buat, baik pribadi maupun bersama didasarkan atas dasar dan kepentingan iman, bukan hanya atas kepentingan material.”
Menurut Pastor Kris, Paus menunjukkan dua aspek mendasar tentang iman yaitu hubungan antara iman dan akal budi dan hubungan antara iman dan tindakan hati (perwujudan iman). “Iman bukan sekadar perasaan. Iman juga mengajak kita untuk berpikir, memikirkan sesuatu, menggali, dan mencari sesuatu … untuk selanjutnya iman itu diwujudkan dalam tindakan,” kata imam itu.
Tanpa iman, orang tidak hanya kehilangan pegangan, tapi “kehilangan daya kekuatan atau semangat, serta kehilangan krenteg atau kehendak untuk membangun hidup,” tegas dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara yang juga menulis buku Pastoral Gereja, Teresa Kalkutta, Gereja dan Pelayanan Kasih, Benediktus XVI, Yohanes Paulus II: Gereja Berdialog.
Paus Fransiskus mengeluarkan ensiklik Lumen Fidei (terang iman), 5 Juli 2013. Menurut Pastor Kris, ada tiga konteks dikeluarkannya ensiklik itu. Pertama, untuk melengkapi Deus Caritas Est (Tuhan adalah kasih) dan Spe Salvi (harapan akan keselamatan) dari Paus Benediktus XVI dan menjadi satu rangkaian iman, harapan, dan kasih; kedua, diakui oleh Paus Fransiskus sebagai naskah yang dipersiapkan oleh Paus Benediktus XVI; dan ketiga, dikeluarkan bertepatan dengan Tahun Iman, imam itu menjelaskan.
Dijelaskan, dalam Lumen Fidei Paus Fransiskus menegaskan bahwa kasih adalah kriteria dasar untuk menguji sejauh mana kehidupan iman sudah selaras dengan kebenaran dan kebenaran. “Penggalian kasih adalah sumber kedalaman pengetahuan dan pengenalan akan kebenaran. Dalam keduanya realitas kehidupan direfleksikan dalam konteks iman, sehingga realitas kehidupan konkret ditempatkan dalam penggalian akan makna terdalam kebenaran, lewat pertanyaan-pertanyaan konkret yang muncul sebagai upaya pencarian akan kebenaran.”
Maka, tegas imam itu, iman bukanlah misteri untuk disimpan dan ditutup-tutupi. Betapa pun iman adalah harta yang paling berharga, iman harus diwartakan dan diwujudnyatakan. Iman itu bagaikan kobaran nyala api, yang harus terus disulut agar membakar api-api yang lain, sehingga dunia kehidupan ini semakin diterangi dengan cahaya iman.
Selanjutnya doktor teologi dari Universitas Inssbruck Austria itu menegaskan, iman tak bisa dibiarkan sekadar sebagai iman privat atau milik pribadi. “Iman justru membawa kita keluar dari diri sendiri, menyapa sesama dan bersama sesama membangun dunia. Maka, iman senantiasa mendorong orang untuk terlibat.”
Sementara itu, Vikaris Episkopal Semarang Pastor Aloysius Gonzaga Luhur Pribadi Pr mengatakan, dengan ditutupnya Tahun Iman pada 24 November 2013, tidak berarti iman ditutup. Ada sesuatu bisa dikembangkan dalam hidup beriman, “apalagi kita sudah menapaki Tahun Iman selama setahun.”
Imam itu mengajak umat untuk bersyukur atas iman yang dianugerahkan Tuhan serta atas kesempatan untuk mendalami iman dalam Tahun Iman sesuai cita-cita Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang (KAS) 2011-2015, supaya umat Katolik KAS memiliki iman yang mendalam dan tangguh.
“Sesudah satu tahun kita merayakan Tahun Iman, tahun berikutnya kita tinggal memetik buah-buah iman yang akan diperlukan,” tegas Pastor Luhur Pribadi.***