“Indonesia memiliki enam agama. Jumlah tempat ibadah juga banyak. Akan tetapi mengapa Indonesia menempati peringkat atas dalam hal korupsi. Apa yang salah?” tanya Aryo, seorang mahasiswa Katolik.
Taufikurohman, seorang santri mengingatkan, Indonesia cepat sekali melupakan permasalahan yang ada. Kalau media memberitakan kasus berbeda, sepertinya kasus terdahulu lantas terlupakan. “Apakah masyarakat Indonesia begitu gampang melupakan kasus korupsi yang ada?”
Apa pun keadaan korupsi itu, 40 Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto dan Unit Kegiatan Mahasiswa Katolik (UMAKA) Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto serta santri dari Pondok Pesantren Mahasiswa (Posma) An Najah Purwokerto sepakat menolak korupsi dan menyanyikan dalam empat suara lagu bersyair pendek “Mari Tolak Korupsi.”
Kegiatan dialog kebangsaan yang berlangsung di pondok pesantren tanggal 27 Oktober 2013 itu didampingi oleh Fransiskus Agus Wahyudi dari Dewan Pastoral Paroki (DPP) Katedral Purwokerto yang sekaligus menjadi moderator, dan Dr Mohamad Roqib, pengasuh Posma An Najah.
Agus mengajak peserta dialog untuk mencermati permasalahan aktual bangsa dan negara, dan peserta sepakat bahwa permasalahan aktual bangsa adalah masalah korupsi. Untuk menolak korupsi, peserta bukan hanya sepakat menyanyikan ajakan untuk menolak korupsi, tapi sependapat dengan ajakan seorang peserta lain agar kaum muda Katolik dan Islam mulai melakukan perbaikan diri sendiri. “Kita harus mulai dari diri kita,” katanya.
Lebih dari itu, menurut Agus, dalam dialog itu peserta merasakan bahwa dialog antarumat beragama cenderung terjebak dalam formalitas. Maka, mereka sependapat bahwa pertemuan kaum muda lintas agama dalam bentuk ceramah, seminar, forum dialog tetap perlu dilakukan, “hanya saja perlu ditindaklanjuti dengan karya bersama.”
Seorang santri putri membenarkan. “Saya berharap ada aksi nyata bersama. Misalnya membersihkan sampah bersama seperti yang pernah dibuat oleh teman-teman OMK.”
Dr Mohamad Roqib yang juga Ketua FKUB Kabupaten Banyumas dan mantan Direktur Paska Sarjana STAIN Purwokerto menanggapi usul itu dengan mengatakan, “Kita bisa membuat gerakan mengelola sampah bersama. Sampah yang jadi beban dan merusak lingkungan diubah menjadi berpotensi ekonomi dan mencegah kerusakan lingkungan. Kita bisa membangun gerakan bank sampah.”
Berkaitan dengan korupsi, Roqib mengusulkan lomba menulis bertemakan anti korupsi. “Panitia bisa bersama antara OMK, UMAKA dan para Santri An Najah. Semua generasi muda dari berbagai agama bisa diundang untuk ikut lomba menulis,” kata Roqib seraya menekankan bahwa kerukunan menjadi konkret dalam bentuk kerja bersama.
Pertemuan intensif menjadi kerinduan saat itu. Bahkan ada usul untuk senam bersama. “Nanti saya kirim semua santri ikut agar mereka bukan hanya ngaji terus, tidak selesai-selesai,” seloroh Roqib. Agus percaya, pertemuan intensif akan membuat relasi kaum muda lintas agama itu semakin dekat.
Makan bersama mengakhiri dialog. Suasana akrab dan tidak formal mulai terlihat. Kaum muda Katolik putri membaur di tengah santri putri, dan kaum muda Katolik putra membaur di tengah para santri putra.
“Para pendiri bangsa ini memiliki ideologi masing-masing yang kuat. Latar belakang ideologi kuat itu tidak membuat bangsa ini terpecah, tetapi mampu membangun kebersamaan dalam membangun bangsa dan negara,” kata Agus saat mengantar dialog.
Namun, kalau nanti sepuluh sampai dua puluh tahun ke depan, kehidupan berbangsa diwarnai permasalahan agama, Agus yakin “kegiatan ini bisa menjadi pintu masuk dalam membangun hidup berbangsa dan bernegara.”***