Jangan pintar-pintar berbicara tentang Tuhan, sementara belum pernah berbicara dengan Tuhan. Itu pegangan saya sekarang, karena di komunitas lingkungan dan Gereja saya sering memimpin doa dan membawakan renungan, saya berbicara tentang Tuhan. Begitu banyak waktu saya pakai untuk berbicara tentang Tuhan, sementara begitu sedikit waktu yang saya pakai untuk berbicara dengan Tuhan.
Wilhelmus Welem Hemfri Elim Kusuma, ketua regio Dominikan Awam Surabaya, yang dalam Retret Dominikan Awam Indonesia pertama yang berlangsung di Hening Griya, Baturaden, Purwokerto, 13-15 Oktober 2013, mendapat tugas baru sebagai wakil Koordinator Dominikan Awam Indonesia, berbicara dengan PEN@ Indonesia di akhir retret itu.
Keadaan itu sangat tidak seimbang, kata usahawan itu, maka “harus dirubah agar apa yang saya bicarakan tentang Tuhan sungguh berasal sendiri dari Tuhan, dan itu diperoleh kalau sebelumnya saya mau berbicara dengan Tuhan.”
Banyak hal diperoleh dalam retret, namun selesai retret, mantan ketua asosiasi perusahaan jasa tenaga kerja selama hampir enam tahun dan wakil ketua pimpinan daerah Kadin Jawa Timur itu mengaku, “nilai paling tinggi yang saya dapatkan adalah bawah saya masih belum tahu apa-apa, sehingga harus lebih belajar lagi, lebih menggali lagi, dan lebih mendalami lagi spiritualitas hidup Dominikan.”
Kehadiran dia dalam retret itu, diakuinya sebagai panggilan Tuhan bagi dirinya untuk “melayani Dia juga dengan talenta yang Dia berikan kepada saya.” Yang masih kurang adalah bahwa “saya sendiri harus belajar, karena saya sendiri baru belajar.”
Welem sudah mengenal Ordo Pewarta (OP) sejak tahun 2010 saat imam Dominikan ditugaskan di parokinya, Paroki Redemptor Mundi, Surabaya. “Saat itu saya dapat gambaran bahwa para imam Dominikan memiliki spesialisasi di bidang pewartaan jadi mereka sangat mantap dalam mewartakan kebenaran, yang tidak lain adalah Yesus Kristus,” katanya.
Setelah berkenalan dengan imam Dominikan dan diberitahukan tentang Dominikan Awam, dia ikut kegiatannya. “Setelah membaca tulisan tentang penerimaan postulan awam di Cimahi, saya lebih semangat mencari tahu apa itu Dominikan Awam, karena bayangan saya hanya ada imam dan suster.”
Welem kemudian tahu bahwa Keluarga Dominikan terdiri dari imam, suster kontemplatif, suster aktif, dan awam. “Saat itu saya sedikit jealous sama Pontianak dan Jakarta, kok di sana sudah ada, sedangkan paroki kami tempat imam-imam Dominikan berkarya kog ngak ada. Saya tanya, dan Pastor Adrian Adiredjo OP menjawab bahwa pasti akan dibentuk setelah paroki berjalan baik.”
Benar, sebelum Pastor Adrian meneruskan studi di Roma, Pastor Adrian serta Pastor Nilo Lardizabal OP dan saya memutuskan bersama bahwa sudah saatnya membentuk Dominikan Awam. “Maka kami mulai merekrut anggota dari teman-teman yang rajin Misa harian, lalu kita mulai coba berdoa ofisi seusai Misa pagi. Sekitar 35 orang ikut dalam kegiatan pertama itu.”
Sebelum menjadi asisten imam dan terlibat dalam pelayanan wilayah dan paroki, Welem aktif di berbagai aktivitas organisasi profesi dan usaha. “Banyak sekali aktivitas saya berikan kepada organisasi yang non-religius. Suatu saat saya bertanya kenapa saya bisa memberikan waktu untuk itu, sedangkan untuk Tuhan kog ngak bisa? Akhirnya saya dengan keluarga memutuskan untuk melepas semua kegiatan lain dan melayani Tuhan. Saya sadar, saya bisa menjadi leader di berbagai asosiasi semata karena karya Tuhan, dan kini sudah saatnya saya harus melayani Tuhan melalui umat di sekitar, terutama di Gereja.”
Memang Dominikan Awam bukanlah kegiatan pertama yang diikuti Welem. Namun untuk lebih mengenal Kristus dan mendalami arti pelayanan, “saya menemukannya di Dominikan Awam.”
Data terakhir menyebutkan, Dominikan Awam di Surabaya berjumlah 52 orang yang terdiri dari 18 aspiran, dan 34 postulan. “Penerimaan novis akan berlangsung 27 Oktober 2013,” kata Welem.***