Menjawab ajakan Paus Fransiskus untuk membangun persaudaraan yang luas, persaudaraan seluruh dunia, persaudaraan bersama dan dengan lingkungan, Julius Kardinal Darmaatmadja SJ meminta umat Katolik melanjutkan dan mendukung gerakan pembangunan umat dan Gereja melalui pembangunan umat basis yang pernah dibicarakan dalam Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun 2000.
Kardinal Darmaatmadja berbicara dalam homili Misa novena ketiga Lustrum III Stasi Santo Mikael, Semarang Indah, dari Paroki Bongsari Semarang, tanggal 5 Mei 2013. Pastor Agustinus Sarwanto SJ dan Diakon Tinus mendampingi kardinal dalam Misa itu.
SAGKI Tahun 2000 di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor, tanggal 1-5 November 2000, dengan tema “Memberdayakan Komunitas Basis Menuju Indonesia Baru” sepakat untuk membangun dan menegaskan cara hidup umat basis yang ditandai oleh persaudaraan yang sejati dan oleh gerakan hidup yang saling memperhatikan satu sama lain bahkan memperhatikan yang miskin.
Umat basis, jelas kardinal, dikembangkan mengingat adanya kecenderungan-kecenderungan masyarakat yang negatif. “Kecenderungan orang hidup di tengah masyarakat yang makin individualistis, makin sendiri-sendiri. Pokoknya aku sendiri, orang lain terserahlah,” kata kardinal.
Semangat yang sama, menurut kardinal, juga mempengaruhi Gereja. “Ada orang-orang yang berpendapat bahwa asal saya sendiri sudah setiap hari Minggu ke gereja, atau bahwa saya sudah ajak seluruh keluargaku ke gereja, maka itu sudah sangat baik,” kata kardinal memberi contoh.
Padahal, tegas kardinal, SAGKI 2000 mengharapkan agar umat meninggalkan kecenderungan-kecenderungan negatif tersebut dan membangun komunitas-komunitas kecil yang sungguh-sungguh bersumber pada Kristus dan Ekaristi, “dengan semangat kasih yang kental, satu sama lain sangat kenal, saling memperhatikan dan saling membantu.”
Oleh karena itu, kardinal berharap Stasi Santo Mikael mau menggerakkan umatnya agar makin akrab, makin lancar di dalam berkomunikasi dan bekerja sama membangun Gereja. “Makin saling tahu satu sama lain dan saling melayani dalam semangat persaudaraan yang sejati adalah ciri-ciri umat basis yang benar,” kata kardinal.
Kalau kasih yang dibangun, kardinal percaya, persaudaraan bukan eksklusif hanya untuk keluarga sendiri atau kelompok sendiri, karena yang justru dibangun secara baik dalam kelompok akan sekaligus mendorong kelompok “membuat jejaring kasih dengan kelompok lain sewilayah, selingkungan, se-RT, se-RW, sehingga tumbuh komunitas-komunitas yang sungguh berdasarkan kasih Kristiani seperti yang dicita-citakan.”
Kardinal menegaskan, membangun persaudaraan Kristiani yang sejati tidak hanya terbatas dengan umat seiman. “Bahkan kasih kita, persaudaraan kita, perlu terbuka, perlu mengulurkan tangan, menggapai mereka-mereka yang berbeda agama tetapi dekat dengan kita karena mereka hidup bersama kita dan tinggal di dekat pemukiman kita,” kata kardinal.***