Ave Maria, gracia plena Dominus tecum … terdengar di suatu pagi di kaki bukit Anjongan, Mempawah, Kalimantan Barat, dan dari bawah Patung Maria Ratu Pencinta Damai Anjongan terbanglah sebuah Rosario besar berwarna Merah dan Putih yang terbuat dari balon, terbang melewati patung setinggi 12 meter termasuk kakinya itu diikuti balon-balon warna-warni serta balon-balon putih berbentuk burung merpati lambang perdamaian, semakin tinggi dan hilang dari pandangan.
Balon-balon itu dilepas ke udara setelah Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus meresmikan patung itu di akhir Misa dengan penandatangan prasasti yang diawali dengan Misa yang dipimpinnya bersama dengan tujuh konselebran itu. Dalam Misa 27 Mei 2018 itu Mgr Agus memberkati patung itu dengan memercikinya dengan air kudus dan mendupainya.
Lagu Salam Maria dalam bahasa Latin yang dinyanyikan oleh artis penyanyi rohani dari Surabaya Mirelle dan Anthony setelah Berkat Penutup Misa Pemberkatan dan Peresmian Patung Maria Ratu Pencinta Damai itu masih terdengar dan ribuan pasang mata dari lebih dari 5000 orang yang hadir di lapangan rumput di kaki bukit Anjongan, tempat bertengker Gua Maria dan rumah retret yang sedang dibangun, masih menatap ke udara.
Gua Maria Ratu Pencinta Damai Anjongan sudah ada sejak 29 April 1973, sedangkan pembangunan rumah retret dimulai 29 Oktober 2017 dan pembangunan Patung Maria Ratu Pencinta Damai dimulai dengan peletakan batu pertama 10 Maret 2018. Semua itu merupakan bagian dari kawasan wisata rohani milik Keuskupan Agung Pontianak satu-satunya.
“Mudah-mudahan tahun depan kita memulai Pembukaan Bulan Maria, 1 Mei, dengan perarakan dari Gua Maria, mutar keliling, dan masuk ke sini, ke depan patung Maria ini, dan ditutup dengan Berkat Sakramen Mahakudus,” demikian doa Mgr Agus yang juga berharap umat membantu penyelesaian pembangunan rumah retret berupa gedung aula, rumah suster, kamar makan, dapur dan tempat tinggal karyawan.
Yang juga direncanakan adalah pembangunan Jalan Salib serta rumah penginapan dengan gaya kebinekaan, “supaya kalau ke sini bisa melihat Indonesia kecil,” kata uskup.
Uskup Agus menjelaskan bahwa patung yang dia berkati dan resmikan itu untuk melestarikan peristiwa perdamaian yang terjadi di Gua Maria itu. “Tahun 1965 terjadi Gerakan 30 S PKI yang mempunyai dampak negatif di Kalbar hingga konflik berdarah antara orang Dayak dan Tionghoa di sini di tahun 1967. Waktu itu, rohaniwan Katolik untuk Kodam 12 Tanjungpura Almarhum Pastor Isak Doera, yang kemudian menjadi Uskup Sintang, mengajak dua kelompok itu untuk bersama-sama berdoa di Gua Maria ini untuk memohon perdamaian.”
Mgr Agus mengatakan kepada PEN@ Katolik bahwa meresmikan patung dengan nama Maria Ratu Pencinta Damai bukan berarti bahwa saat ini masih ada konflik di daerah itu melainkan “untuk preventif,” karena godaan terhadap manusia akan terjadi terus menerus apalagi di saat pilkada dan pemilihan presiden nanti.
“Kita hendaknya terus mengedepankan damai, bukan perbedaan. Kalau di sini tidak ada konflik doa kita hendaknya konflik itu tidak terjadi. Kalau di sini ada konflik hendaknya konflik itu berhenti,” kata Mgr Agus seraya berharap agar umat menjadi orang baik, masih mau berdoa, masih mau datang kepada Bunda Maria bukan ke dukun dan kalau punya kelebihan masih mau menyumbang pembangunan yang ada.
Dalam acara itu juga dibagikan kenangan berupa Patung Maria Ratu Pencinta Damai dalam bentuk mini kepada beberapa wakil dari Pontianak, Jakarta, Surabaya dan Bali, serta bagi arsitek, pematung, Wakapolda Pontianak dan wakil dari Komandan Lantamal XII Pontianak dan donatur lainnya.
Dan ternyata, hujan yang turun di lokasi taman ziarah itu dan di berbagai daerah Kalimantan Barat hingga Pontianak berhenti saat Misa dimulai dan tidak turun hingga acara selesai. Bahkan, ketika balon Rosario serta balon merpati dan balon-balon lain terbang ke angkasa, umat melihat matahari muncul mengintip dari balik awan yang tebal di atasnya.
“Tadi pagi orang pada takut dan bertanya, Bapak Uskup, kalau hujan bagaimana? Tapi saya jawab bahwa saya yakin berhenti dia dan hujan memang berhenti,” kata Mgr Agus seraya berterima kasih kepada seorang ibu yang menghias altar dengan bunga yang dibawa dari Surabaya dan tidak layu tanpa air sampai di Anjongan.
Altar dan patung Maria itu semakin indah karena pohon yang tepat berdiri di belakang patung itu, yang biasanya berbunga sedikit, nampak berbunga lebat setelah patung Bunda Maria berdiri di depannya, jelas Mgr Agus seraya menegaskan bahwa Tuhan itu baik, Indonesia itu baik, orang Katolik itu baik.(paul c pati)