“Menjadi sekretaris religius harus rela melepas keinginan menjadi orang hebat atau populer, karena tugasnya lebih banyak di balik meja, jauh dari tepuk tangan, dan dari penghargaan orang-orang yang dilayani, misalnya pasien atau siswa. Bahkan menjadi sekretaris religius serasa dipanggil menjadi ‘kontemplatif’. Kecintaan pada kongregasi membuat suster sebagai sekretaris rela melakukan banyak hal untuk orang-orang yang dicintai. Dengan demikian kongregasi akan hadir secara nyata dalam diri para pimpinan dan sesama suster sekongregasi.”
Suster Dwina CB berbicara dalam workshop “Sekretaris dan Pengarsipan” di Susteran OP Maguwoharjo, Yogyakarta, 8-9 Maret 2016, yang merupakan satu dari rangkaian acara yang diadakan oleh Kongregasi Dominikan di Indonesia guna menyambut Yubileum 800 Tahun Ordo Pewarta.
Para suster Dominikan (OP) yang mengikuti workshop diajak suster itu untuk menyadari bahwa sekretaris kongregasi tidak bisa disamakan dengan sekretaris instansi atau lembaga lain, tidak menolak kalau mendapat tugas sebagai sekretaris, dan tidak mengidentikkan sekretaris sebagai pembantu atasan.
“Spiritualitas Sekretaris Religius” adalah judul materi yang dibawakan oleh Suster Dwina. Dijelaskan, spiritualitas dibentuk dari kata Bahasa Latin yakni “spiritus” yang berarti roh, jiwa, sukma, nafas hidup, kesadaran diri, kebesaran hati, dan perasaan. “Maksudnya adalah sikap hidup yang erat dengan kesadaran diri dan bersumber pada roh sebagai nafas hidup, yang mencakup ranah spiritual, pengenalan diri, dan sikap hidup.”
Maka dalam menjalankan tugasnya seorang sekretaris religius harus menghayati spiritualitas religius yang bersumber pada Allah Tritunggal Mahakudus, berpusat kepada Kristus, dan berinteraksi dengan dunia sebagaimana Allah memandang dunia.
Dijelaskan, ciri-ciri spiritualitas Katolik adalah berpusat pada Kristus, menuju kesatuan dengan Allah Tritunggal, ikut serta dalam misteri Paska Kristus, berdasarkan kesaksian akan kasih Tuhan, sadar akan dosa dan belas kasihan Tuhan, mengarah pada kehidupan kekal yang dijanjikan oleh Allah, melihat Bunda Maria sebagai teladan, dan mengacu pada Gereja-Nya, Gereja Katolik.
Sekretaris, kata Suster Dwina, berasal dari kata Bahasa Latin “secretum” atau rahasia. Berarti mereka adalah “orang yang dipercayai menyimpan rahasia”. Sedangkan fungsi sekretaris, lanjut suster, adalah meringankan dan menjaga reputasi serta kredibilitas pimpinan. Kalau sekretaris bertugas melaksanakan tugas-tugas rutin tanpa menunggu instruksi pemimpin, “sekretaris religius tidak boleh membuka atau membaca surat masuk karena menyangkut kerahasiaan para suster anggota.”
Sekretaris harus juga kreatif, mempunyai kemampuan merespon, proaktif, dan inisiatif mengambil tindakan tepat dengan langkah-langkah kreatif sebelum ada permintaan dari pimpinan, agar apa yang dilakukan tidak bertentangan dengan kehendak pimpinannya. Sekretaris harus juga mengetahui benar tugas pokok dan lingkup tugas pimpinannya, memahami jalan pikiran pimpinan, tahu tata nilai dan harapan pimpinannya.
Sedangkan, sekretaris religius harus mampu mensyukuri talentanya dalam rangka perutusannya. “Oleh karena tidak bisa mengambil keputusan sesuai kebijakannya sendiri, maka dengan rendah hati dia harus berani menghilangkan perasaan sebagai pembantu. Sebagaimana Yesus menghendaki agar kita menggunakan dan mengembangkan talenta agar bermanfaat bagi sesama kita (Matius 25:14-30). Dengan cara itulah talenta kita akan tumbuh dan berbuah,” kata suster itu seraya bertanya, “Sudahkah kita berbagi kepada sesama? Seberapa besar kasih yang telah kita bagikan kepada sesama?”
Semangat kerendahan hati seorang pelayan harus juga dimiliki sekretaris, kata suster itu. Yesus, jelas suster, lebih dahulu melayani manusia dengan membasuh kaki para murid. “Pelayan yang baik harus mampu berbela rasa dan peka terhadap situasi sesama di sekitarnya, serta siap sedia memberikan diri secara tuntas dan totalitas.”
Selain itu, menurut suster itu, sekretaris harus mampu menjaga rahasia. “Yesus meminta murid-murid-Nya untuk diam dan tidak menyebarkan apa yang Dia perbuat. Dalam kongregasi juga begitu, pimpinan mengajak kita menyimpan banyak rahasia, seperti Bunda Maria menyimpan segala sesuatu dalam hatinya,” kata suster itu.
Sekretaris penting juga memiliki iman dan kesiapsediaan melaksanakan tugas sesuai keputusan pimpinan, meskipun bertentangan dengan keinginan hatinya. “Yesus mengambil keputusan yang tidak pernah dibayangkan oleh para murid-Nya saat hendak memberi makan banyak orang yang mengikuti Yesus.”
Kalau seorang sekretaris perlu membangun relasi dekat dengan pimpinannya, maka sekretaris religius “hendaknya banyak berjumpa dengan yang mengutus, baik secara pribadi atau bersama dengan komunitas.” Belajar dari Yesus menyendiri untuk berdoa, yang mengajak murid-murid-Nya untuk berdoa, dan berdoa untuk murid-murid-Nya, suster mengajak sekretaris religius untuk “berdoa bagi kongregasi, karena lebih mengenal situasi kongregasi secara nyata.” (Suster Charlie OP)