Semoga yang ada bukan balas dendam tetapi belas kasihan, satu-satunya perasaan yang dapat menyelamatkan dunia. “Kebencian dan kebrutalan dalam serangan-serangan teroris pekan ini di Brussels membantu kita untuk memahami kekuatan ilahi dari kata-kata terakhir Kristus: ‘Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.’”
Pengkhotbah Rumah Tangga Kepausan, Pastor Raniero Cantalamessa OFMCap mengatakan hal ini dalam homili saat Perayaan Sengsara Tuhan yang dipimpin Paus Fransiskus di Basilika Santo Petrus di sore hari, 25 Maret 2016.
“Tidak peduli seberapa jauh kebencian manusia bisa pergi, kasih Tuhan selalu dan akan lebih besar. Dalam suasana-suasana sekarang ini, kepada kita disampaikan nasihat Paulus: ‘Jangan kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan,'” kata Pastor Cantalamessa.
“Inilah saatnya kita menyadari bahwa lawan dari belas kasihan bukanlah keadilan tetapi balas dendam,” kata imam itu dalam homili yang sesuai Kisah Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus menurut Yohanes. “Yesus tidak mempertentangkan belas kasihan dengan keadilan tetapi dengan hukum pembalasan: ‘mata ganti mata, gigi ganti gigi’. Dalam memaafkan pendosa, Allah tidak melepaskan keadilan tapi pembalasan dendam. Allah tidak menginginkan kematian seorang berdosa tetapi mau agar para pendosa bertobat dan hidup. Di atas kayu salib, Yesus tidak meminta kepada Bapa-Nya untuk membalas dendam.”
Pastor Cantalamessa menegaskan perlunya mendemitologisasi dendam. “Dendam telah menjadi tema mitos yang menjangkiti segala sesuatu dan semua orang, mulai dari anak-anak. Sejumlah besar cerita yang kita lihat di layar dan dalam video game adalah cerita balas dendam, berakhir dengan kemenangan pahlawan yang baik. Setengah, jika tidak lebih, dari penderitaan di dunia (terlepas dari bencana alam dan penyakit) berasal dari keinginan untuk membalas dendam, apakah dalam hubungan pribadi atau pun di antara negara-negara dan bangsa-bangsa.”
Belas kasihan juga menyelamatkan pernikahan, lanjut Pastor Cantalamessa. “Hal serupa terjadi dalam pernikahan. Hubungan Allah dengan umat manusia juga digambarkan oleh Alkitab dengan pernikahan. Pada awal, seperti yang saya katakan, yang ada adalah cinta, bukan belas kasihan. Belas kasihan muncul hanya setelah manusia melakukan dosa. Maka, demikianlah juga dalam pernikahan, pada awalnya, tidak ada belas kasihan melainkan cinta. Orang tidak menikah karena belas kasihan tetapi karena cinta.”
Menurut imam itu, yang bisa membuat pernikahan tidak semakin memburuk tanpa harapan adalah belas kasihan, bukan hanya saling mengampuni di antara pasangan suami istri tetapi bertindak dengan “kasih sayang, kebaikan, kerendahan, kelemahlembutan dan kesabaran.”
Belas kasihan meningkatkan agape menjadi eros, menambah cinta yang memberi diri dan memiliki kasih sayang menjadi cinta yang membutuhkan dan bergairah. Allah “mengasihani” umat manusia. Maka, bukankah seharusnya suami dan istri saling mengasihani? Dan, kita yang hidup dalam komunitas, bukankah kita seharusnya saling mengasihani dan bukan saling menghakimi?” tanya imam itu.
Imam itu menegaskan bahwa ada bahaya orang dapat mendengar kebenaran tentang Allah tetapi tidak memahami maknanya, serta memastikan bahwa hanya belas kasihan yang dapat menyelamatkan dunia.
Setelah memasuki Basilika Santo Petrus, Paus lalu bersujud di lantai di depan altar basilika itu sebagai tanda penyesalan.
Di Hari Jumat Agung, Uskup Roma itu tweet di Twitter: “Tuhan, tanamkanlah di dalam hati-hati kita perasaan iman, harapan, kasih serta dan penyesalan atas dosa-dosa kita” dan “Salib adalah sabda yang Allah gunakan untuk menanggapi kejahatan di dunia.”(pcp berdasarkan Domenico Agasso Jr. dari Vatican Insider)
Bagaimanakah caranya saya bisa mendapatkan dan berlangganan pena khatolik, trm-ksh.
Salam damai dan sejahtera selalu berkat Tuhan selalu beserta kita, amin.