PEKAN BIASA XXXII
Peringatan Wajib Santo Leo Agung, Paus Pujangga Gereja (P)
Santo Andreas Avelino
Bacaan I: Keb. 2:23-3:9
Mazmur: 34:2-3.16-19; R:2a
Bacaan Injil: Luk. 17:7-10
Yesus bersabda kepada para murid-murid-Nya: ”Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”
Renungan
Victor Frankl pernah berkata bahwa manusia tidak pernah bisa mengubah penderitaan dalam hidupnya. Ia hanya bisa mengubah cara pandang dan sikapnya atas penderitaan itu. Dengan mengubah cara pandang kita atas penderitaan, kita tidak hanya melihat penderitaan itu semata sebagai sakit, tetapi ada sebuah makna yang berguna untuk hidup kita sendiri. Oleh karena itu, kebijaksanaan Salomo pun berkata: ”Kalau pun mereka disiksa menurut pandangan manusia, namun harapan mereka penuh kebakaan” (Keb. 3:4).
Jadi, tak perlulah kita menangis tersedu-sedu tanpa henti saat penderitaan itu mendatangi kita. Menangis seolah tiada lagi jalan keluar dan harapan yang dapat kita bayangkan lagi. Percayalah, kita ini manusia yang diciptakan Allah untuk kebakaan dan dijadikan sebagai gambar dan hakikat Allah sendiri. Kalau kita ini sehakikat dengan Allah maka ada suatu daya yang dikaruniakan Allah pada kita untuk mampu menahan rasa sakit. Sehingga akhirnya kita berkata: ‘kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan’ (Luk. 17:10). Inilah semestinya sikap yang dimiliki seorang beriman sejati, yakni berpasrah penuh pada kehendak Allah dan karena itu ia selalu mencari dan menemukan kehendak Allah di dalam setiap peristiwa hidupnya.
Tuhan, air mata sering mengalir dari pelupuk mataku. Engkau tahu, hidupku sering terasakan begitu berat dan tak tertahankan sama sekali. Aku menyerah dan berserah pada-Mu. Semoga Engkau menyeka setiap tetes air mataku dan menyingkapkan jalan yang harus aku tempuh sesuai kehendak-Mu. Amin.