VATIKAN, Pena Katolik – Meski “busana kepausan” telah mengalami evolusi dari masa ke masa, setiap detailnya tetap sarat makna simbolis yang terus menarik perhatian dunia. Bukti terbaru datang dari majalah mode bergengsi Vogue, yang menobatkan Paus Leo XIV sebagai salah satu dari 55 tokoh berpenampilan terbaik tahun 2025.
Penghargaan ini menempatkan Paus Leo XIV sejajar dengan nama-nama besar dari dunia olahraga, seni, dan hiburan, seperti Rosalía, Rihanna, Bad Bunny, aktris Jennifer Lawrence, hingga petenis Venus Williams.
Dalam laporan tahunan, Vogue menyoroti bagaimana Paus Leo XIV “memutuskan dari selera sederhana pendahulunya, Paus Fransiskus,” sekaligus menjaga warisan busana liturgis yang dirancang dengan keindahan dan ketelitian. Penampilan perdana Paus Leo XIV pada 8 Mei 2025 di loggia utama Basilika Santo Petrus disebut sebagai “busana terbaik tahun 2025.”
Saat itu, ia mengenakan mozzetta satin merah dan stola berwarna anggur yang disulam dengan benang emas, dilengkapi salib pektoral yang digantung dengan tali sutra emas. Mozzetta, jubah pendek sebatas siku yang dikenakan di atas rochet, melambangkan otoritas. Sementara kasula, busana liturgis luar yang warnanya berganti sesuai musim gerejawi, secara historis dimaknai sebagai “kuk Kristus” dan simbol kasih.
Paus Fransiskus, setelah terpilih pada 2013, memilih tidak mengenakan mozzetta maupun stola berornamen, sebuah gestur kesederhanaan yang menandai pontifikatnya. Kesederhanaan itu bahkan diakui oleh majalah Esquire, yang memasukkannya ke daftar pria berpenampilan terbaik dengan gaya sederhana.
Di balik keanggunan busana kepausan, terdapat tangan-tangan kreatif yang menjaga tradisi. Filippo Sorcinelli, desainer Italia, telah menjadi salah satu perancang utama bagi para paus sejak Benediktus XVI. Sementara itu, penjahitan busana liturgis kepausan tetap dipercayakan kepada rumah jahit bersejarah Gammarelli, yang berlokasi dekat Pantheon di jantung Kota Abadi.
Pengakuan dunia mode terhadap Paus Leo XIV menunjukkan bahwa busana kepausan adalah simbol iman, otoritas, dan kasih yang terus berbicara kepada dunia. Di tengah sorotan budaya populer, busana liturgis tetap menjadi tanda bahwa Gereja, melalui para pausnya, menghadirkan keindahan yang berakar pada tradisi dan spiritualitas.



