Rabu, Desember 17, 2025

Dubes Indonesia untuk Italia: Cinta itu Menyatukan

ROMA, Pena Katolik – Di depan sebuah bangunan megah di Via Campania 53-55, Roma, Italia, nampak sebuah mobil van warna hitam berhenti. Turunlah beberapa orang yang mengenakan jaket dingin dan disambut seorang pria yang telah menunggunya. Rombongan memasuki gedung yang ditunjukan pria penyambut tadi.

“Silakan langsung saja menyantap hindangan yang telah tersedia. Sop itu sangat istimewa dan sudah lama menunggu untuk menghangatkan badan. Kami sudah mendahului,” ujar seorang pria berbadan tegap, tinggi dan berkacamata. Rombongan tidak langsung memenuhi ajakan tersebut tetapi memilih untuk menyalami beberapa orang yang hadir di situ.

Sop sapi khas Indonesia memang menghangatkan. Cukup untuk memanaskan tubuh yang sebelumnya dibalut suhu 4 derajad Celcius. Jaket memang melindungi dari hawa dingin itu. Tetapi itu tidak cukup ! Tubuh membutuhkan penghangat dari dalam untuk mengusir dingin yang menyerbu dari luar. Dan sop sapi di ruang makan itu memang solusi yang tepat. Selain sangat enak, sop itu sangat mampu mengusir tubuh hawa dingin yang merasuk ke dalam dingin.

“Makan yang banyak. Ini ada sambel teri ala medan. Sangat cocok menjadi teman sop,” ujar pria tersebut. Ia tidak hanya tinggi perawakannya tetapi juga beraksen kuat bahasa Batak. Suara pria itu mengisi ruangan makan yang memang mewah Gedung ini konon dulunya ada hubungan dengan Musollini.

Sop buntut itu memang menghangatkan badan. Dan, santapan itu juga menghangatkan pertemuan di ruang makan Kedubes RI untuk Italia. Junimart Girsang, nama Dubes RI untuk Italia, Dia adalah pria yang bersuara lantang itu. Banyak kisah yang diceritakan. Dari kisah kedatangannya pertama kali di Roma pada Juni 2025 hingga kehadiran kami, Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) ke meja makan yang sangat wah. Meja makan di KBRI ini merupakan wajah lain dari Indonesia.

Selain santap malam, PWKI juga disuguhi Limoncello, minuman tradisional khas Italia Selatan yang dibuat dari kulit lemon, alkohol, air, dan gula.

“Limoncello ini harus ditaruh di freezer (bukan di kulkas biasa-red). Disajikan dingin seperti ini sebagai minuman penutup setelah makan untuk membantu pencernaan. Apapun cuacanya,” jelas Dubes Junimart.

Nama lengkap berikut gelarnya adalah Prof, Dr. Junimart Girsang S.H., M.B.A., M.H., M.IP. Pria kelahiran Medan ini mengundang rombongan PWKI untuk singgah di kediamannya di Roma. Gelarnya semakin panjang ketika pada 22 Maret 2025, dirinya diangkat oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai dubes.

Gelarnya sangat panjang. Ia adalah Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Italia merangkap Republik Malta, Republik San Marino, Republik Siprus, Food and Agriculture Organization (FAO), International Fund and Agriculture Development (IFAD), World Food Programme (WFP), dan International Institute for the Unification of Private Law (UNIDROIT), oleh Presiden Prabowo Subianto pada 24 Maret 2025. Dubes Junimart menempati posnya di Roma, sejak 17 Juni 2025.

Kunjungan rombongan PWKI dipimpin oleh CF Mayong Suryo Laksono selaku Ketua Delegasi. Ia didampingi Penasihat sekaligus Pendiri PWKI AM Putut Prabantoro. Hadir dalam jamuan tersebut anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Nurul Arifin. Dalam jamuan itu, Dubes Junimart didampingi antara lain oleh Penasihat bidang Politik Anang Fauzi Firdaus, dan Penasihat bidang Protokol/Konsuler Silvia Juliana.

CINTA YANG MENYATUKAN
Di tengah-tengah pembicaraan, Putut Prabantoro menyela. Dia menceritakan bahwa tanpa banyak yang tahu, Junimart Girsang sangat memberi perhatian kepada para biarawan-biarawati atau para imam. Dubes RI Untuk Italia ini tidak hanya memberi perhatian tetapi juga tidak pernah menolak para suster atau imam yang datang untuk meminta bantuan darinya.

“Lha koq tahu ? Dari mana cerita itu ?“ tanya Junimart Girsang. Putut Prabantoro tidak menjawab. Pengajar di bidang ideologi ini menanggapi dengan senyum, “A-1”. Lalu cerita Putut berlanjut.

“Apa yang Pak Junimart lakukan itu tanpa pamrih. Ia melakukan dengan tulus hati bahkan dengan cinta. Ia melakukan itu semua karena cintanya kepada sang Ibu,” ujar Putut selanjutnya.

Junimart Girsang lahir pada 3 Juni 1963. Ia putera dari Rosdiana T br Munthe (ibu) dan RKJ Girsang (Ayah). Sang ibu beragama Katolik. Cinta kepada ibunyalah yang menggerakan semuanya. Bagi Junimart, kasih itu menyatukan.

“Seorang pria bersatu dengan wanita dan membentuk keluarga itu kan karena kasih. Termasuk sekarang kita disatukan di atas meja makan ini juga karena kasih,“ ujar Junimart

Sangat memegang teguh keyakinan bahwa “Kasih Itu Menyatukan”, Dubes Junimart menegaskan dirinya tidak membeda-bedakan agama manapun. Ia menggarisbawahi, “Kristen Protestan dan Katolik itu satu,” tandas Junimart, yang di Sumatra Utara terkenal dengan aksi sosialnya membantu para misionaris Katolik.

Karena cinta itulah, Junimart banyak memasang salib dengan corpus di sejumlah dinding di KBRI Roma. Namun karena cinta itu juga, ia memasang di salah satu dinding, ayat-ayat Quran di sebelah kiri bersanding dengan salib di sebelah kanan yang dipisahkan oleh pintu.

“Cinta itu memang menyatukan dan tidak boleh memisahkan. Segala persoalan betapapun rumitnya akan selesai jika dilandasi dengan cinta. Karena cinta itu pula, ia berencana memasang patung Ir. Soekarno di salah satu titik bersejarah di KBRI Untuk Italia. Gedung ini dibeli oleh Presiden Soekarno. Untuk mengabdi pada negara dan bangsa, harus mencintai sejarah.

Waktu menunjukan pukul 11.00 waktu setempat. Rombongan PWKI berpamitan untuk kembali ke penginapan. Sebelumnya Junimart Girsang mengajak berfoto bersama di ruang tamu yang bernuansa sangat klasik. Berfoto di depan lukisan berusia 600 tahun. Kisah tentang manusia di bawah pandangan Sang Pemelihara Kehidupan.

Ketika menuju mobil pengantar, Lucius Gora Kunjana menanyakan kepada Putut Prabantoro, soal informasi A-1.

Pertanyaan Gora adalah sikap keponya wartawan. Ingin tahu !
Bagi Gora, informasi A-1 itu sangat jarang diketahui publik. Dan bahkan, tidak pernah tercium oleh media. Didorong rasa penasaran, ia ingin mendengar cerita di meja makan sesungguhnya.

Putut Prabantoro mengatakan, yang menceritakan kisah ini adalah Hermawi F. Taslim – Sekjen Partai Nasdem. Sepenggal kisah cinta anak kepada ibunya itu diceritakan oleh Hermawi Taslim kepada Putut Prabantoro saat keduanya sarapan bersama di Alam Sutera, Tangerang. Itu terjadi beberapa bulan sebelum rombongan PWKI tahu akan berangkat ke Roma.

Kaitannya ?
Putut Prabantoro tidak menjawab. Namun kepada Gora, ia mengaku, alasan mengapa Hermawi Taslim menceritakan kisah A-1 itu kepadanya. A-1 kisah cinta anak kepada ibunya itu yang sangat memperhatikan para biarawan-biarawati.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini