Pena Katolik – Pontianak | “‘Menjadi kepanjangan tangan Tuhan’ itulah prinsip yang mendasari perjalanan hidup saya sejak hari‑pertama memasuki komunitas,” ungkap Romo Dominiko Xaverio Budoyo Setiawan, OP (44) dalam wawancara pada Sabtu, 18 Oktober 2025.
Romo Dominic (44) mengatakan tugas ia sehari‑hari adalah melayani para frater di Seminari Tinggi Antonius Ventimiglia —membantu Misa Hari Minggu dan Harian, mendampingi kegiatan mahasiswa para frater— sembari menyelesaikan tesis Licentiate Teologi Dogmatik di Universitas Santo Tomas, Filipina.
Ia juga mengatakan bahwa,”Inspirasi terbesar yang membuat dirinya bisa menjadi romo itu berasal dari (almarhum) Ayah saya, namun peran serta anggota keluarga lainnya dan teman-teman turut mempengaruhi panggilan saya. Kedua orangtua saya dahulu adalah Muslim, kemudian mereka memutuskan menjadi Katolik, dan saya dilahirkan dan baptis secara Katolik,” ungkapnya.
Peristiwa yang berkesan sewaktu beliau masih kecil adalah ketika beliau melihat (Alm) Ayahnya menyimak Misa dari Vatikan melalui televisi, yang disiarkan secara langsung.

Dalam perjalanan waktu, beliau menilik kembali peristiwa ini dan berpikir bagaimana seseorang yang baru mengenal Tuhan Yesus dan Katolik, memiliki keinginan luar biasa untuk mendalami imannya, jauh melebihi beliau yang baptis Katolik.
Kemudian, peristiwa ini menjadi tonggak kesadaran diri beliau akan imannya dan mulai berpikir bagaimana memperdalam iman kekatolikannya.
“Gaya hidup saya sehari‑hari cukup sederhana”, ungkapnya saat (Anjeli) bertanya mengenai gaya hidup seorang “IMAM”. Saya bukan tipikal orang yang sering keluar jalan‑jalan karena yang sering saya lakukan adalah berada di kamar, membaca, menulis homili, melakukan riset,” ujarnya.
Romo Dominic mengatakan bahwa selama ia menempuh S2 Licentiate di Filipina, ia menyadari bahwa homili yang baik membutuh penelitian yang serius, sehingga ia membaca banyak buku teologi dan merefleksi pengalaman hidup dirinya dan bahkan orang lain.
Tetapi di balik itu, apa yang ia rasakan paling bermakna adalah berada dalam lingkungan komunitas atau biara—di sana setiap momen, tiap peristiwa, bisa menjadi inspirasi homili atau pengingat akan kehadiran Tuhan.
Setiap kejadian—betapapun sederhana—bila kita membuka mata dan hati, pasti menyimpan makna karena Tuhan hadir di tengah‑tengahnya dan ingin berbicara dengan kita.
Ia juga mengatakan bahwa tidak ada hari “libur” dalam hidup seorang religius. Rutinitas yang ia lakukan setiap hari adalah dimulai pukul 06:00 pagi dengan mengikuti Doa Pagi dan Misa Harian bersama komunitas seminari, lalu sarapan bersama.
Setelah itu, beliau memberi makan ikan di kolam yang nantinya akan dikonsumsi bersama komunitas. Salah satu hobi beliau adalah belajar bahasa asing, dan ia belajar reguler bahasa Spanyol sekitar 1 jam per hari.
Lalu, beliau kembali membaca buku demi menyelesaikan thesisnya hingga waktu makan siang. Setelah makan, beliau melanjutkan membaca buku atau beristirahat atau mengurus hal lain yang berhubungan dengan tugasnya sebagai sekretaris (merangkap archivist dan chronicler) di Biara Santo Dominikus dan yang berhubungan dengan Kapelan di Universitas Santo Agustinus Hippo.

Pada sore harinya, beliau melakukan olahraga ringan demi menjaga kesehatan dan stamina sehingga bisa memberikan pelayanan ke umat lebih baik lagi. Pada malam harinya, beliau memilih untuk berfokus pada membaca buku rohani berkualitas atau mengulang kembali bahasa Spanyol.
Ia pun aktif menggunakan aplikasi online seperti “Duolinggo” demi memperdalam bahasa asing.
Romo Dominic percaya bahwa belajar bahasa baru berarti membuka jendela ke budaya lain, dan dengan memahami budaya, kita semakin memahami keragaman ciptaan Tuhan.
Dalam tugas pastoral, ia tidak tinggal di Paroki tetapi turut membantu melayani Misa di Kuasi Paroki St. Petrus Kanisius, Supadio karena kuasi paroki ini dilayani oleh Ordo Dominikan meskipun tidak bertugas sebagai pastor paroki.
Saat ini, ia membantu pula melayani Misa kepada mahasiswa, terutama mahasiswa UNIKA Santo Agustinus Hippo. Kunjungan yang dilakukan lebih pada lingkungan kampus, belum terlibat memberi pastoral ke rumah sakit secara intensif.
Pelayanan beliau saat ini memberikan tantangan tersendiri karena dapat bertemu dengan orang-orang dengan berbagai latar belakang budaya, usia, dan pengalaman, serta menyesuaikan diri dengan panggilan pelayanan yang lebih fleksibel.
Baginya perjalanan panggilan hidup religius bukanlah hal yang direncanakan sejak awal.
Setelah lulus SMA Pangudi Luhur Van Lith, Muntilan, beliau melanjutkan kuliah di Universitas Atma Jaya Yogayakarta, fakultas Ekonomi, jurusan Akuntansi.
Setelah wisuda, beliau bekerja di Jakarta selama delapan tahun sebagai di bidang akuntansi dan keuangan. Ketika beliau berusia 32 tahun, ia memutuskan masuk biara.
Mengapa? Karena beliau mengatakan bahwa ia merasakan kehadiran Tuhan yang membuka jalan, melindungi dan mendampinginya semenjak anak-anak hingga dewasa.

Ketika merenungkan balik kehidupan beliau, ia menyadari bahwa kehidupannya berjalan secara teratur, baik lulus kuliah, mendapat pekerjaan, berteman, memiliki penghasilan—tapi di balik semua itu, beliau mengatakan bahwa ia “merasakan kekosongan rohani yang tidak bisa diisi oleh belanja, jalan‑jalan, atau hiburan malam”.
Suatu saat, beliau ingin mencari tahu lebih lanjut mengenai nama baptisnya melalui internet yaitu, “Dominico Xaverio”, ia menemukan nama Santo Dominikus de Guzman di urutan teratas dan ini menarik perhatiannya.
Santo Dominikus mendasarkan hidup rohani dan pelayanannya pada kebaikan Tuhan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa serta berfokus pada pendalaman Kitab Suci dan pendarasan doa Rosario.
Romo Dominic memilih hidup religius dan pelayanan, sebuah jalan kekudusan yang juga dapat membawa jiwa ke surga seperti halnya hidup berkeluarga.
Ia juga melihat bahwa kedua pilihan hidup adalah mulia, namun cara menghidupi salah satunya adalah melalui kesetiaan kita terhadap apa yang kita pilih dan kesungguhan kita untuk hidup dalam panggilan itu.
Beliau semakin yakin untuk mengambil keputusan masuk biara dan tidak perlu meminta ijin orang tua karena ia sudah dewasa serta bisa memutuskan hidupnya sendiri.
Untuk menjaga keseimbangan hidup, Romo Dominic melakukan tiga hal yang harus ia pegang yaitu: istirahat cukup, makanan bergizi—tidak harus mewah tapi harus bernutrisi, dan hobi yang membawa semangat baru. Ia sendiri kini memiliki hobi memelihara ikan dan dari hobi ini, ia belajar untuk perhatian pada hal-hal kecil seperti memberi makan ikan, merawat, mengenal kebiasaan, dan melakukan riset.
Dari pengalaman ini, beliau semakin belajar untuk mencari makna dan kehadiran Tuhan dengan hadir secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pesan Romo Dominic kepada generasi muda agartidak pernah takut memulai sesuatu yang baru. Menurutnya teknologi dan internet tidak dapat kita hindari, maka gunakanlah untuk kebaikan dan pencarian kehidupan.
Mulai dari memilih teman yang baik akan membantu menjadi orang yang lebih baik—meski Tuhan menyayangi semua orang, ia berpesan agar tetap perlu memiliki figur yang dipercaya supaya dapat mendampingi proses kedewasaan.
Ia juga menghimbau untuk tidak terjebak pada gosip, jangan biarkan media sosial — Instagram atau Facebook — menguasai waktu, melainkan gunakanlah untuk studi dan pengembangan diri.
Pastor Dominic juga menghimbau untuk membuat jadwal pribadi, karena masih dalam proses dan perubahan membutuhkan waktu.
Jika aktif di organisasi, aktif di gereja, belajar bahasa asing—itu semua menjadi nilai tambah hidupmu demi hidup bersama dengan orang lain.
“Masa muda adalah waktu untuk menghidupi nilai-nilai kebaikan Tuhan, bukan sekadar mengumpulkan koleksi atau like dari media sosial,” katanya.
Perjalanan sederhana Pastor Dominic yang paling ia harapkan adalah dapat menjadi inspirasi bagi panggilan hidup baik berkeluarga maupun selibat. Yang pasti dan utama dari panggilan itu yakni sama‑sama mulia dan kudus.
Saat ini yang penting adalah kesetiaan terhadap pilihan dan hidup sehari‑hari dengan sungguh‑sungguh.
*Anjeli adalah Mahasiswa Keuangan dan Perbankan, Grha Arta Khatulistiwa Pontianak, Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo Kampus II Pontianak (S).
Narasumber: RP. Dominico Xaverio Budoyo Setiawan, OP.



