Selasa, Oktober 21, 2025

Patriark Gereja Katolik Kaldea: Umat Kristiani Irak Punya Panggilan untuk Tetap Bersaksi di Negeri Itu

MOSUL, Pena Katolik — “Meskipun kami telah melalui begitu banyak penderitaan, kami tetap yakin bahwa kami memiliki panggilan di negeri ini — negeri mayoritas Muslim — untuk memberi kesaksian tentang iman kami.”

Demikian pesan penuh harapan dari Patriark Louis Raphaël I Sako, Kepala Gereja Katolik Kaldea di Irak, usai memimpin Misa Rekonsekrasi di Gereja Al-Tahira yang bersejarah di Kota Tua Mosul, Irak Kamis 16 Oktober 2025.

Gereja Al-Tahira, yang dibangun pada abad ke-18 di atas situs Biara St. Gabriel abad ke-5, pernah menjadi pusat teologi terkenal pada abad ke-9 dan ke-10. Namun bangunan bersejarah ini hancur lebur setelah didesegrasi oleh kelompok ISIS pada tahun 2014 dan rusak berat selama pertempuran untuk merebut kembali Mosul setahun kemudian. Kini, setelah bertahun-tahun restorasi, lonceng Al-Tahira kembali berdentang sebagai simbol kebangkitan iman umat Kristiani Irak.

Patriark Sako, dalam wawancaranya dengan Vatican News, mengakui bahwa umat Kristiani di Irak telah menanggung penderitaan berat. Jumlah umat Katolik menurun drastic, kini hanya sekitar 200.000 orang. Beberapa dekade lalu, jumlah mereka mencapai jutaan. Patriark Sako prihatin, namun menegaskan, bahwa Gereja tetap bertahan karena berakar pada harapan.

“Kami tidak pernah kehilangan iman dan harapan. Segalanya berlandaskan pada harapan.”

Dalam perayaan Misa rekonsekrasi, liturgi Kaldea yang kuno kembali dinyanyikan di dalam gereja untuk pertama kalinya setelah hampir satu dekade.

“Ini adalah liturgi Roh Kudus. Doa-doa kami singkat dan mudah dimengerti, diambil langsung dari Kitab Suci. Roh Kuduslah yang mengubah segalanya,” jelas Patriark Sako. Ia juga menyinggung salib khas Kaldea yang menghiasi altar gereja, tanpa tubuh Yesus seperti pada salib Barat. “Salib yang kosong itu memberi kami pengharapan bahwa Kristus telah bangkit. Meskipun kami dianiaya atau dibunuh, kami tetap memiliki harapan itu,” tegasnya.

Peresmian Gereja Al-Tahira sehari sebelumnya, Rabu (15/10), berlangsung dalam upacara yang dihadiri Wali Kota Mosul, Gubernur Provinsi Nineveh, serta para jurnalis lokal. Sedangkan Misa rekonsekrasi pada hari berikutnya berlangsung lebih sederhana dan khidmat, dihadiri para biarawan serta umat Kaldea yang datang dari berbagai desa Kristen di sekitar Mosul.

Misa dirayakan dalam tiga bahasa — Arab, Neo-Aram Kaldea, dan Prancis (untuk menghormati kehadiran delegasi dari lembaga kemanusiaan Prancis L’Oeuvre d’Orient), yang berperan besar dalam proyek restorasi gereja.

Meskipun delapan tahun telah berlalu sejak pembebasan Mosul dari ISIS, hanya segelintir umat Kristiani yang kembali menetap di kota itu. Kebanyakan masih tinggal di desa-desa sekitarnya seperti Qaraqosh dan Karamlesh. Namun semangat untuk membangun kembali tetap hidup.

Noah, seorang pemuda berusia 29 tahun dari Karamlesh yang menghadiri misa, menyampaikan harapannya.

“Pembukaan kembali gereja ini memberi saya keyakinan bahwa umat Kristiani masih punya masa depan di Irak. Keadaan memang lebih baik sekarang, tetapi situasi politik di sini tidak bisa ditebak. Semoga, dengan pertolongan Tuhan, kami dapat tetap tinggal di tanah ini,” ujarnya dengan penuh iman.

Gema doa, harapan, dan semangat keteguhan iman di Al-Tahira menjadi simbol kuat bahwa meskipun jumlah mereka berkurang, umat Kristiani Irak belum menyerah — mereka tetap percaya bahwa panggilan mereka adalah bersaksi tentang kasih Kristus di tanah kelahiran Abraham.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini