JAKARTA, Pena Katolik – Gereja Katolik Indonesia tengah bersiap memasuki babak baru perjalanan imannya melalui Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025 yang akan digelar di Jakarta pada 3–7 November 2025. Setelah hampir sepuluh tahun tertunda, SAGKI kembali hadir membawa semangat pembaruan iman dan kebersamaan umat.
Menurut Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Romo Paulus Christian Siswantoko, Pr — akrab disapa Romo Koko — SAGKI bukan sekadar pertemuan lima tahunan, tetapi momentum Gereja untuk menyalakan kembali semangat perutusan di tengah perubahan zaman. “SAGKI adalah kita yang sedang berjalan bersama untuk membangun Gereja dan bangsa,” ujarnya dalam wawancara bersama tim podcast Komsos KWI.
Mengusung tema “Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan” dengan subtema “Menjadi Gereja Sinodal yang Misioner untuk Perdamaian,” SAGKI 2025 mengajak seluruh umat Katolik untuk menjadi Gereja yang mendengar, berdialog, dan berjalan bersama. Tema ini berakar dari tiga konteks besar: Sinode Para Uskup Sedunia tentang Sinodalitas (2021–2024), Tahun Yubileum 2025, serta seruan Bapa Suci agar Gereja menjadi pembawa damai bagi dunia.
Romo Koko menegaskan bahwa SAGKI menjadi ruang reflektif bagi para uskup, imam, biarawan-biarawati, dan umat awam untuk membaca tanda-tanda zaman dan mencari bentuk kesaksian iman yang relevan. “Kita menghadapi ketimpangan sosial, krisis lingkungan, bias gender, dan tantangan digitalisasi. Gereja tidak boleh berdiam diri,” tegasnya.
Sekitar 450 peserta dari 38 keuskupan akan ambil bagian dalam sidang ini. Ciri khas SAGKI, kata Romo Koko, terletak pada rencana tindak lanjut (RTL) yang memuat langkah konkret pastoral hingga ke tingkat paroki dan keluarga. “RTL bukan dokumen seremonial, tetapi panduan nyata yang harus menetes sampai ke umat,” jelasnya.
Salah satu fokus utama SAGKI 2025 adalah penguatan peran umat awam sebagai pewarta Injil di tengah dunia. Bagi Romo Koko, awam adalah bagian hakiki Gereja yang membawa Injil dalam keluarga, tempat kerja, dan kehidupan sosial.
Dalam konteks Indonesia yang majemuk, SAGKI juga diharapkan memperkuat peran Gereja sebagai pembawa damai dan jembatan persaudaraan lintas iman. “Menjadi 100 persen Katolik berarti juga 100 persen Indonesia,” ungkapnya.
Dengan semangat itu, Gereja Katolik Indonesia bersiap menyala kembali — hadir tidak hanya dalam liturgi dan doa, tetapi juga dalam karya nyata yang membawa harapan dan damai bagi bangsa.