Rabu, Oktober 1, 2025

Misa Syukur 75 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Takhta Suci di Basilika St. Petrus

VATIKAN, Pena Katolik – Kardinal Pietro Parolin (Secretary of State Holy See of His Holiness) menjadi sebagai konselebran utama dalam Misa Syukur peringatan 75 tahun Hubungan Diplomatik antara Republik Indonesia dan Takhta Suci, dilaksanakan di Basilika St. Petrus, Vatikan, Selasa (30/9).

Ini kali yang pertama, misa untuk memperingati hubungan diplomatik kedua negara diadakan di Basilika St.Petrus. Misa diikuti lebih dari 300 orang, baik anggota korps diplomatik negara sahabat yang diakreditasi di Takhta Suci, warga negara Indonesia baik itu biarawan maupun biarawati, para peziarah yang tengah berada di Roma.

Kardinal Parolin dalam khotbahnya antara lain memuji Indonesia yang memiliki ideologi Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Menurut Parolin, semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sangat dekat dengan Kristianitas: prinsip kebaikan hati, prinsip keberpihakan pada kehidupan, prinsip kesejahteraan umum, prinsip subsidiaritas, prinsip solidaritas, prinsip hak-hak asasi manusia, prinsip penolakan terhadap kekerasan, dan prinsip persaudaraan semesta.

Karena itu, Kardinal Parolin sangat bangga dengan komunitas Katolik di Indonesia, sebab betul-betul Katolik dan betul-betul setia dengan Negara Indonesia. Ini menegaskan apa yang dikatakan Paus Leo XIV saat audiensi dengan masyarakat Indonesia.

Kata Kardinal Parolin, Indonesia adalah Bangsa yang besar dan membanggakan, yang berani memerdekakan diri pada tahun 1945. Dan, itulah antara lain yang mendorong Takhta Suci menjalin hubungan diplomatik secara resmi pada 13 Maret 1950.

Dalam khotbahnya, Kardinal Parolin juga mengingatkan kembali kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia. Paus yang sangat memuji Pancasila dan Bhinnieka Tunggal Ika itu, menyebut Indonesia, walau masih ada beberapa persoalan dan tantangan, bisa dianggap sebagai contoh bagaimana membangun hubungan antaragama.

Akhirnya, Kardinal Parolin mengucapkan selamat atas peringatan ulang tahun ke-75 Hubungan Diplomatik antara Indonesia dan Takhta Suci. Dan berharap, hubungan kedua negara terus berkembang dan berbuah banyak, bermanfaat bagi perdamaian dunia.

Sementara Duta Besar LBBP RI untuk Takhta Suci, Mikhael Trias Kuncahyono dalam sambutan singkatnya, mengungkapkan terima kasih mendalam atas pengakuan Takhta Suci pada Kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1947. Takhta Suci adalah negara pertama di Eropa yang mengakui Kemerdekaan Indonesia.

Kata Duta Besar, pengakuan itu tidak hanya sebuah babak penting dalam sejarah kedua negara, tetapi juga suatu simbol saling menghargai di antara kedua negara yang terus tumbuh dan konstan, dibangun atas rasa saling menghormati, dialog, dan nilai-nilai kemanusiaan bersama.

Indonesia, kata Dubes Trias, memandang posisi Takhta Suci yang menjalankan diplomasi kepausan, didasarkan pada prinsip moral dan kemanusiaan yang berakar pada tradisi Kristen dan teks-teks Katolik dan kepausan, saat ini sangat penting. Sebab, belakangan ini praktik diplomasi kerap kali meninggalkan prinsip-prinsip moral dan kemanusiaan untuk memburu national interest.

Seiring-sejalan
Indonesia dan Vatikan memiliki banyak kesamaan pandangan, sikap, dan posisi terhadap isu-isu internasional, seperti perdamaian, HAM, hak-hak perempuan dan anak, lingkungan hidup, food security dan juga water security.

Sikap dan posisi kedua negara dalam isu, misalnya konflik Israel – Palestina, sama dan jelas: mendukung two-state solution. Baik bagi Indonesia maupun Vatikan, two-state solution adalah fundamental, sebagai penyelesaian yang adil dan masuk akal terhadap konflik yang hampir seabad itu.

Vatikan menyatakan harus ada “pengakuan yang adil terhadap hak-hak semua orang.” Indonesiapun yang berideologi Pancasila berpandangan sama.

Juga terhadap perang Ukraina – Rusia, kedua negara terus mendorong dicarinya jalan damai untuk mengakhirinya. Kedua negara juga senantiasa mendorong dilakukannya interfaith dialogue antar-umat beragama untuk membangun kesaling-pengertian, kesepahaman demi terciptanya perdamaian dunia.

Maka, hubungan diplomatik antara Indonesia dan Takhta Suci, yang sudah dimahkotai kunjungan apostolik tiga paus ke Indonesia–Paus Santo Paulus VI (1970), Paus Santo Yohanes Paulus II (1989), dan Paus Fransiskus (2024)–dan empat presiden Indonesia ke Vatikan–Presiden pertama Sukarno, Presiden kedua Soeharto, Presiden keempa Abdurrahman Wahid, dan Presiden kelima Megawati Sukarnoputri–adalah sangat penting, hidup, dan bermakna.

Hubungan diplomatik kedua negara mendorong terciptanya kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk, kerukunan antar-umat beragama, dan penghargaan terhadap kehidupan politik yang bermartabat, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Indonesia dan Takhta Suci juga sangat peduli terhadap upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, mencegah perusakan lingkungan hidup sebab rusaknya lingkungan hidup akan menyebabkan bencana bagi dunia.

Jejak Sejarah
Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Takhta Suci dimulai dengan pengakuan Takhta Suci terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, tahun 1947. Pengakuan itu diwujudkan oleh Paus Pius XII dengan menunjuk Uskup Agung Mgr Georged de Jonghe d’Ardojo sebagai Apostolic Delegate untuk Indonesia, 6 Juli 1947.

Keputusan Takhta Suci tersebut, antara lain tidak lepas dari peran Uskup Agung Semarang Mgr Albertus Sugiyapranata Pr. Uskup Sugiyapranata lah yang mendorong agar Takhta Suci segera mengakui kemerdekaan Indonesia karena kekuatan asing yang akan terus menjajah Indonesia dan terganggunya kerja-kerja misi kaum misionaris.

Hubungan resmi disahkan pada tahun 1950. Pada tanggal 16 Maret 1950, diumumkan bahwa “Yang Mulia telah berkenan mendirikan Apostolic Internunsiature di Indonesia Serikat, yang berkedudukan di Jakarta, dan pada saat yang sama mengangkat Yang Mulia Mgr George de Jonghe d’Ardoye, sebagai Internunsio Apostolik” (L’Osservatore Romano, 1950).

Pada tanggal 6 April 1950, Mgr d’Ardoye menyerahkan Surat Kepercayaan (Kredensial) kepada Presiden Sukarno. Sebaliknya, pada tanggal 25 Mei 1950, Dubes Sukardjo Wirjopranoto, Utusan Luar Biasa dan Menteri Berkuasa Penuh Republik Indonesia Serikat, menyerahkan Surat Kepercayaan kepada Paus Pius XII.

Sejak saat itu, hubungan kedua negara terus berkembang dan meningkat hingga sekarang. Peningkatan hubungan itu antara lain ditandai dengan semakin banyaknya biarawan dan biarawati Indonesia yang berkarya di Italia. Saat ini, tercatat 1818 biarawan dan biarawati studi dan berkarya di banyak bidang pelayanan. (KBRI Takhta Suci)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini