Sabtu, September 6, 2025

Bacaan dan Renungan Jumat 12 September 2025, Pekan Biasa ke-XXIII (hijau)

Bacaan I – 1Tim. 1:1-2,12-14

Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah, Juruselamat kita, dan Kristus Yesus, dasar pengharapan kita, Kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.

Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku.

Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman.

Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus.

Demikianlah Sabda Tuhan

U. Syukur kepada Allah

Mzm. 16:1,2a,5,7-8,11

  • Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung. Aku berkata kepada TUHAN: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!”
  • Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.
  • Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.
  • Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.
  • Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.

Bacaan Injil – Luk. 6:39-42

Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?

Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.

Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?

Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

Demikianlah Injil Tuhan

U. Terpujilah Kristus

***

Memandang dengan Jujur dan Kasih

Dalam bacaan hari ini, Yesus menggunakan perumpamaan yang sangat kuat tentang orang buta yang menuntun orang buta dan tentang balok di mata sendiri yang tidak kita sadari, sementara kita sibuk melihat selumbar di mata orang lain. Perumpamaan ini mengingatkan kita akan bahaya menghakimi orang lain tanpa terlebih dahulu melakukan refleksi diri yang jujur dan mendalam.

Sering kali kita cepat menilai kesalahan atau kekurangan orang lain, bahkan sampai kita menghakimi dan mengkritik dengan keras. Namun, Yesus menegaskan bahwa sebelum kita mengoreksi sesama, kita harus terlebih dahulu mengoreksi diri sendiri—mengeluarkan “balok” dari mata kita. Jika tidak, bagaimana kita bisa membantu orang lain secara benar? Jika kita tidak sadar akan kelemahan dan dosa kita sendiri, maka kita justru akan jatuh dan membawa orang lain ke dalam kesalahan yang sama.

Renungan ini mengajak kita untuk hidup dalam kerendahan hati dan kejujuran. Kita diundang untuk memeriksa hati kita dan mengenali dosa-dosa yang tersembunyi, sikap egois, iri hati, atau ketidaksabaran yang mungkin kita abaikan. Dengan kesadaran ini, kita dapat bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih penuh kasih. Hanya dengan mengenal kelemahan diri sendiri, kita bisa membantu orang lain tanpa sikap menghakimi atau merendahkan.

Kasih yang sejati selalu hadir bersama kerendahan hati dan pengampunan. Saat kita berani menatap diri sendiri dengan jujur, kita membuka ruang bagi pertobatan dan perubahan. Itulah jalan untuk menjadi murid Yesus yang sejati—murid yang bukan hanya mengkritik, tetapi juga membangun, yang bukan hanya menilai, tetapi juga mengasihi.

Marilah kita mohon kepada Roh Kudus agar membimbing kita melihat diri kita sendiri dengan mata kasih Allah, sehingga kita dapat menjadi pribadi yang membawa damai dan kasih bagi sesama. Biarlah sikap rendah hati dan kelembutan menguasai hati kita dalam menghadapi sesama, sehingga kita dapat menuntun dan menolong dengan bijaksana dan penuh cinta.

Doa Penutup

Tuhan Yesus, ajarlah aku melihat diriku dengan jujur dan rendah hati. Bantu aku mengenali kelemahanku agar aku tidak menghakimi sesama dengan sembarangan. Berikanlah aku hati yang penuh kasih dan sabar, agar aku dapat menjadi pembawa damai dan penghiburan bagi orang lain. Jadikan aku alat kasih-Mu yang rendah hati dan bijaksana. Semoga aku selalu dipenuhi oleh Roh Kudus dalam setiap langkah hidupku. Amin.

***

Nama Tersuci Maria, Ibu Yesus

Menurut Santo Bernardus, nama ‘Maria’ berkaitan dengan kata ‘Mare’ yang berarti ‘laut’. Nama ini kemudian diabadikan dengan menjuluki Maria sebagai “Stella Maris” yang berarti “Bintang Laut”, sebagaimana dinyanyikan dalam hymne “Ave Bintang Laut, sungguh ibu Tuhan, dan tetap perawan, pintu gerbang surga.”

Menurut pengalaman iman banyak orang saleh, orang yang mengalami berbagai kesusahan dan kegelisahan akan terhibur bila memandang bintang itu sambil menyebut nama Maria Bunda Yesus. Oleh karena itu nama manis ini dihormati umat di seantero dunia seperti yang sudah diramalkan Maria sendiri dalam “Magnificat”nya: “Sesungguhnya mulai dari sekarang sekalian bangsa akan menyebut aku berbahagia.” (Luk 1:48)

Santo Guido Anderlecht, Pengaku Iman Guido, yang lazim juga disebut Guy, lahir di Anderlecht, Brussels, Belgia. Hari kelahirannya tidak diketahui dengan pasti. Orangtuanya miskin namun saleh. Oleh pendidikan orangtuanya ia berkembang dewasa menjadi seorang pemuda yang beriman dan taat agama. Ia menerima kemiskinan orangtuanya dengan gembira. Dalam kondisi itu ia bercita-cita melayani orang-orang miskin dengan kemiskinannya.

Guido tergolong dalam bilangan para kudus yang termiskin. Ia seorang musafir miskin seperti Santo Benediktus Labre dan Matt Talbot, buruh miskin yang saleh itu. Semenjak masa mudanya ia sudah menunjukkan keutamaan-keutamaan hidup yang mengagumkan teristimewa dalam hal doa dan pengabdian kepada sesama. Untuk melaksanakan cita-citanya itu secara lebih sempurna, ia meninggalkan kampung halamannya Anderlecht, dan pindah ke Laeken. Di sana ia berkelana ke sana kemari dan menjadi pertapa yang saleh.

Cara hidupnya ini menarik perhatian pastor paroki Laeken. Akhirnya oleh Pastor itu ia diangkat menjadi sakristan di gereja Bunda Maria di Laeken. Seperti Samuel di dalam Bait Allah Yerusalem dahulu, Guido tinggal di dalam rumah Allah, melayani Misa Kudus, membersihkan dan menghiasi gereja. Semua umat senang dengan Guido karena kerajinannya melayani Misa Kudus dan memelihara gereja.

Banyak orang memberinya bantuan keuangan. Dengan uang itu ia membantu orang-orang miskin. Agar lebih banyak membantu orang-orang miskin, ia diajak seorang saudagar kaya untuk ikut serta dalam usaha dagangnya. Ia setuju dengan ajakan itu, lalu meninggalkan tugasnya sebagai pelayan Tuhan di gereja Laeken. Persekutuan dagang dengan saudagar kaya itu mengalami bangkrut mendadak. Guido kewalahan dan kembali mengalami kemelaratan hidup seperti sediakala.

Dalam keadaan itu ia memutuskan kembali lagi ke Laeken untuk menjadi Sakristan. Tetapi tugas itu sudah diambilalih oleh orang lain. Ia semakin bingung dan mulai menyadari hal itu sebagai hukuman Tuhan atas dirinya.

Guido sungguh menyesal dan bertobat atas kebodohannya itu. Ia kemudian berziarah ke Roma dan Tanah Suci dengan berjalan kaki. Setelah tujuh tahun berada di sana, ia kembali ke Anderlecht. Di sana ia meninggal dunia pada tahun 1012 karena penyakit yang dideritanya selama perjalanannya di Tanah Suci. Ia dinyatakan ‘kudus’ karena berbagai mujizat yang terjadi di kuburnya bagi orang-orang yang berdoa di sana.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini