Senin, September 1, 2025

Bacaan dan Renungan Sabtu 6 September 2025; Pekan Biasa ke-XXII (Hijau)

Bacaan I – Kolose 1:21-23

Saudara-saudara, kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.

Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.

Demikianlah Sabda Tuhan.

U. Syukur Kepada Allah.

Mazmur Tanggapan – Mzm. 54:3-4.6.8

Ref. Allahlah penolongku.

  • Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu! Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!
  • Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku. Dengan rela hati aku akan mempersembahkan kurban kepada-Mu. Aku akan bersyukur sebab baiklah nama-Mu, ya Tuhan.

Bait Pengantar Injil – Yohanes 14:6

Ref. Alleluya.

Akulah jalan, kebenaran dan sumber kehidupan, sabda Tuhan. hanya melalui Aku orang sampai kepada Bapa.

Bacaan Injil – Lukas 6:1-5

Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?”

Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

Demikianlah Sabda Tuhan.

U. Terpujilah Kristus.

***

Yesus adalah Tuhan atas Hari Sabat

Pada Hari Sabat, Yesus dan murid-murid-Nya memetik bulir gandum. Tindakan ini mengundang teguran dari orang-orang Farisi, karena dianggap melanggar hukum Sabat. Namun Yesus menanggapi dengan mengingatkan mereka pada kisah Daud yang memakan roti sajian—yang secara hukum hanya boleh dimakan oleh imam. Lalu Yesus menyatakan: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

Apa yang hendak Yesus ajarkan melalui perikop ini? Pertama, hukum Allah tidak boleh dilepaskan dari kasih Allah. Orang Farisi menjadikan Sabat sebagai beban dengan aturan-aturan ketat, padahal Sabat diberikan Allah sebagai hari istirahat dan persekutuan dengan-Nya, bukan sebagai alat penghakiman. Yesus mengembalikan makna sejati Sabat: sebagai kesempatan untuk berbuat baik, memulihkan, dan memberi hidup. Kasih dan belas kasih lebih utama daripada formalitas hukum.

Kedua, Yesus menunjukkan bahwa Ia adalah Tuhan atas Sabat, artinya hukum pun tunduk kepada-Nya. Sabat bukan sekadar kewajiban agama, tetapi tanda relasi antara manusia dan Allah. Maka, saat kita menjalankan ibadah, peraturan, atau tradisi, jangan sampai kita kehilangan makna terdalamnya: relasi kasih dengan Tuhan dan sesama.

Perikop ini menantang kita untuk tidak terjebak pada legalisme rohani—menekankan aturan namun lupa pada kasih. Kita dipanggil untuk melihat hukum Allah bukan sebagai batasan semata, tetapi sebagai sarana untuk membebaskan dan menghidupkan.

Apakah kita selama ini lebih sibuk menilai ketaatan orang lain terhadap aturan, ketimbang melihat hatinya? Apakah kita mengutamakan kasih dalam pelayanan, keluarga, dan hidup sehari-hari?

Yesus tidak meniadakan hukum, tetapi menyempurnakannya dalam kasih. Marilah kita belajar meneladani-Nya, agar kita pun menjadi pribadi yang penuh belas kasih dan bijak dalam menyikapi hukum dan tradisi dalam hidup beriman kita.

Doa Penutup

Tuhan Yesus, Engkau adalah Tuhan atas hari Sabat, Tuhan atas hidup kami. Ajarilah kami untuk mengerti hukum-Mu dengan hati yang penuh kasih, bukan sekadar ketaatan buta. Jauhkan kami dari sikap menghakimi dan ajar kami menjadi pribadi yang memahami, mengampuni, dan menghidupkan. Dalam setiap ibadah dan aturan, mampukan kami melihat wajah-Mu dan kehendak-Mu yang membebaskan. Jadikanlah hidup kami sebagai kesaksian kasih yang mengalir dari relasi yang dalam dengan Engkau. Dalam nama-Mu, Tuhan atas segalanya, kami berdoa. Amin.

***

Beato Thomas Tzugi, dkk, Martir

Thomas lahir di Omura, negeri Jepang dari sebuah keluarga Kristen. Kesaksian hidup para misionaris yang berkarya di tanah airnya menarik perhatiannya semenjak kecil. Oleh karena itu ia bercita – cita menjadi imam. Untuk itu ia kemudian masuk seminari. Di sekolah, ia terkenal cerdas sehingga bisa menamatkan studinya dengan hasil gilang gemilang; ia lalu masuk Serikat Yesus. Thomas kemudian berhasil mencapai cita – citanya dengan menerima tabhisan imamat dalam Serikat Yesus. Kecerdasannya benar – benar terbukti dalam karyanya sebagai imam. Ia terkenal sebagai seorang imam yang rajin dan pengkhotbah yang fasih berbicara.

Ketika terjadi aksi penganiayaan terhadap umat Kristen dan penghambatan besar terhadap karya misi, Thomas mengungsi ke Makao. Namun ia tidak dapat bertahan lama disana. Mengingat saudara – saudaranya yang mengalami berbagai penderitaan dan kekejaman karena imannya dari penguasa setempat, ia akhirnya mengambil keputusan untuk pulang dan menderita bersama – sama dengan mereka. Sebagai pahlawan Kristus, ia pulang untuk berjuang di baris terdepan pembelaan iman Kristen. Tak lama kemudian setelah ia tiba di Omura, ia ditangkap polisi dan diseret kedalam penjara bersama dua orang kawannya. Tigabelas bulan lamanya Thomas bersama dua rekannya meringkuk di dalam penjara.

Pada tanggal 6 September 1627 mereka dibawa ke tempat hukuman mati. Dengan semangat iman yang membara dan keperwiraan, Thomas bersama dua orang rekannya menaiki timbunan kayu yang telah disulut api. Kepada ribuan orang yang datang untuk penyaksikan pembunuhan atas mereka, Thomas memberi wejangan iman mengenal Yesus Kristus. Banyak orang mencucurkan air matanya karena terharu mendengarkan kotbahnya. Mereka menyaksikan bagaimana Thomas meninggal dengan cara yang ajaib. Sekonyong – konyong dari dada Thomas memancarlah api yang menyala – nyala dan bersinar ke angkasa. Nyala api itu adalah jiwanya yang melayang masuk ke dalam kemuliaan surgawi.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini