Minggu, Agustus 3, 2025

Orang Kudus yang Berjalan Sejauh 3.700 mil, untuk Menjadi Seorang Yesuit

TOKYO, Pena Katolik – Pernahkah ada orang Kristen yang lebih teguh daripada Beato Petrus Kibe. Ia adalah salah satu dari lebih dari 200 martir Jepang.

Setelah agama Kristen masuk ke Jepang, Kasue Kibe menjadi salah satu yang terpesona. Ia kemudian tertarik menjadi imam dan ingin bergabung dengan Serikat Yesus (Societas Iesu/SJ). Untuk itu, ia harus berjalan 3700 mil dari Jepang ke Spanyol, untuk measuk biara dan menjadi imam SJ. Namun, ia mengakhiri hidupnya sebagai salah seorang martir di tanah kelahirannya.

Keluarga Kristen

Kibe lahir dari orang tua Kristen di Jepang pada tahun 1587. Ia dibesarkan di negara yang sudah memusuhi agama itu. Status bangsawan (samurai) keluarganya akhirnya tidak melindungi mereka.

Meskipun dianiaya, Kibe masuk seminari Jesuit di Jepang. Ia berharap suatu saat ditahbiskan menjadi imam. Setelah lulus seminari, ia meminta untuk masuk Serikat Yesus tetapi ditolak atasannya. Sang atasan ragu, Kibe memiliki ketekunan teguh untuk bertahan dalam panggilannya.

Alih-alih diterima menjadi Jesuit, Kibe lalu bersumpah secara pribadi bahwa ia akan terus menekuni panggilan Jesuit. Ia menghabiskan delapan tahun bekerja bersama para misionaris Jesuit.

Sampai tiba saatnya, semua misionaris asing diasingkan oleh pemerintah Jepang yang anti-Kristen pada tahun 1614. Peristiwa bisa menjadi “musibah” namun juga menjadi awal sebuah “perjalanan rohani” bagi Kibe. Sebagai penganut Kristen, tak mungkin baginya untuk tetap membertahankan iman, dan tinggal di Jepang. Maka ketika ada ajakan untuk menyertai para biarawan Jesuit untuk meninggalkan Negeri Matahari Terbit, ia pun mengiyakan.

Kibe pergi bersama para Jesuits ke Makaiu (Tiongkok) yang kala itu dikuasai Portugis. Di tempat ini, ia kembali mengajukan diri untuk ditahbiskan, namun ditolak. Saat itu, ia dinilai belum saatnya, bagi seorang pribumi untuk ditahbiskan menjadi imam. Sekali lagi, cita-citanya pupus.

St. Petrus Kasui Kibe SJ

Jarak 3.700 mil

Tekat dan semangat Kibe tetap berkobar. Tanpa gentar, ia terus mencari tempat lain.

Ia lalu berlayar ke Goa. Sayang ia kembali mendapati pintu-pintu di juga tertutup. Di situ ia tidak lagi memikirkan kemungkinan lain, kecuali mendatangi pusat dari kehidupan yang menariknya itu.

Kibe bertekat pergi ke Roma apapun dan bagaimanapun caranya. Rasanya sudah tiba waktu untuk Kibe untuk berangkat ke pusat kekristenan itu. Namun begitu, satu-satunya “jalan menuju ke Roma” hanyalah berjalan kaki.

Kibe mengawali babak ini dengan berjalan kaki dari India ke Tanah Suci. Ia menyusuri Jalur Sutra. Ia berjalan dengan menghidupi dirinya meminta belas kasihan untuk mencukupi kebutuhannya sepanjang perjalanan. Setibanya di sana, Kibe menjadi orang Jepang pertama yang pernah mengunjungi Yerusalem.

Setelah beberapa saat di Yerusalem, Kibe kemudian pergi ke Roma. Ia pun berhasil mencapai biara pusat para Jesuit. Namun apakah tantangan itu sudah sepenuhnya dilalui. Nyatanya tidak.

Di Roma, para Jesuit memeriksa Kibe dan menemukan bahwa ia memiliki pengetahuan yang cukup dan cocok untuk menjadi seorang pendeta. Pada 15 November 1620, ia menjadi imam Yesuit pada usia 32 tahun di Basilika Santo Yohanes Lateran.

Awalnya, Pastor Kibe diminta untuk menjalani novisiat selama dua tahun dengan para calon Yesuit. Setelah ditahbiskan, ia kembali ke Jepang. Kibe meyakinkan atasannya bahwa orang-orang Jepang membutuhkannya segera.

Kembali ke Jepang

Pada abad ke-17, Kibe membutuhkan waktu 14 bulan hanya untuk sampai ke India. Ketika akhirnya tiba di Makau, ia diberitahu bahwa pemerintah Jepang tidak akan mengizinkan orang Kristen berlayar dengan kapal mereka ke Jepang.

Kibe sempat dikejar oleh bajak laut sampai ke Siam, di mana ia mengalami kesulitan yang sama. Selama dua tahun, ia mencoba berlayar dari Siam menuju Manila.

Ia masih belum menemukan kapal yang akan membawanya ke Jepang. Dengan kebesaran tekatnya, ia pun membangun satu kapal.

Namun, perahu itu diserang rayap. Tidak menyerah, Kibe menambal lubang-lubangnya dan berangkat. Dalam perjalanan, perahunya dihantam topan yang menghancurkannya hingga berkeping-keping.

Ketika para korban kapal karam itu sadar kembali, mereka mendapati diri mereka berada di tempat yang sama dengan tempat Santo Fransiskus Xaverius memulai misinya ke Jepang sekitar 80 tahun sebelumnya.

Dengan semangat Xaverius (yang kanonisasinya pernah ia hadiri di Roma), Pastor Kibe akhirnya tiba di Jepang.

Perjalanan panggilan Pastor setidaknya merencang selama 24 tahun, dari awal ia memiliki keinginan menjadi imam sampai akhirnya dapat ditahbiskan. Setibanya di Jeoang, Pastor Kibe menyadari, ia sedang menuju siksaan dan kematian.

Pelayanan Terkahir

Pastor Kibe melayani selama sembilan tahun di bawah ancaman kematian yang terus-menerus. Akhir pelayanannya terjadi ketika ia dikhianati oleh salah satu jemaatnya. Ia dibawa ke hadapan Ferreira seorng mantan pastor yang kemudian menjadi “antek” pemerintah Jepang.

Namun, alih-alih menyerah pada bujukan Ferreira agar ia murtad, Pastor Kibe mengajak Ferreira untuk kembali ke iman Kristen.

“Mari kita mati bersama,” pintanya kepada Ferreira yang terheran-heran.

Meskipun Ferreira mengirimkan seorang penyiksa ulung, Pastor Kibe tidak bergeming. Tekadnya yang keras kepala tak tergoyahkan oleh argumen-argumen Ferreira. Pastor Kibe disiksa tanpa alasan.

Tak sedikit imam yang murtad setelah disiksa oleh pemerintah Jepang kala itu. Namun, Pastor Kibe menyemangati mereka yang tetap bertahan dan menderita bersamanya. Namun, kahirnya Pastor Kibe disingkirkan. Ia dipisahkan dari kelompok para imam yang ditahan. Ada ketakutan, Pastor Kibe akan mempengaruhi para tahanan sehingga tidak mau menjadi murtad.

Saat itu dikenal seorang penyiksa bernama Inoue. Ia paling terkenal di seluruh Jepang dan disebut “orang yang tak mau menyerah”. Inoue akhirnya membunuh Pastor Kibe dengan mengeluarkan isi perutnya.

Pastor Kibe dibeatifikasi bersama 187 rekan martir, yang masih merupakan sebagian kecil dari sekitar 35.000 orang Kristen yang dibunuh di Jepang antara tahun 1597 dan 1639.

Banyak dari kita enggan berkendara setengah jam untuk Misa saat berlibur; Kibe berjalan sejauh 3.700 mil. Kita menyerah pada kehendak Tuhan, ketika satu atau dua rintangan muncul. Pastor Kibe menempuh perjalanan setengah dunia untuk menggapai mimpinya menjadi imam. Kita lari dari penderitaan; Pastor Kibe berlari menuju penderitaan itu.

Keteladan dan kesucian Pastor Kibe dikenang setiap 1 Juli bersama 187 martir Jepang yang lain. Marilah kita memohon perantaraannya agar kita dapat hidup secara radikal bagi Kristus, menolak untuk menyerah pada dosa, tetapi berjuang untuk menjadi seperti yang Tuhan kehendaki. Santo Petrus Kibe, doakanlah kami.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini