Selasa, Juni 24, 2025

Bacaan dan Renungan Senin 30 Juni 2025; Pekan Biasa ke-XIII (Hijau)

Bacaan I – Kej. 18:16-33

Lalu berangkatlah orang-orang itu dari situ dan memandang ke arah Sodom; dan Abraham berjalan bersama-sama dengan mereka untuk mengantarkan mereka.

Berpikirlah TUHAN: “Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?

Bukankah sesungguhnya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat?

Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya.”

Sesudah itu berfirmanlah TUHAN: “Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya.

Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya.”

Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih tetap berdiri di hadapan TUHAN.

Abraham datang mendekat dan berkata: “Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?

Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu?

Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?”

TUHAN berfirman: “Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka.”

Abraham menyahut: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.

Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?” Firman-Nya: “Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana.”

Lagi Abraham melanjutkan perkataannya kepada-Nya: “Sekiranya empat puluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan berbuat demikian karena yang empat puluh itu.”

Katanya: “Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga puluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan berbuat demikian, jika Kudapati tiga puluh di sana.”

Katanya: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan. Sekiranya dua puluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan memusnahkannya karena yang dua puluh itu.”

Katanya: “Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana?” Firman-Nya: “Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu.”

Lalu pergilah TUHAN, setelah Ia selesai berfirman kepada Abraham; dan kembalilah Abraham ke tempat tinggalnya.

Demikianlah Sabda Tuhan

U. Syukur Kepada Allah

Mzm. 103:1-2,3-4,8-9,10-11

  • Dari Daud. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!
  • Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,
  • TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam.

Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia.

Bacaan Injil – Mat. 8:18-22

Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang.

Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: “Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.”

Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.”

Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.”

Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.”

Demikianlah Injil Tuhan

U. Terpujilah Kristus

***

Berbahagialah Mereka yang Tidak Melihat

Dalam perikop ini, kita bertemu dengan Tomas, seorang rasul yang jujur tentang keraguannya. Ia tidak hadir saat Yesus pertama kali menampakkan diri kepada para murid setelah kebangkitan-Nya. Ketika murid lain berkata bahwa mereka telah melihat Tuhan, Tomas berkata, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya… dan mencucukkan tanganku ke lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” (Yoh 20:25)

Reaksi Tomas mungkin tampak keras, tetapi sebetulnya mencerminkan banyak dari kita. Di tengah pergumulan hidup, kita pun kadang mempertanyakan kehadiran Tuhan. Ketika doa terasa tak terjawab, ketika penderitaan tampak tak berujung, iman kita goyah. Namun Yesus tidak menolak Tomas. Sebaliknya, Ia datang secara pribadi, menunjukkan luka-luka-Nya, dan berkata, “Jangan tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” (Yoh 20:27)

Tomas akhirnya berseru, “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh 20:28) – sebuah pengakuan iman yang sangat kuat. Dari seorang yang meragukan, ia menjadi saksi yang meyakinkan.

Yesus kemudian berkata: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” Ini adalah undangan untuk kita semua. Iman bukanlah soal melihat tanda, tetapi mempercayakan diri sepenuhnya kepada Kristus yang hidup, walau tak tampak secara fisik.

Kita dipanggil untuk percaya tanpa bukti kasat mata. Iman seperti inilah yang membuat kita tetap teguh dalam badai kehidupan, sebab kita tahu bahwa Yesus yang bangkit menyertai kita.

Tomas memberi teladan bahwa keraguan bukan akhir dari iman, melainkan bisa menjadi jalan menuju pengakuan yang lebih dalam. Tuhan tidak marah pada keraguan kita, tetapi justru hadir di tengahnya untuk meneguhkan dan membaharui iman kita.

Doa Penutup

Tuhan Yesus yang bangkit, terima kasih karena Engkau sabar atas keraguan kami. Seperti Tomas, kami juga sering meragukan kasih dan kehadiran-Mu, terutama saat hidup terasa berat. Namun Engkau tetap hadir, menampakkan diri-Mu dalam kasih, sabda, dan sakramen. Teguhkanlah iman kami agar kami mampu percaya, meski tidak melihat. Tuntunlah kami menjadi saksi kasih dan kebangkitan-Mu di tengah dunia. Kuatkan kami dalam menghadapi godaan dan tantangan, dan jadikan kami pembawa damai dan harapan bagi sesama. Kami berserah dalam penyelenggaraan-Mu, ya Tuhan. Amin.

***

Santo Bertrandus, Uskup dan Pengaku Iman

Bertrandus adalah seorang imam abad ke enam. Ia lahir pada tahun 553. Keluarganya tergolong kaya raya. Ia dikenal sebagai seorang imam yang pemurah: ia menghadiahkan beberapa bidang tanah warisannya kepada Gereja dan kepada orang-orang miskin.

Ia ditabhiskan imam di Paris dan kemudian dipilih menjadi pemimpin sebuah sekolah. Pada tahun 587, ia dipilih menjadi uskup di Le Mans, sebuah kota kecil yang dihuni orang-orang Perancis.

Ketika pertentangan politik antara kaum Neustria (Perancis Barat) dan kaum Austrasia (Perancis Timur) terjadi, Bertrandus diusir dari takhta keuskupannya selama beberapa tahun. Kemudian raja Clotaire II dari kelompok Neustria memanggilnya kembali untuk memimpin keuskupan.

Dari tuan-tuan tanah yang kaya, Bertrandus menerima sejumlah besar tanah untuk kepentingan Gereja. Tanah-tanah itu dimanfaatkannya untuk membangun gereja dan biara, dan sebuah rumah penginapan untuk para peziarah. Bertrandus meninggal dunia pada tahun 625, pada usia 70 tahun.

Santo Theobaldus, Pertapa

Theobaldus lahir pada tahun 1017 di Provins, Prancis, dari sebuah keluarga bangsawan. Semasa mudanya, ia banyak membaca buku-buku tentang kehidupan Santo Yohanes Pemandi dan riwayat hidup orang-orang kudus lainnya. Bacaan-bacaan ini menimbulkan dalam hatinya benih panggilan Allah untuk menjalani hidup seperti orang-orang kudus itu. Ia sungguh mengagumi cara hidup dan perjuangan para kudus untuk meraih kesempurnaan hidup Kristiani.

Terdorong hasrat besar untuk meniru cara hidup para kudus itu,ia meninggalkan rumah mereka pada tahun 1054 tanpa sepengetahuan orang-tuanya. Ia pergi ke Luxemburg. Disana ia bekerja sepanjang hari di hutan Petingen sebagai pembakar arang bagi tetangga-tetangganya yang bekerja sebagai tukang besi. Sementara itu, ia terus menjalani hidup tapa dan doa secara diam-diam.

Ketika semua orang tahu akan kesucian hidup Theobaldus, banyak orang datang untuk menjadi muridnya. Ia lalu mengasingkan diri ke Salanigo untuk menjalani hidup tapa. Teteapi ia diikuti oleh orang-orang yang tertarik untuk mendapat bimbingannya. Ia kemudian ditabhiskan menjadi imam agar lebih pantas menjalankan tugas-tugas misioner.

Pada tanggal 30 Juni 1066, Theobaldus meninggal dunia karena terserang penyakit yang berbahaya. Ia digelari ‘kudus’ oleh Paus Alexander II pada tahun 1073.

Santa Giacinta Marescotti, Pengaku Iman

Giacinta lahir di Vignarello, Italia pada tahun 1585 dari sebuah keluarga bangsawan. Ia dididik di biara suster-suster Fransiskan. Seorang kakaknya sudah menjadi suster di biara itu. Semasa kecilnyaGiacinta dikenal sebagai anak yang baik namun ia kemudian bertingkah laku jelek ketika adik bungsunya lebih cepat menikah (dengan Marquis Cassizuchi). Dia tersinggung karena merasa dilangkahi oleh adik-adiknya. Sifat baiknya merosot, sebaliknya ia menjadi seorang pendendam di dalam keluarganya. Ia memutuskan masuk biara sekedar iseng-iseng. Ia masuk Ordo Ketiga Santo Fransiskus di Viterbo dengan mengambil nama Giacinta. Sekalipun sudah menjadi seorang suster, namun ia tidak melepaskan cara hidup foyanya dengan harta keluarganya; selama 10 tahun ia benar-benar menjadi batu sandungan bagi rekan-rekannya yang lain.

Pada suatu hari ia jatuh sakit keras. Seorang imam Fransiskan datang mendengarkan pengakuannya dan memberikan peringatan keras tentang cara hidupnya yang tidak sesuai dengan semangat ordonya. Ia bertobat, namun jatuh lagi ke dalam cara hidup seperti sedia kala. Tuhan mencobainya lagi dengan sakit lebih berat. Semenjak itu ia mulai tekun berdoa, bermatiraga dan merobah tingkah laku hidupnya.

Lama kelamaan ia berubah menjadi seorang suster yang saleh dan menjadi pembimbing rohani rekan-rekannya. Nasehat-nasehatnya sangat praktis berdasarkan pengalaman rohaninya sendiri. Ia menekankan pentingnya mengahayati kerendahan hati, menghilangkan sifat-sifat cinta diri, kesabaran memikul salib penderitaan sehari-hari. Cinta dan perhatiannya sangat besar, bukan saja terhadap rekan-rekan susternya tetapi juga terhadap komunitas biara suster lainnya. Ia turut serta mendirikan dua biara di Viterbo yang mengabdikan diri pada bidang pelayanan orang-orang sakit, orang-orang jompo, dan miskin di Viterbo. Ia sendiri mencari dana dengan minta-minta. Giacinta wafat pada tanggal 30 Januari 1640 pada usia 55 tahun. Ia dinyatakan sebagai ‘santa’ pada tahun 1807.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini