Pontianak, Pena Katolik | Dalam wawancara eksklusif bersama Diah Rosanti, penyiar Radio Diah Rosanti 95,9 FM, Agusandi, S.E., M.E., dosen di San Agustin Prodi Keuangan dan Perbankan Kampus II Pontianak, membahas berbagai isu terkait perekonomian Kalimantan Barat, Pontianak, 17 Desember 2024.
Pada kesempatan tersebut, Agusandi memberikan wawasan mendalam tentang tantangan yang dihadapi provinsi ini, serta bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat bertransformasi menjadi pembangunan yang lebih merata dan berkelanjutan.
Agusandi memulai dengan memberikan gambaran tentang kondisi ekonomi Kalimantan Barat pada triwulan ketiga 2024.
Pertumbuhan ekonomi provinsi ini tercatat positif sebesar 4,87%. “Sektor yang mendominasi perekonomian Kalimantan Barat adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan,” jelasnya.
Meskipun sektor-sektor ini memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi, Agusandi mengingatkan bahwa kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor tersebut masih tergolong rendah.
Dari data menunjukkan pertumbuhan yang positif, ada perbedaan mencolok antara angka statistik dan kenyataan di lapangan. Salah satunya adalah tingkat kesejahteraan yang tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi yang tercatat.
Agusandi menekankan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Barat positif, belum tentu itu berujung pada pembangunan ekonomi yang sejati.
“Pertumbuhan ekonomi yang positif belum tentu membawa dampak signifikan pada pembangunan. Misalnya, peningkatan kesempatan kerja atau investasi,” ujar Agusandi.
Hal ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan masyarakat, karena meskipun angka pertumbuhan meningkat, ketimpangan pembangunan antar wilayah tetap terasa.
Menurut Agusandi, salah satu indikator penting dalam pembangunan ekonomi adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
“IPM Kalimantan Barat saat ini terendah kelima di Indonesia. Bahkan, di tingkat Kalimantan sendiri, Kalimantan Barat berada di posisi paling bawah,” katanya dengan prihatin.
IPM ini menggambarkan kualitas hidup masyarakat, yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan pendapatan per kapita. Namun, meskipun ada kemajuan di sektor tertentu, seperti status desa mandiri yang tercatat di peringkat ketiga tertinggi, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak desa yang terjebak dalam kemiskinan dan keterbatasan infrastruktur.
Tantangan Pengangguran dan Bonus Demografi
Salah satu tantangan terbesar di Kalimantan Barat, menurut Agusandi, adalah tingginya tingkat pengangguran, terutama di kalangan generasi muda.
“Setiap tahun, ada 1,3 juta penduduk yang tamat sekolah dan siap mencari pekerjaan, tapi setiap 1% pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap sekitar 100.000 tenaga kerja,” jelasnya.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya 4,87%, pengangguran tetap menjadi masalah besar, khususnya di kalangan lulusan SMA dan perguruan tinggi.
Agusandi menambahkan, untuk mengatasi pengangguran, Kalimantan Barat perlu menarik lebih banyak investor. Namun, ia mengingatkan, birokrasi yang berbelit-belit sering menjadi hambatan.
“Pemerintah perlu mempermudah prosedur izin untuk investor, sehingga mereka dapat dengan cepat menanamkan modal dan menciptakan lapangan pekerjaan,” ungkapnya.
Membangun Infrastruktur untuk Pembangunan yang Merata
Meskipun ada kemajuan dalam beberapa sektor, masih banyak desa di Kalimantan Barat yang terbelakang dalam hal infrastruktur. Agusandi memberi contoh jalan yang sering disebut “aspal bubur” oleh masyarakat, terutama saat musim hujan.
“Infrastruktur yang buruk, seperti jalan yang rusak, menghambat mobilitas dan ekonomi masyarakat. Desa yang masih menghadapi masalah ini tidak bisa dikategorikan sebagai desa mandiri,” tegasnya.
Menurut Agusandi, untuk mewujudkan pembangunan yang merata, pemerintah perlu mengutamakan pembangunan infrastruktur yang lebih baik, terutama di daerah-daerah yang tertinggal.
Agusandi menutup wawancara dengan seruan kepada pemerintah dan masyarakat untuk lebih proaktif dalam meningkatkan perekonomian Kalimantan Barat.
“Pemerintah, masyarakat, dan akademisi harus bekerja sama untuk memastikan pertumbuhan ekonomi benar-benar berkontribusi pada pembangunan yang merata,” ujarnya.
Perkembangan Kota Pontianak
Selain itu, ia mengingatkan pentingnya transformasi digital dalam mendukung sektor UMKM. “UMKM adalah salah satu kunci untuk menyerap tenaga kerja dan menstabilkan ekonomi. Namun, banyak pelaku UMKM yang belum memanfaatkan teknologi digital dengan maksimal. Pemerintah harus lebih intens dalam memberikan pembinaan dan fasilitas agar UMKM dapat berkembang lebih pesat,” ungkapnya.
Agusandi juga menyoroti perkembangan Kota Pontianak yang menjadi salah satu kota dengan IPM terbaik di Kalimantan Barat.
“Pontianak memiliki IPM sebesar 81%, yang jauh lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya. Sektor UMKM, terutama kuliner dan warung kopi, menjadi pendorong utama bagi perekonomian kota ini,” tambahnya.
Namun, ia menekankan bahwa pemerintah harus memastikan bahwa pelaku UMKM membayar upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diperkirakan naik 6,5% pada 2025.
Peluang Bagi Generasi Muda
Sebagai akademisi dan masyarakat, Agusandi berharap agar generasi muda Kalimantan Barat lebih peduli terhadap pembangunan ekonomi di daerah mereka. “Ini adalah masa depan kita, dan kita harus bersama-sama berjuang untuk meningkatkan kualitas hidup di Kalimantan Barat. Jangan hanya menjadi penonton, tetapi terlibat aktif dalam proses pembangunan,” ujarnya dengan penuh semangat. (Sam)