Sabtu, Oktober 5, 2024
27.3 C
Jakarta

Dari Imam Setan ke Pengacara Masyarakat

NAPOLI, Pena Katolik – Di dalam sekte gereja setan, setiap anggotanya fasih dalam melakukan semua ajaran sesat. Mereka dapat memanggil roh, malakukan ramalan, dan mengumbar kenikmatan duniawi. Salah satu yang menjadi anggota dari sekte ini di Napoli, Italia pada tahun 1861 adalah Bartolo Longo.

Pemuda yang lahir dari keluarga Katolik ini terjerumus akibat ketidakpuasannya pada situasi makro di Italia. Sebegai mahasiswa di Universitas Napoli, banyak profesornya adalah mantan pendeta yang menyebarkan kebencian nasionalis terhadap Gereja.

Bartolo menjadi salah satu yang terpengaruh. Setelah ia membenci Gereja, ia justru masuk ke dalam gereja setan. Masa sudah ini harus dilewati Bartolo, sebelum ia akhirnya kembali kepada Tuhan dan menjadi kesatria untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.

Dari Keluarga Kristiani

Bartolo Lahir pada tanggal 10 Februari 1841 dikota Latiano, Italia Selatan dari pasangan Bartolomeo Longo dan Antonina Luparelli. Keduanya adalah pasangan Katolik yang saleh dan berdoa rosario setiap hari.

Bartolo adalah anak yang cerdas, meskipun nakal. Ia mulai kehilangan arah pada usia sepuluh tahun setelah ibunya meninggal. Masa remajanya adalah masa pergolakan besar di negaranya, ketika Garabaldi berusaha melenyapkan negara-kota kepausan dan menyatukan Italia. Pada tahun 1861, Bartolo memulai kuliah di University of Naples jurusan. Ia mengambil jurusan hukum ketika usianya 20 tahun. Pilihan inilah yang kemudian mengantarnya menjadi pengacara.

Gelombang kehidupan pertama adalah ketika Bartolo muda terjerumus masuk ke gereja setan. Dalam kebingungan dan kekosongannya, tanpa Tuhan untuk dituju, ia mulai mengunjungi beberapa medium terkenal di Napoli. Itulah alur perkenalannya dengan ilmu gaib.

Setelah masuk dalam gereja setan ini, Bartolo semakin mendalami bahkan sampai ditahbiskan sebagai imam satanis. Tahbisan ini ia dapatkan setelah masa studi yang intens dan puasa yang sangat ketat. Sebelum tahbisan tubuhnya hanya tinggal kulit dan tulang. Setelah ditahbiskan sebagai pendeta setan, ia menjanjikan jiwanya kepada setan.

Tak ketinggalan seperti anggota lain, Bartolo pun dapat melakukan semua ajaran sesat. Ia bisa memanggil roh, meramal, dan aneka “perbuatan setan” lainnya.

Selama tahun berikutnya, Bartolo mulai memimpin kebaktian-kebaktian setan dan berkhotbah dengan lebih berani dan menghujat Tuhan dan Gereja.

“Saya juga mulai membenci para biarawan, pendeta, dan Paus dan khususnya [saya membenci] para Dominikan, penentang paling tangguh dan keras dari para profesor modern yang hebat itu, yang dinyatakan oleh universitas sebagai putra-putra kemajuan, pembela sains, juara segala jenis kebebasan,” katanya suatu kali.

Situasi ini dipengaruhi juga oleh faktor makro. Saat itu, Gereja Katolik sedang dimusuhi negara. Gereja dipandang sebagai penghalang kemajuan dan kebebasan. Sehingga praktik perdukunan dan sihir berkembang subur di masyarakat. Hal ini juga konon dipengaruhi oleh revolusi Perancis.

Tidak Bahagia

Namun, Bartolo ternyata tidak bahagia dengan kehidupan ini. Sebaliknya, ia diliputi depresi, kecemasan, dan paranoia. Keluarganya di rumah mencoba berbicara kepadanya tentang jalan yang telah dipilihnya, tetapi tidak berhasil. Mereka mulai berdoa dan meminta bantuan dari siapa pun yang dapat mengulurkan tangan.

Di saat seperti inilah, ia seperti mendengar suara almarhum ayahnya, yang menghendaki ia “kembali” pada Tuhan. Bartolo pun mengikuti suara itu. Apalagi, saat itu ia berjumpa dengan Vincenzo Pepe, seorang dosen Katolik di Universitas Napoli. Pepe mendekati Bartolo dan berusaha membantunya.

“Apakah kamu ingin mati di rumah sakit jiwa dan dikutuk selamanya?” kata Pepe suatu kali.

Bartolo tidak dapat mengabaikan kondisi psikologis dan fisiologis yang dialaminya. Pepe akhirnya meyakinkannya untuk menemui seorang imam Dominikan, Pastor Alberto Radente OP.

Di sinilah, Ordo Dominikan yang tadinya ia benci setengah mati, akhirnya yang menjadi “pintu” pertama ketika Bartolo ingin kembali kepada Tuhan. Setelah tiga minggu berbincang-bincang Panjang dengan Pastor Radente, Bartolo kembali ke Gereja dan menerima pengampunan pada Hari Raya Hati Kudus pada tahun 1865.

Untuk mengawasinya selama masa pertobatannya, Pepe mengizinkan Bartolo tinggal bersamanya. Di sini, Bartolo semakin inten bergaul dengan umat Katolik yang setia dan berdedikasi. Setiap hari selama dua tahun, sebagai penebusan dosa yang dipaksakan secara sukarela, Bartolo bekerja di Rumah Sakit Neapolitan.

Menjadi Dominikan

Berkat terapi rohaninya, Pastor Radente bisa menyadarkan Bartolo dari kuasa gelap. Sehingga pada tanggal 23 Juni 1865, Bartolo menerima komuni lagi. Sejak itu, setelah menyelesaikan studinya, Bartolo kemudian berpraktek sebagai pengacara.

Maret 1871, Bartolo bergabung dengan ordo ketiga Dominikan. Inilah gelombang kedua kehidupan Bartolo yang ditandai dengan mendengarkan ajakan Tuhan dan bertobat.

Bartolo lalu menikah dengan Countess Marianna Farnanaro, janda dari juragan tanah di Pompei, bernama Count Albenzio de Fusco. Keputusan yang mengharuskan Bartolo pindah ke Pompei, yang kumuh dan miskin.

Di sana, Bartolo memulai gelombang ketiga dalam hidupnya yaitu pewartaan dan perutusan. Waktu itu di Pompei hanya ada satu gereja dan kondisinya reyot. Tetapi, yang lebih parah adalah masyarakatnya yang mengalami erosi kesetiaan, percaya tahayul, dan miskin pengetahuan katekis.

Disinilah Tuhan mempercayakan segala hal pada Bartolo untuk membangun Gereja St. Maria Ratu Rosari. Kemudian dengan kemampuan komunikasinya, Bartolo berhasil mengembalilkan ilmu sesat masyarakat ke jalan yang benar.

Kembali Kepada Tuhan

Apa yang dapat diimani dari kisah hidup Bartolo Longo? Tuhan akan mengampuni semua orang yang bertobat. Dalam perjalanannya, Bartolo sudah jauh meninggalkan ajaran Kristus, tapi dengan kuasa-Nya, Tuhan memanggil kembali.

Hal ini mengingatkan pada kisah Saulus yang kemudian menjadi Santo Paulus salah satu rasul kepercayaanNya. Setiap orang mengalami pasang surut dalam kehidupan seperti juga Bartolo, hendaknya kita jangan mengucilkan, menghakimi atau memandang rendah mereka.

Tetapi, kita hendaknya tetap menjadi pelayan Tuhan yang siap melayani saudara-saudara kita ini untuk kembali kejalan yang benar, seperti yang dilakukan Vizenzo Pepe dan pastor Alberto Radente. Semua kelebihan yang diberikan Tuhan pada kita akan membuahkan sesuatu yang baik bilamana kita mengikuti jalan Tuhan.

Hal ini tercermin dari kisah kelam Bartolo saat masuk ke neraka “gereja setan”. Ia akhirnya menjawab “ya” untuk keluar dari lingkaran sesat itu. Selain dipulihkan Tuhan menggunakan kemampuannya baik duniawi maupun iman kepercayaannya.

Bartolo wafat pada 5 Oktober 1926. Saat ini, jenazahnya disemayamkan di Gereja Santa Perawan Rosario Pompei. Tulisan-tulisan rohani Longo disetujui oleh para teolog pada tanggal 1 Februari 1939 dan 4 April 1943. Proses beatifikasinya secara resmi dibuka pada tanggal 28 Februari 1947. Di situlah ia diberi gelar Hamba Tuhan. Pada tanggal 26 Oktober 1980, Beato Bartolo Longo dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II. Paus itu memanggil Bartolo sebagai “Rasul Rosario”. Paus asal Polandia itu juga menyebutkan Bartolo secara khusus dalam surat apostoliknya Rosarium Virginis Mariae. (Dominikan Awam)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini