Senin, November 25, 2024
28.2 C
Jakarta

Panggilan Paus Fransiskus dan Suburnya Panggilan di Indonesia

JAKARTA, Pena Katolik – Paus Fransiskus mengatakan bahwa di tengah krisis panggilan, Indonesia adalah tempat di mana panggilan masih ada. Hal ini diungkapkan Paus saat memimpin Misa Pesta Pesta Yesus dipersembahkan dalam Bait Allah pada 2 Februari 2022, yang juga menandai Hari Doa Sedunia untuk Hidup Bakti.

“Ada krisis, ya bukalah hati. Kurang panggilan, pergilah ke pulau-pulau di Indonesia untuk menemukan seseorang di sana,” demikian kata Paus dalam kotbahnya 4 Februari 2022.

Pada Hari Doa Sedunia untuk Hidup Bakti ini, di Basilika Santo Petrus Paus bersama para anggota Institut Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan, dan dia mengatakan bahwa “ini adalah pertanyaan yang setiap orang, khususnya para biarawan dan biarawati, perlu bertanya.”

“Roh menggerakkan kita untuk melihat Tuhan dalam kekecilan dan kerentanan seorang bayi, namun terkadang kita mengambil risiko melihat pentahbisan kita hanya dalam hal hasil, tujuan, dan kesuksesan: kita mencari pengaruh, visibilitas, untuk angka.”

Paus Menemukan Panggilannya

Lalu, bagaimanakah Paus Fransiskus menemukan panggilannya? Adakah keinginan untuk menjadi imam, telah tumbuh saat ia masih belia?

Pada tanggal 21 September 1953, Jorge Mario Bergoglio muda – nama kecil Paus Fransiskus –mendapatkan pengalaman belas kasih. Pengalaman inilah yang menjadi momen menentukan dalam hidupnya. Pengalaman itu menuntunnya pada panggilannya sebagai seorang imam.

Saat itu, Jorge hampir berusia 17 tahun. Pada tanggal 11 Maret 1958, ia masuk novisiat Serikat Yesus. Selanjutnya,pada tanggal 13 Desember 1969, hanya beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang ketiga puluh tiga, Jorge Mario Bergoglio ditahbiskan menjadi imam.

Di Argentina, tanggal 21 September menandai Hari Raya Pelajar. Bagi Gereja, ini adalah Hari Raya Santo Matius, seorang pendosa yang dipanggil oleh Yesus untuk menjadi Rasul. Paus sendiri pada tahun 2013 menceritakan apa yang terjadi pada hari yang sangat istimewa itu, ketika ia menemukan panggilannya pada tahun 1953.

“Sebelum pergi ke pesta, saya melewati gereja paroki yang saya tuju. Saya bertemu dengan seorang imam yang tidak saya kenal, dan merasa perlu untuk mengaku dosa,” kenang Paus Fransiskus.

Saat itu, Jorge menyadari sebuah “pengalaman perjumpaan”. Ia merasa ada seseorang yang menunggunya. Pengalaman ini tak langsung dipahami, namun ia menangkapnya sebagai sebuah pengalaman penting.

“Tapi aku tidak tahu apa yang terjadi, aku tidak ingat, aku tidak begitu tahu mengapa imam itu ada di sana. Ia tidak kukenal. Mengapa aku merasakan dorongan untuk mengaku dosa? Tapi sebenarnya ada seseorang yang sedang menungguku,” kenang Paus Fransiskus.

Paus menceritakan, bahwa ternyata imam itu sudah lama menunggu. Setelah pengakuan dosa, ia merasakan ada sesuatu yang berubah. Pada saat itu, ia menyadari sebagai pribadi yang tidak sama lagi.

“Aku hanya mendengar seperti sebuah suara, sebuah panggilan: ‘saya harus menjadi seorang imam’,” kenang Paus Fransiskus.

Paus Fransiskus bercanda dengan beberapa imam dalam sebuah audiensi di Vatikan. Vatican News
Paus Fransiskus bercanda dengan beberapa imam dalam sebuah audiensi di Vatikan. Vatican News

Panggilan Paus dan St. Matius

Pengalaman dalam iman semacam ini penting, setiap orang harus mencari Tuhan, datang kepada-Nya untuk meminta pengampunan, tetapi ketika seseorang akhirnya pergi, Tuhan telah menunggu, Dia yang pertama berinisiatif.

“Anda [seorang] orang berdosa, tetapi Dia menunggu untuk mengampunimu,” kenang Paus.

Paus menceritakan pengalaman panggilannya ini saat memimpin Misa Vigil Pentakosta 18 Mei 2013.

Panggilan Paus Fransiskus lahir dalam pengalaman belas kasihan Tuhan. Paus Fransiskus memilih “Miserando atque eligendo” sebagai motonya, yang diambil dari Homili St. Bede Yang Mulia (Hom. 21; CCL 122, 149-151).

Pengalaman panggilan ini oleh Paus Fransiskus lalu dikaitkan dengan episode Injil tentang panggilan St. Matius. “Vidit ergo lesus publicanum et quia miserando atque eligendo vidit, ait illi sequere me” ‘Yesus melihat pemungut pajak dan, karena Dia melihatnya melalui mata belas kasihan dan memilihnya, Dia berkata kepadanya: Ikuti aku’.

Paus Fransiskus telah berulang kali menggambarkan lukisan panggilan St. Matius karya Caravaggio di Gereja San Luigi dei Francesi di Roma, Italia. Lukisan in sering ia amati. Ada arti penting yang direnungkan Paus Fransiskus, dalam kisah perjumpaan Matius dengan Yesus.

“Yesus datang dari penyembuhan orang lumpuh dan saat dia pergi dia menemukan pria bernama Matius. Injil mengatakan: ‘Dia melihat seorang pria bernama Matius.’ Dan di mana pria ini? Duduk di kantor pajak. Salah satu dari mereka yang membuat orang-orang Israel membayar pajak, untuk memberikannya kepada orang-orang Romawi: seorang pengkhianat negaranya.”

Paus Fransiskus terkesan, dalam lukisan itu Yesus menunjuk ke arah Matius, namun orang yang ditunjuk itu seakan sulit melepaskan tangannya dari uang yang ada di hadapannya.

“Jari Yesus yang seperti itu, ke arah Matius. Begitulah aku. Itulah yang aku rasakan. Seperti Matius. Sikap Matius itulah yang mengejutkanku: dia mengambil uangnya, seolah mengatakan: ‘tidak, bukan aku! Tidak, uang ini milikku!”

Namun, Paus kemudian menjelaskan, bahwa kesimpulan dari perjumpaan itu adalah Matius yang meninggalkan semua dan mengikuti Yesus.

“Inilah aku: seorang pendosa yang kepadanya Tuhan mengalihkan pandangannya. Dan inilah yang saya katakan ketika mereka bertanya apakah saya akan menerima pemilihan saya sebagai Paus,” ujar Paus Fransiskus.

Teladan Imam

Dalam Suratnya kepada Para Imam untuk peringatan 160 tahun wafatnya St. Yohanes Maria Vianny, pastor projo dari Ars, Paus Fransiskus mengucapkan terima kasih kepada para imam, yang menjadikan hidup mereka sebagai karya belas kasihan di wilayah atau situasi yang seringkali tidak ramah. Ia berterima kasih kepada para imam yang bertugas di tempat jauh atau ditinggalkan, bahkan dengan risiko yang mereka tanggung sendiri.

Paus berterima kasih kepada mereka atas teladan mereka yang berani dan terus-menerus dan mengajak mereka untuk tidak berkecil hati. Paus Fransiskus mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada semua imam yang dengan setia dan murah hati menghabiskan hidup mereka untuk melayani orang lain.

Pada Misa Krisma di Basilika Santo Petrus, pada Kamis Putih 2015, Paus Fransiskus berbicara secara terbuka tentang “kelelahan para imam”, dan mengatakan bahwa hal itu sering kali ada dalam pikirannya.

“Saya memikirkannya dan sering mendoakannya, terutama ketika saya sendiri sedang lelah. Saya berdoa untuk Anda saat Anda bekerja di tengah umat Tuhan yang dipercayakan kepada Anda, banyak dari Anda berada di tempat yang sepi dan berbahaya. (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini