JAKARTA, Pena Katolik – Malam itu, dua saudara yang dikirim untuk mencari makanan tidak membawa apa-apa untuk dimakan. Para Dominikan awal mendapat makanan dari mengemis. Sebenarnya, mereka memperoleh sedikit makanan. Tetapi dalam perjalanan pulang, mereka bertemu seseorang yang kelaparan. Tergerak oleh belas kasihan, mereka memberikan makanan yang mereka kumpulkan pada orang tersebut dan berjalan pulang dengan tangan hampa.
Dominikus tidak menjadi sedih menyaksikan hal tersebut. Dengan sukacita, dia memanggil saudara-saudara untuk berkumpul di meja makan. Setelah mereka semua duduk di meja, dia mengajak mereka untuk mengucap syukur dan memuji Tuhan. Puji-pujian yang mereka panjatkan dengan sukacita menghapus kesedihan karena tidak ada makanan saat itu.
Tiba-tiba, dua orang berpakaian putih masuk membawa dua bakul roti. Mereka membagikan roti ke piring masing-masing. Kemudian mereka melayani saudara-saudara sampai semua selesai makan lalu menghilang. Kisah ini menjadi mujizat pertama Dominikus di hadapan saudara-saudaranya.
Menjadi satu meja bersama Dominikus, kita diundang untuk mempersembahkan diri kita bagi saudara-saudari kita. Persembahan tidak melulu berbentuk materi. Kita mungkin malahan tidak memiliki apa-apa untuk dibawa dan disajikan. Tapi kita turut diundang meski kita tidak punya apa- apa. Seperti apa yang dilakukan Dominikus ketika mengetahui mereka tidak memiliki makanan untuk dimakan malam itu, dia memanggil mereka untuk berkumpul. “Mari, kita siapkan mejanya!” Ketika kita diundang, bukan karena apa yang kita punya tetapi siapa pribadi kita. Our presence becomes a present. Kehadiran kita mejadi sumber sukacita bagi yang punya hajat. Dia tidak mengharapkan buah tangan kita. Dia sudah menyiapkan sukacita untuk dibagikan bersama kita di meja. Dia bahkan tidak menolak jika kita membawa kesedihan ke atas meja. Mengikuti kata-kata Yesus, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Dominikus dengan lantang mengundang kita untuk mempersembahkan kesulitan, kesedihan, ketidakberdayaan kita untuk kita bagikan bersama saudara-saudara dalam perjamuan.
Dominikus mengucap syukur dan memuji Tuhan di meja. Segala sesuatu yang tersedia di meja dipersembahkan kepada Tuhan. Kebaikan menjadi persembahan yang menggembirakan. Kesukaran dan ketidakmampuan juga menjadi persembahan yang tidak kalah menggembirakan. Semua disatukan bersama dalam ucapan syukur. Semua dapat kita persembahkan di meja, karena Tuhan selalu menyertai kita. Dalam kegembiraan, Tuhan hadir. Dalam tangis, Tuhan juga hadir. Tawa dan tangis datang berganti, dan Tuhan selalu hadir. Tuhan, terima kasih persembahan kami kau ubah menjadi berkat.
Dominikus mengubah berkat yang diterima menjadi rahmat bagi orang lain. Ketika kita makan bersama, kita tidak hanya memperoleh nutrisi dari setiap makanan yang kita konsumsi. Kita juga mengenyangkan jiwa kita dengan cerita yang kita bagikan atau orang lain bagikan kepada kita. Kita mendengarkan kisah-kisah yang menghibur atau kisah-kisah sedih yang menguatkan. Kita belajar menjadi motivator atau sekedar menjadi pendengar yang baik bagi teman makan kita. Tentu saja tidak ada handphone atau infotaiment televisi yang mengganggu waktu intim tersebut. Dari setiap nutrisi yang kita serap, raga dan jiwa, kita memampukan kita menjadi rahmat bagi orang-orang di sekeliling kita.
Hal menarik dalam Dies Natalis Santo Dominikus ke 800 ini, kita dikumpulkan dalam sebuah meja virtual. Dengan masih tingginya angka penularan covid-19, kita dicegah untuk berkerumun dan berkumpul. Alhasil, kita hanya dapat bertemu secara virtual. Sedih memang, tapi tak disangka ini merupakan jalan rahmat. Melalui Zoom, lebih banyak orang dapat hadir. Tidak seperti pertemuan tatap muka yang dibatasi gedung atau perjalanan yang memakan waktu, kali ini lebih banyak wajah-wajah baru yang kita jarang lihat dapat hadir dalam sarasehan. Lebih banyak peserta, banyak pula berkat yang dapat kita terima dan lebih besar lagi rahmat yang bisa kita bagikan setelah acara ini selesai. Dominikus ternyata sudah menyiapkan jalannya agar kita dapat menjadi pewarta rahmat seperti beliau. Santo Dominikus, doakanlah kami.