JAKARTA, Pena Katolik – Kebanyakan masyarakat di negara-negara Asia Selatan dan Tenggara bersikap toleran terhadap keberagaman agama. Masyarakat Asia menganggap kelompok agama minoritas sesuai dengan budaya dan nilai-nilai bangsa. Temuan ini menjadi kesimpulan dari survei terbaru yang di lakukan Pew Research Center, sebuah lembaga penelitian yang berpusat di Washington D. C., Amerika Serikat.
Survei ini diumumkan pada 12 September 2023. Penelitian ini mensurvei orang-orang di tiga negara mayoritas Buddha, Sri Lanka, Thailand, dan Kamboja, selain itu ada dua negara mayoritas Muslim yaitu: Indonesia dan Malaysia, serta Singapura yang multi-agama.
Di keenam negara tersebut, mayoritas menerima pemeluk agama lain, meskipun merupakan agama minoritas, sebagai bagian dari budaya dan nilai-nilai nasional mereka. Mayoritas tidak mengungkapkan sentimen negatif terhadap keberagaman agama.
Di Sri Lanka, Pew menemukan bahwa 68 persen responden mengatakan agama Kristen dan Hindu selaras dengan budaya dan nilai-nilai Sri Lanka. Sri Lanka adalah negara dengan 70 persen merupakan penganut agama Buddha dari 22 juta penduduknya.
Di Malaysia, yang mayoritas penduduknya Muslim, sebanyak 67 persen mengatakan bahwa agama Buddha selaras dengan budaya dan nilai-nilai Malaysia. Masyarakat di keenam negara menganggap agama Kristen sesuai dengan budaya nasional mereka, tetapi pada tingkat yang berbeda-beda. Kurang dari separuh masyarakat (44 persen) di Kamboja mengatakan agama Kristen sesuai dengan budaya mereka.
Namun lebih banyak masyarakat di Indonesia (60 persen), Malaysia (65 persen), Sri Lanka (68 persen), dan Thailand (73 persen) menganggap agama Kristen sesuai dengan budaya nasional mereka. Paling besar mayoritas orang di Singapura (89 persen) menganggap budaya Kristen sesuai dengan budaya nasional mereka.
Keberagaman Diterima
Ketika ditanya apakah keberagaman agama menjadikan negara mereka “tempat yang lebih baik untuk ditinggali”, sebagian besar orang setuju atau mengatakan hal itu tidak menjadi masalah. Sebagian besar responden mengatakan hal itu tidak menjadi masalah, secara keseluruhan berjumlah hampir 90 persen.
Hanya enam persen responden di Indonesia dan Sri Lanka mengungkapkan sentimen negatif tersebut, namun lebih banyak orang yang mengungkapkan sentimen serupa di Thailand (11 persen) dan Kamboja (12 persen). Empat persen warga Singapura dan Malaysia yang mengatakan keberagaman agama menjadikan negara mereka tempat terburuk untuk ditinggali. Ini bearti hanya sedikit orang yang berbicara negatif tentang keberagaman agama.
Orang-orang yang tergabung dalam semua kelompok agama besar di negara-negara ini mengatakan bahwa mereka bersedia menerima anggota komunitas agama yang berbeda sebagai tetangga. Di Sri Lanka, umat Hindu diterima sebagai tetangga oleh sekitar 81 persen umat Buddha. Demikian pula, sekitar 85 persen umat Hindu mengatakan bahwa mereka merasakan hal yang sama terhadap umat Buddha.
Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih menerima tetangga yang beragama lain. Misalnya, sekitar 80 persen masyarakat Indonesia yang memiliki setidaknya tingkat pendidikan menengah (SMA) mengatakan bahwa mereka akan menerima penganut agama tradisional Tiongkok sebagai tetangga mereka, dibandingkan dengan 55 persen masyarakat Indonesia yang berpendidikan lebih rendah.
Bagaimana dengan Karma?
Persentasi responden laki-laki lebih cenderung menerima penganut agama lain sebagai tetangga dibandingkan perempuan. Kelompok agama di wilayah tersebut juga menunjukkan “tanda-tanda kesamaan keyakinan dan praktik keagamaan lintas agama.”
“Mayoritas besar di hampir setiap komunitas agama besar di enam negara mengatakan bahwa karma itu ada, meskipun kepercayaan terhadap karma tidak secara tradisional dikaitkan dengan semua kelompok agama yang disurvei,” kata laporan itu.
Karma, umumnya dikaitkan dengan agama Hindu, mengacu pada gagasan bahwa orang akan mendapatkan keuntungan atau penderitaan sesuai dengan perbuatan baik atau buruk mereka, sering kali di kehidupan mendatang. Temuan penting lainnya adalah kenyataan bahwa banyak orang memberikan penghormatan kepada dewa atau tokoh pendiri yang secara tradisional tidak dianggap sebagai bagian dari agama mereka.
Di Sri Lanka, umat Hindu (66 persen) berdoa kepada Yesus Kristus, Muslim (62 persen) dan Kristen (48 persen) mengatakan mereka berdoa kepada dewa Hindu Ganesh, yang dianggap sebagai penghilang hambatan.