Jumat, November 22, 2024
33.6 C
Jakarta

Mengolah Setiap Pengalaman Agar Lebih Mencintai

Pemerenungan dalam peristiwa, Misa Jumat Pertama pada 5 Agustus 2022 Jumper Agustus, Pastor Agustinus Keluli OCD

Pena Katolik, Santa Clara, Denpasar Bali– Renungan yang dibawa oleh Pastor Agustinus Keluli OCD dalam Misa Jumat Pertama pada 5 Agustus 2022 mengajak Opa-Oma untuk lebih menyadari bahwa setiap pengalaman hidup adalah proses untuk mencintai Tuhan dan menyadari Tuhan lebih dekat. Oma dan Opa, serta saudara-saudari yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Setiap perjumpaan selalu punya daya upah.

Kadang jika orang berjumpa dengan orang baik dan yang rendah hati, maka upahnya terjadi ada sukacita, keceriaan, kebahagiaan dan sebagainya. Karena mereka menjumpai orang yang positif.

Dalam renungannya Pastor Agustinus mengungkapkan tidak jarang juga kadang manusia berjumpa dengan orang-orang yang angkuh, sombong, menyesatkan dan yang beraura negatif maka punya pengaruh terhadap mereka. Akibatnya kita menjadi kesal, kita bisa menjadi marah, dan kita berpikir hal-hal negatif tentang orang tersebut.

Kisah dalam Kitab Suci bahwa peristiwa perjumpaan dengan Yesus orang-orang selalu merasakan perubahan yang dasyat. Selalu ada pembaharuan hidup, yang sakit disembuhkan, yang lumpuh berjalan, yang berdosa disembuhkan.

“Hari ini kita berkumpul untuk mau berjumpa dan bersatu dengan Yesus dalam ekaristi yaitu dalam komuni. Untuk itu kita selalu membawa Yesus dalam kehidupan kita untuk itu perjumpaan itu harus selalu dirindukan dan diberikan hal yang mendalam sehingga perjumpaan itu bisa menjadi transformasi (menjadi perubahan dalam hidup),” kata Pastor Agustinus.

Dihadapan para Oma-Opa, Pastor Agustinus kembali mengajak mereka untuk merasakan perjumpaan kasih bersama Yesus Kristus. Oleh karenanya dalam perjumpaan haruslah memiliki semangat kerinduan akan Kristus yang mendalam agar setiap pertemuan selalu membawa perubahan hidup baru.

Manusia yang punya kelemahan, kerapuhan, yang kerap kali tidak setia, dan jatuh kedalam dosa, haruslah mohon kerahiman Tuhan, karena Tuhan itu maha setia, sebab Bapa tidak pernah menyangkal diri-Nya sendiri, karena cinta-Nya lestari dan abadi untuk mencintai umatnya.

“Oleh karena cinta-Nya, maka kita harus mencintai Tuhan sama seperi Tuhan mencintai mencintai kita,” pungkas Pastor Agustinus.

Salib adalah pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan

Opa-oma saudari yang dikasihi dalam Kristus.

Kita semua punya salib, baik dileher maupun di rumah. Salib itu bukan sekedar hiasan tapi adalah identitas kristiani, jadi diri kita sebagai kristiani. Sesuatu yang harus melekat dalam diri kita. Tanpa salib tidak ada kristianitas.

Salib harus menjadi sesuatu yang esensil dalam hidup kita dan harus dimengerti, dipahami, dimaknai dan dijiwai. Kita memahaminya arti sebuah salib dalam kehidupan kristianitas, maka kita tidak tahu apa yang menjadi tujuan dari kehidupan kita. Kita menjadi orang-orang yang tidak melakukan hal apa yang terpenting yang harus menjadi skala prioritas.

Hal yang keluaran saja, bukan inti dari sebuah kehidupan. Karena itu ketika kita melihat salib, ketika kita selalu mengenakan salib harus paham, apa itu makna salib itu bagi kita. Dengan itu memahaminya maka kita akan memperjuangkan nilai dibalik salib itu. Salib itu bukan hanya sekedar simbolisme, tapi sebuah realitas, sebuah kenyataan hidup yang kita hadapi dari waktu ke waktu dari hari ke hari.

Dan memang harus selalu dimaknai. Salib itu adalah kenyataan-kenyataan yang tidak menyenangkan sebuah konsekuensi dari kemuridan dari konsekuensi menjadi seorang Katolik.

Saudara kristiani, keberpihakan kita kepada Kristus, membawa konsekuensi kepada kita akan dimusuhi, dibenci, akan diperlakukan secara tidak adil tetapi dalam situasi seperti ini, kenyataan seperti ini, jika kita tidak memahami makna dari sebuah penderitaan dan dari sebuah konsekuensi, keberpihakan kepada kebenaran kepada Kristus, maka kita akan mudah melakukan kompromi mudah untuk mengadaikan nilai yang tertinggi demi hal yang sederhana, yang remeh temeh, yang semu.

Cinta harus dimurnikan

Ketika ada kesulitan dan tantangan jika tidak dimaknai sebagai suatu salib, maka penderitaan itu sia-sia malah membuat kita akan menjauh dari Tuhan, karena kita melihat kesulitan, penderitaan sebagai sebuah tantangan itu sebagai ketidakberpihakan Tuhan kepada kita.

Tetapi ketika kita mau merenungkan dan mau merefleksikan dalam peran salib Yesus, kita akan sadari bahwa Tuhan begitu dekat dengan kita. Karena memang cinta harus dimurnikan, sama seperti emas harus dimurnikan dalam perapian.

Iman, cinta kita kepada Tuhan harus dimurnikan dalam salib, dalam penderitaan untuk melihat, menguji, kesejatian, otensitas cinta kita kepada Tuhan. Karena dua hal itu bisa bersatu maka harus terjadi persesuaian, kemurnian cinta Allah harus juga dipadukan, disinkronkan dengan kemurnian cinta kita.

Kita berjuang dengan kelemahan tapi kita berjuang untuk memurnikan cinta itu. Kita berusaha untuk mencintai Tuhan sama seperti Tuhan telah mencintai kita. Kita mencintai sesama, dalam perjanjian lama takaran, ukurannya adalah diri kita sendiri tetapi dalam perjanjian baru, Yesus katakana “kita mencintai sesama sama seperti Tuhan telah mencintai kita”.

Ukurannya bukan diri kita lagi, tetapi cinta kepada kita oleh Tuhan karena semakin kita dicintai Tuhan, begitu juga kita harus semakin mencintai sesama.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, kita harus mengolah setiap pengalaman yang terjadi dalam hidup kita terutama penderitaan dan salib sebagai sesuatu kekuatan dan rahmat. Sebagaimana Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus mengatakan “ Segala sesuatu itu adalah rahmat, apapun bentuk pengalaman hidup” kesulitan, tantangan, penderitaan, kebahagiaan, suka cita dan sebagainya harus dilihat sebagai suatu rahmat.

Kita melihat seorang pemulung yang bekerja mengais rezeki di tempat sampah, ditambah bau tempat sampah tidak sedap hanya demi keberlangsungan hidup dan mencari makan untuk anak-anaknya. Dari hal-hal yang busuk, dibuang orang dan yang tidak berguna tetapi mereka masih menemukan sesuatu yang masih bernilai karena itu mengangkat kita pada pemerenungan, pengalaman-pengalaman hidup yang tidak menyenangkan.

Katakanlah penderitaan, kesulitan dan kita harus diantar dalam suatu pemerenungan bahwa apa yang mau kehendaki dengan pengalaman-pengalaman seperti ini. Mungkin Tuhan mau menyadarkan karena kita mulai jauh dan tidak setia lagi dengan jalan Salib Yesus karena itu harus segera kembali, dengan berbagai peristiwa, pandemi, kematian dan semua yang tak terduga. Hal itu mengingatkan semua hidup ini akan berlalu, dan manusia akan mempertanggungjawabkan semua yang telah diperbuat pada akhir kehidupan manusia. Karena itu harus segera kembali untuk dilahirkan kembali, kita harus segera berubah, bertobat.

Jangan berhenti ditengah jalan

Bertobat tidak hanya dengan berhentinya berbuat dosa, tetapi kita harus bertumbuh dalam damai dan kebajikan. Agar kita berusaha untuk menyerupai dengan Kristus sama seperti Tuhan memberikan diri-Nya untuk kita, mencintai kita.

Sebagaimana Yesus katakan “barangsiapa mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal diri” memikul salib dan mengikuti Dia kemudian kita harus sampai ke Golgota agar kita sampai ke puncaknya yaitu perubahan, penganugrahan terhadap semua yang telah kita lalui. Oleh sebab itu jangan pernah kita mau berhenti ditengah jalan dalam memikul salib, karena yang terpenting kita harus memaknai Salib.

Menyangkal diri berarti mengesampingkan semua hal yang bukan menjadi tujuan utama, dan mengutamakan kepentingan Allah yaitu kehendak-Nya. Perjumpaan dengan Yesus selalu memiliki perubahan dan pembaharuan, asal memiliki kerinduan dengan-Nya dan mau menerima Yesus, mau menyerahkan diri dan mau diubah oleh-Nya. Mari melakukan penghayatan itu secara tulus dan bahagia, maka akan mendapatkan sukacita yang besar dalam kehidupan. Semoga!!!

By. Samuel- Pena Katolik

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini