Meskipun banyak pemrotes, yang menerjang jalan-jalan Hong Kong untuk menandai peringatan 32 tahun pembantaian Lapangan Tiananmen, ditangkap, dan ribuan warga Hong Kong mencari cara-cara inventif untuk menunjukkan solidaritas mereka tanpa melanggar hukum, ratusan orang berkumpul di gereja-gereja secara legal untuk mengenang orang-orang yang meninggal itu, pada hari Jumat, 4 Juni 2021.
Hari itu adalah tahun kedua otoritas Hong Kong melarang kegiatan lilin bernyala secara publik untuk para korban tindakan keras 1989 di Beijing. Mereka menyebut pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung, tetapi jelas tangan Beijing yang lebih keras sekarang berkuasa di bekas jajahan Inggris itu. Republik Rakyat Tiongkok tidak pernah mengizinkan peringatan untuk insiden Lapangan Tiananmen, tempat militer Tiongkok membunuh ratusan demonstran pro-demokrasi yang melakukan aksi damai.
Hari Jumat, Uskup Emeritus Keuskupan Hong Kong Kardinal Joseph Zen Ze-kiun memimpin ratusan orang dalam doa di Gereja Katolik Santo Andreas di Hang Hau, Hong Kong, salah satu dari tujuh gereja Keuskupan Hong Kong yang ditunjuk untuk Misa-Misa requiem.
Porson Chan, yang bekerja untuk Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Hong Kong, mengatakan kepada Aleteia bahwa semua Misa merupakan peristiwa penuh damai, tetapi di dua paroki, polisi ingin memasuki gereja dan berbicara dengan orang yang bertanggung jawab.
“Salah satu gereja itu menolak permintaan itu. Di gereja lain, pastor paroki berbicara dengan polisi,” katanya. “Para pembantu dari gereja-gereja ini melaporkan kepada saya bahwa polisi ingin membatasi jumlah kapasitas gereja,” lanjutnya.
Chan mengatakan gereja-gereja tidak melebihi batas kapasitas yang diberlakukan oleh protokol Covid-19. Dia menambahkan bahwa “sejumlah polisi” mengelilingi gereja tempat Kardinal Zen mempersembahkan Misa, meskipun mereka tidak mengganggu kebaktian.
Kardinal menyesalkan bahwa pihak berwenang masih gagal mendengarkan suara orang-orang setelah beberapa dekade, lapor South China Morning Post. “Tragedi 4 Juni tidak akan pelan-pelan meninggalkan kita,” kata kardinal. “Ini mungkin muncul kembali … kalau pihak berwenang masih yakin bahwa mereka dapat membunuh orang-orang muda yang patriotik untuk apa yang disebut kebaikan bersama.”
Kardinal Zen, seorang imam Salesian yang belum menjadi uskup pada tahun 1989, mengatakan bahwa orang-orang yang meninggal 32 tahun lalu mengorbankan hidup mereka “untuk demokrasi kita, kebebasan kita.”
“Apa yang mereka minta adalah pemerintahan yang bersih (anti korupsi) dan apa yang mereka inginkan adalah negara yang benar-benar kuat, tetapi sayangnya mereka harus meninggalkan dunia dengan kesan perusuh,” kata kardinal itu seperti dilaporkan oleh Asia News.
Namun, “pengorbanan mereka adalah untuk kita,” kata kardinal, “dan kita mendukung harapan mereka: masyarakat yang adil dan damai, rezim yang dihormati oleh rakyat, dan negara kuat yang dihormati oleh dunia.”
Kardinal Zen menambahkan, “kami juga berdoa agar Tuhan memimpin para penguasa untuk berjalan di jalan keadilan dan perdamaian.”
Di gereja lain, Santo Fransiskus di Kowloon, Hong Kong, Uskup Pembantu Mgr Joseph Ha memimpin Misa peringatan. Dalam homilinya, Mgr Ha mengatakan, ketika murid-murid Yesus bimbang, Yesus mengatakan kepada mereka bahwa kesulitan terbesar dalam hidup adalah tantangan iman.”(PEN@ Katolik/paul c pati/John Burger/Aleteia)