Paus Fransiskus memohon dengan tulus kepada Israel dan Palestina agar mengakhiri kekerasan yang melanda Yerusalem dan bagian-bagian lain dari Tanah Suci dalam beberapa pekan terakhir, dan para pemimpin dan perwakilan umat beragama di Tanah Suci mengunjungi sinagoga di Yerusalem, yang menjadi ajang serangan teroris berdarah tanggal 18 November 2014.
Dalam serangan terhadap sebuah sinagoga itu, dua orang Palestina dengan pisau daging dan senjata membunuh tiga rabbi Israel berdarah Amerika Serikat dan seorang pria Israel berdarah Inggris. Seorang polisi Israel kemudian meninggal karena luka-lukanya.
Dalam sambutan Audiensi Umum tanggal 19 November, demikian Radio Vatikan, Paus Fransiskus mengatakan, “Saya mengikuti dengan keprihatinan meningkatnya ketegangan di Yerusalem dan bagian-bagian lain Tanah Suci, serta episode kekerasan yang tidak dapat diterima, yang tidak mengecualikan tempat-tempat ibadah sekalipun.”
Paus menegaskan akan mendoakan semua korban situasi dramatis itu dan mereka yang sangat menderita karena serangan itu. “Dari lubuk hati saya, saya berseru kepada pihak-pihak yang terlibat untuk mengakhiri spiral kebencian dan kekerasan dan membuat keputusan berani untuk rekonsiliasi dan perdamaian. Membangun perdamaian itu sulit, tapi hidup tanpa perdamaian adalah siksaan!”
Pada hari yang sama, dalam kunjungan ke sinagoga yang diserang itu, para pemimpin dan perwakilan umat beragama di Tanah Suci mengungkapkan solidaritas kepada masyarakat yang terkena dampak serangan itu dan bersama-sama mengutuk tindakan kekerasan yang tidak mengecualikan tempat ibadah.
Kunjungan itu diikuti oleh para pemimpin dan wakil umat Kristen, Muslim, Druze dan Yahudi. Beberapa sambutan disampaikan, antara lain oleh wakil Gereja-Gereja Kristen, Patriark Ortodoks Yunani Thephilos III, dan wakil umat Islam, Mufti Akko.
Patriark Latin dari Yerusalem yang juga ikut kunjungan itu, Fouad Twal, mengatakan kepada Agenzia Fides, bahwa sambutan-sambutan yang disampaikan dengan tegas mengulangi bahwa tidak ada alasan dan tidak ada niat politik yang dapat membenarkan kekerasan terhadap orang-orang yang sedang berdoa dan terhadap serangan-serangan di tempat-tempat yang diperuntukkan untuk doa dan keheningan.
Semua yang bertanggung jawab, politisi dan pemimpin agama, harus benar-benar mengutuk kekerasan itu dan sebaik mungkin menghindari alasan-alasan yang membuat orang lain ikut kekerasan. “Tindakan berkumpul bersama di tempat yang dilanda kekerasan adalah tanda harapan. Artinya, di Yerusalem agama-agama berbeda bersama-sama ingin hidup bersama dalam damai dan saling menghormati, dan bahwa konflik dan kekerasan tidak boleh berlangsung dan menodai wajah Kota Suci. Dalam semangat ini, kami umat Kristen mempersiapkan diri untuk Masa Adven, seraya berharap bisa menyambut para peziarah dari seluruh dunia.” (pcp berdasarkan laporan Agenzia Fides dan Radio Vatikan)
Ya Bapa, damaiMu curahkan atas bumi…Amin.