Tubuh bisa bersama di jalan Yesus, tapi hati bisa berkelana jauh bahkan keluar dari jalan itu. Ada banyak jenis korupsi dalam kehidupan imamat. Warna merah tua jubah kardinal, yakni warna darah, bisa menjadi warna ‘kedudukan terkemuka’ sekuler demi semangat duniawi. Tapi orang seperti itu tidak akan lagi menjadi gembala yang dekat dengan umat. Mereka merasa hanya mereka yang berada pada ‘kedudukan terkemuka,’ dan kalau para kardinal merasakan hal itu, mereka berada di luar dari jalan itu, di luar jalan Tuhan.
Paus Fransiskus memberi renungan itu dalam konsistori publik biasa ketujuh di masa kepausannya, 28 November 2020, sebelum memberikan birretta (topi merah), cincin dan gelar kepada 13 kardinal baru yang berasal dari delapan negara di dunia.
Konsistori itu berlangsung dalam waktu luar biasa dan dengan kehadiran umat terbatas, karena jumlah infeksi Covid-19 di seluruh dunia dan protokol kesehatan wajib. Setiap kardinal baru hanya boleh menerima beberapa tamu atau anggota keluarga. Setelah upacara, resepsi sesuai kebiasaan dilakukan di berbagai lokasi Vatikan agar para simpatisan tidak bisa memberi selamat secara pribadi kepada para kardinal baru itu.
Karena keadaan darurat kesehatan, dua kardinal baru dari Asia, Vikaris Apostolik Brunei Mgr Cornelius Sim dan Uskup Agung Capiz, Filipina, Mgr Jose Advincula tidak bisa datang ke Roma untuk konsistori itu. Mereka ikuti upacara yang disiarkan langsung dari Vatikan. Mereka akan diberikan biretta, cincin dan gelar mereka nanti di negara masing-masing.
Jalan ke Yerusalem adalah jalan kehidupan dan keselamatan, yang ditempuh bersama Kristus dan yang mengarah pada misteri Paskah Yesus, kata Paus. “Salib dan kebangkitan adalah bagian dari sejarah kita. Salib dan keselamatan adalah “hari ini” kita, tetapi juga dan selalu menjadi tujuan perjalanan kita.” Yesus, yang tidak acuh terhadap keheranan dan ketakutan para murid-Nya, lanjut Paus, “mempersiapkan mereka untuk menghadapi pencobaan yang akan datang sehingga mereka bisa selalu bersama-Nya di jalan-Nya.”
Renungan Paus itu berdasarkan Injil Markus di mana Yesus berbicara tentang penghinaan, penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya di saat mendekati Yerusalem. Sementara itu, Yakobus dan Yohanes mendesak Yesus untuk mendapat tempat istimewa saat Dia dalam kemuliaan. Tetapi Yesus mengatakan kepada kedua bersaudara itu, mereka pertama-tama harus siap menderita dan menjadi hamba orang lain seperti Anak Manusia.
Yakobus dan Yohanes ingin mengambil “bukan jalan Yesus, melainkan jalan berbeda,” kata Paus seraya menambahkan, “kita semua mencintai Yesus, kita semua ingin mengikuti-Nya, namun kita harus selalu berhati-hati untuk tetap di jalan itu.”
Menurut Paus, jalan Yesus dan jalan para murid tidak dapat bertemu. “Hanya Tuhan, melalui salib dan kebangkitan-Nya, bisa menyelamatkan teman-teman-Nya yang tersesat yang berisiko hilang.”
Paus juga menegaskan, “kami juga, Paus dan para Kardinal, harus selalu melihat diri kami yang tercermin dalam firman kebenaran ini.” Itu pedang yang diasah, yang memotong, yang terbukti menyakitkan, tapi juga menyembuhkan, membebaskan dan mengubah kita.” Pertobatan, tegas Paus, berarti beralih “dari luar jalan menuju perjalanan di jalan Allah.”
Dalam konsistori itu, para kardinal terpilih mengikrarkan kredo bersama-sama dan satu per satu mendekati Paus yang memakaikan biretta pada masing-masing mereka, dan memberi mereka cincin serta gelar dan pangkat kardinal.
Paus mengumumkan nama 13 kardinal baru dalam doa “Angelus” Minggu, 25 Oktober. Empat dari kardinal ini berusia di atas 80 tahun dan karenanya tidak memenuhi syarat untuk memilih paus baru dalam konklaf. Dengan konsistori 28 November itu, jumlah kardinal di dunia meningkat menjadi 229, 101 di antaranya berusia 80 atau lebih.
Para kardinal, yang merupakan kolaborator terdekat Paus, mengenakan warna merah, lambang kesiapan mereka untuk mengorbankan diri “sampai menumpahkan darah sendiri” dalam melayani Penerus Petrus. Meskipun tinggal di negara sendiri, setiap kardinal diberi gelar atau titular Gereja Roma. Inilah simbol dari para kardinal yang menjadi bagian dari Keuskupan Roma, yang uskupnya adalah Paus, penerus Uskup Roma pertama, Santo Petrus.(PEN@ Katolik/paul c pati/Vatican News)