Gereja Katolik telah memanfaatkan internet sebagai alat evangelisasi, tetapi internet tidak akan pernah bisa menggantikan pengakuan dosa tradisional secara tatap muka, kata Administrator Keuskupan Agung Manila Mgr Broderick Pabillo seraya menegaskan bahwa ritus pengakuan dosa memerlukan dialog pribadi antara orang-orang yang datang mengaku dosa dan orang yang menerima pengakuan dosa. Ini juga “untuk melindungi kerahasiaan dan ketulusan pengakuan,” kata uskup itu.
Peraturan lockdown negara itu karena pandemi virus corona menghidupkan kembali pembicaraan soal pengakuan dosa jarak jauh. Langkah-langkah menjaga jarak fisik tidak hanya menghalangi para imam untuk mengadakan Misa publik, tetapi juga menghentikan praktik pengakuan dosa, khususnya di masa Prapaskah yang baru lalu.
Sementara para imam dilarang mendengarkan pengakuan dosa secara online atau melalui telepon, uskup itu mengatakan, para imam dapat menggunakan metode “memberikan nasihat rohani kepada orang yang menyesal atas dosa-doanya.”
Dan kalau sakramen rekonsiliasi tidak dimungkinkan bagi pasien dalam karantina, Mgr Pabillo mengatakan mereka boleh membuat “tindakan penyesalan sempurna.” Itulah juga saatnya para imam bisa menggunakan telepon untuk setidaknya memberi berkat bahkan membimbing seseorang melalui tindakan penyesalan yang sempurna. “Penyesalan sempurna,” kata Mgr Pabillo, dilakukan kalau seseorang “mengekspresikan iman dan cinta akan Tuhan di atas segalanya serta memutuskan membuat Pengakuan Dosa secara sakramental sesegera mungkin.”
“Tindakan penyesalan sempurna selalu menjadi bagian dari tradisi Katolik kita. Tuhan selalu hadir untuk kita, bahkan ketika Sakramen Rekonsiliasi tidak dimungkinkan,” kata uskup itu. Lampu merah untuk pengakuan dosa secara online tercantum dalam dokumen yang dikeluarkan tanggal 6 Mei 2020 oleh Keuskupan Agung Manila.
Pedoman itu juga dirilis untuk mempersiapkan paroki-paroki saat layanan keagamaan sudah diizinkan. Kalau ini terjadi, keuskupan agung mengharuskan kotak pengakuan dosa yang kecil “dibentuk secara berbeda” agar ada jarak fisik, dan baik imam serta yang datang bertobat mengenakan masker.
“Kalau ini tidak dapat dilakukan maka pengakuan dosa dilakukan di luar kotak pengakuan, dengan jarak satu meter antara orang yang datang mengaku dosa dan imam,” kata Mgr Pabillo. Paroki-paroki, lanjut uskup itu, boleh menyelenggarakan serangkaian “kumpisalang bayan” (pengakuan massal) disertai ibadat tobat agar orang-orang mau mengaku dosa.
“Mengatur jarak fisik yang tepat harus dipatuhi seperti dalam Misa. Paroki-paroki di vikariat-vikariat bisa saling membantu di sini,” kata Mgr Pabillo.(PEN@ Katolik/pcp berdasarkan Roy Lagarde/CBCPNews)