Jumat, November 22, 2024
27.8 C
Jakarta

Pastor Albert yang tewas dihormati karena aksinya untuk rekonsiliasi umat Kristen dan Muslim

Albert-toungoumale-baba

“Pastor Albert, yang berusia 71 tahun dan salah satu dari imam tertua dari Bangui, adalah pastor yang dihormati dan dikenal karena kesederhanaan dan simpatinya, dan di atas segalanya karena karyanya yang bijaksana dan tak kenal lelah demi rekonsiliasi antara umat Kristen dan umat Muslim,” demikian tulisan yang diterima Agenzia Fides dari Pastor Federico Trinchero, imam Karmelit yang tinggal di biara Our Lady of Carmel di Bangui, ibu kota Republik Afrika Tengah.

Pastor Albert Tungumale Baba adalah imam yang tewas bersama sekitar dua puluh umat beriman di pagi hari 1 Mei 2018, dalam serangan terhadap Paroki Notre Dame de Fatima yang dilakukan oleh sebuah kelompok bersenjata dari Km 5.

“Selama fase perang yang paling akut itu, beberapa tahun Pastor Albert menerima ribuan pengungsi dari daerah tetangga di parokinya yang letaknya sangat dekat dengan Km 5. Apalagi. Semua orang mengenal pastor itu karena cintanya yang besar kepada Sango (bahasa nasional Afrika Tengah). Pastor Albert bisa menerjemahkan setiap kata (tanpa menggunakan bahasa Prancis), dengan solusi brilian atau kata-kata lucu,” kata misionaris itu.

“Dalam sebuah wawancara, Pastor Albert berkata bahwa hanya Tuhan yang dapat menyelamatkan Afrika Tengah. Banyak yang masih mencoba menyelamatkan Afrika Tengah: tentara nasional, pasukan Uni Afrika, misi Prancis (yang masih memiliki jasa besar karena tidak membuat konflik itu menjadi pembantaian), tentara Uni Eropa, MINUSCA, misi besar PBB (yang, meskipun dengan segala keterbatasan, adalah satu-satunya solusi yang mungkin saat ini) dan Rusia akan segera bertindak. Bahkan Paus Fransiskus mencoba dengan kunjungannya November 2015, sayangnya, efek kunjungan itu menghilang dan kesempatan membalik halaman terbuang sekali lagi. Bentrokan telah berlipat ganda di seluruh negeri dan perdamaian tampaknya hampir lebih jauh dari sebelumnya,” tulis Pastor Federico.

Misionaris itu menegaskan kembali bahwa “perang di Afrika Tengah, yang dimulai awal tahun 2012, bukanlah benturan agama atau etnis. Sebaliknya, merupakan konflik kesekian untuk menaklukkan kekuasaan dan untuk eksploitasi kekayaan berlimpah yang terkandung di lapisan tanah sebelah bawah. Sayangnya, unsur agama masuk dengan keras, meracuni hidup bersama antara umat Kristen dan umat Muslim.”

Saat homili Mia pemakaman imam yang terbunuh bersama beberapa korban itu, Uskup Agung Bangui Dieudonné Kardinal Nzapalainga mencela kelambanan pemerintah, kelambatan PBB, dan risiko bahwa umat Kristen menyerah kekecewaan atau, lebih buruk lagi, pada logika kekerasan dan balas dendam. Ada musuh berbahaya yang sedang menghancurkan Afrika Tengah. Dan musuh ini, kata Kardinal, adalah iblis. Hanya senjata iman yang dapat mengatasinya.

“Bangui, yang terluka di pusat imannya, tidak marah kepada Tuhan, sebaliknya kepada orang-orang yang tidak menginginkan perdamaian dan terus menghalangi negara itu, seolah-olah negara itu harus dikutuk masuk ke dalam kesengsaraan dan perang. Bangui dan semua Afrika Tengah sedang mencari para pahlawan – di antara penguasa, tentara, kaum muda – yang bersama-sama dengan gagah berani mengatakan tidak untuk perang dan ya untuk perdamaian,” kata Pastor Federico. (pcp berdasarkan Agenzia Fides)

CENTRAFRIQUE-PRESSE.COM

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini