PEKAN BIASA XIX (H)
Santa Helena; Santa Beatrix da Silva de Meneses; Beato Angelus Agustinus Mazzinghi
Bacaan I: Yos. 24: 1-13
Mazmur: 136:1-3.16-18.21-22.24
Bacaan Injil: Mat. 19: 3–12
Pada suatu hari datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ”Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” Jawab Yesus: ”Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Kata mereka kepada-Nya: ”Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?” Kata Yesus kepada mereka: ”Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” Murid-murid itu berkata kepada-Nya: ”Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ”Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Surga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.”
Renungan
Dengan sangat bagus, para pendahulu negeri ini menghayati kemerdekaan yang diproklamasikan itu sebagai anugerah Allah. Konstitusi negara kita mencatat keyakinan itu dalam kata-kata, ”Atas berkat Allah yang Mahakuasa …” (Pembukaan UUD 1945). Terungkap di dalamnya keyakinan akan penyertaan Allah dalam sejarah bangsa Indonesia.
Yosua menguraikan campur tangan dan penyertaan Allah dalam sejarah bangsa Israel. Peristiwa demi peristiwa dikenang agar bangsa itu benar-benar percaya dan yakin bahwa Allah mereka adalah Allah yang setia pada janji-Nya. Kesetiaan Allah telah terbukti dari generasi ke generasi. Karena itu, sudah seharusnya mereka bersandar pada kesetiaan Allah. Allah yang setia menghendaki agar manusia juga setia. Hukum perkawinan yang Allah kehendaki menuntut kesetiaan. Ketegaran hati manusialah yang membuat ikatan perkawinan itu hancur. Yesus mengingatkan hakikat perkawinan yang dikehendaki Allah. Demikian pula halnya jika ada orang yang tidak mau menikah demi kerajaan Allah. Mereka dituntut hal yang sama, yakni kesetiaan pada pilihan hidup. Jadi, bukan bentuk pilihan hidup yang membuat manusia berkenan kepada Allah, tetapi kesetiaan dan komitmen diri terhadap pilihan hidup itu. Apakah kita juga sudah komitmen dengan pilihan-pilihan kita sendiri?
Ya Allah yang setia, yakinkanlah aku akan kesetiaan-Mu dan semoga aku setia terhadap pilihan hidup yang aku pilih sebagai hal yang berkenan kepada-Mu. Amin.
Renungan Ziarah Batin 2017