Catatan dan laporan dari Pastor Albertus Sujoko MSC
Pastor Heribertus Merung MSC meninggal dalam usia 81 tahun 6 bulan dan 21 hari. Beliau lahir di desa Rumengkor 10 Desember 1936 dan meninggal di RS Gunung Maria Tomohon 1 Juli 2017 pukul 12.38. Itulah rentang waktu peziarahan hidup di dunia ini yang dianugerahkan oleh Allah Bapa Mahapengasih kepada hambanya yang baik itu.
Menurut data Sekretariat Provinsi MSC Indonesia, Pastor Herry pernah bertugas di 15 tempat berbeda di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Jawa Tengah. Pastor Herry sempat ikut kursus spiritualitas di Italia. Dan beliau suka berbicara pakai bahasa Inggris dengan saya. Kalau bercerita di kamarnya di Biara MSC Paal 3, saya mulai dengan bahasa Manado, Pastor Herry menjawab dengan bahasa Inggris.
Dalam Misa di Kapel Gunung Maria yang dipimpin Pemimpin Daerah Sul-Kaltim-Tara Pastor Berty Tijow MSC, diceritakan bahwa Pastor Herry Merung sudah sangat siap untuk pergi. Bahkan ia sering bertanya kapan Tuhan akan memanggil dia. Pertanyaan itu diajukan seperti dengan penuh kerinduan. Tanda persiapan yang sangat nyata adalah menyiapkan jubah dan kasula yang akan dikenakan padanya saat meninggal.
Saya sangat terkesan mendengarkan sharing kesaksian Pastor Berty bahwa sebagai superior daerah dia diberitahu oleh Pastor Herry bahwa semua yang akan dipakaikan pada jenazahnya sudah ditaruh di dalam tas sehingga tidak perlu repot mencarinya. Memang demikianlah yang ditemukan Pastor Berty. Dalam tas itu sudah disusun rapih semuanya. Jadi secara batin, mental dan rohani, Pastor Herry sudah siap untuk pergi bahkan dengan kerinduan untuk bertemu Tuhan Yesus yang diimaninya.
Pesan lain kepada Pastor Berty adalah supaya dalam kematiannya tidak ada yang bersedih dan tidak ada yang menangis. Semua harus bersyukur atas rahmat Tuhan yang begitu besar. Pesan lain yang sulit dilaksanakan dalam Misa adalah: jangan ada khotbah. Lucu melihat Pastor Berty bingung saat harus berbicara sesudah Injil. Dari satu pihak ia mendapat pesan Pastor Herry supaya jangan ada khotbah, dari lain pihak ia harus berbicara setelah bacaan Injil yang adalah khotbah. Namun Pastor Berty tidak kehilangan akal. Ia minta izin kepada Pastor Herry yang sudah berbaring kaku di peti jenazah, “Pastor mohon izin saya tidak akan khotbah, tetapi saya akan sharing saja.”
Dengan mengatakan sharing saja, maka Pastor Berty menemukan jalan keluar. Namun sharingnya tidak kalah panjang dari khotbah. Pastor Berty memang menjadi imam karena rasa tertarik dan pendampingan Pastor Herry sebagai Pastor Paroki Woloan, asal Pastor Berty. Singkatnya, sebelum masuk seminari, Pastor Berty menjadi anak buah Pastor Herry, tinggal di pastoran dalam bimbingan Pastor Herry, dan harus “dengar-dengaran” (belajar mendengarkan). Di saat tua, Pastor Berty menjadi Superior Daerah dan Pastor Herry “dengar-dengaran” kepada Pastor Berty.
Misa indah dan penuh berkat itu dihadiri keluarga besar Merung dari Rumengkor, para suster, perawat, postulan dan novis JMJ yang semua mengenal dan dekat dengan Pastor Herry. Mereka sedih dan sangat kehilangan, namun dilarang menangis, melainkan harus bergembira dan bersyukur.
Meninggal saat tahbisan seorang imam dan 13 diakon
Hari Minggu sore jenazah Pastor Herry dibawa ke Biara MSC Paal 3 di Paroki Karombasan tempat beliau menjalani masa lanjut usia. Misa dipimpin Pastor John Mengko MSC, satu-satunya yang masih tersisa dari Triple M: Moningka-Merung-Mengko. Pastor Anton Moningka sudah meninggal lebih dulu di Jakarta ketika menjaga Pastor Herry Merung dirawat di Sint Carolus. Yang menjaga dipanggil Tuhan lebih dulu, sedangkan yang dijaga masih bisa sehat dan pulang ke Manado. Ternyata supaya dia bisa meninggal di RS Gunung Maria, tempat Pastor Herry menjadi rektor selama 14 tahun.
Pastor Mengko memimpin Misa didampingi Mgr Jos Suwatan dan Uskup Terpilih Mgr Rolly Untu MSC, serta Provinsial MSC Pastor Johny Luntungan MSC. Pastor Mengko memimpin Misa dengan suara lantang, menyanyi juga masih kuat dan bagus. Pakaian Liturgi berwarna putih. Kemuliaan juga dinyanyikan karena Pastor Mengko ingin melaksanakan pesan dari rekan seangkatannya itu bahwa Misa Requiem untuk Pastor Herry haruslah bergembira dan bersyukur. Pastor Mengko mengatakan, Pastor Herry ingin mengingatkan kepada kita tentang makna kematian kristiani yang penuh iman dan kegembiraan, karena keselamatan yang sudah dianugerahkan oleh wafat Kristus di kayu salib dan kebangkitan-Nya dengan mulia.
Bacaan yang dipilih tentang Madah Kasih dari I Kor 13:1-13 dan Injil Yohanes tentang pertanyaan Yesus kepada Petrus sampai tiga kali apakah Petrus mengasihi-Nya. Mgr Rolly yang membaca Injil baru saja selesai dan masih berdiri di mimbar didampingi para misdinar, Pastor Mengko sudah langsung bicara dari altar, sehingga terasa bahwa misa itu tidak usah lama-lama, harus cepat selesai dan Pastor Mengko juga tidak berkhotbah sesuai pesan Pastor Herry. Kalau Pastor Menko melakukan seperti yang dilakukan Pastor Berty, yaitu sharing, mungkin Pastor Mengko bisa bicara lama, bahkan lebih lama dari Pastor Berty karena pengalaman kebersamaan dengan Pastor Herry sejak di seminari menengah sangat banyak. Untunglah Pastor Mengko tidak melakukan itu, sehingga Misa selesai kurang dari satu jam.
Setelah berkat penutup, dinyanyikan lagu bahasa Tombulu berjudul “Nikomokan Sigumenanglah” yang memang diminta Pastor Herry supaya dinyanyikan oleh para imam sambil mengelilingi peti jenazah.
Syair lagunya berarti: Cobalah kau ingat-ingat, Kalau aku jahat padamu, Semurni matahari, demikian tulusnya hatiku, Cobalah kau ingat-ingat, Cintaku padamu, Jangan pernah dilupakan, seolah terlipat dalam saputangan, Di mana terlukis nama kita, Benamkanlah ingatan, Dia yang cinta padamu, Jika aku jahat padamu, Engkaulah yang menilainya, Itulah pegangan pemersatu, Dari Dia yang mengasihimu.
Selesai Misa diputar video yang diambil sehari sebelum Pastor Herry meninggal. Beliau masih duduk di kursi dalam keadaan sehat dan menyampaikan pesan-pesan, karena beliau merasa waktunya sudah dekat untuk menghadap Tuhan. Seorang umat yang mendengarkan pesan-pesan itu dan melihat Pastor Herry masih kuat dan sehat, diam-diam merekamnya dengan Smart Phone agar pesan itu tidak dilupakan. Ternyata beliau meninggal sehari kemudian. Si perekam terkejut. Maka, semua yang berada dalam gereja bisa menyaksikan Pastor Herry yang masih sehat menyampaikan pesan-pesan terakhirnya seraya menghadap jenazah Pastor Herry di depan Altar, sebuah perasaan tercampur aduk karena betapa cepat dan mudah Pastor Herry pergi ke Rumah Bapa, hampir tanpa sakit atau keadaan koma.
Sabtu, 1 Juli 2017, pukul 09.00, di Kapel Seminari Pineleng, dimulai Misa Tahbisan Imam Pastor Frits Ponomban MSC, yang sudah tahun diakonal di Jepang dan akan bertugas kembali di Jepang. Di saat yang sama berlangsung tahbisan 13 diakon. Saat itu, kondisi Pastor Herry mulai menurun dan drop. Ketika Misa di seminari selesai, pukul 13.00 Pastor Mengko mengatakan kepada saya di ruang perjamuan makan, “Pastor Herry sudah pergi!” Kemudian diketahui bahwa waktu beliau meninggal pukul 12.38, kira-kira saat berkat penutup dan berkat imam baru untuk Bapak Uskup, para imam dan umat.
Pastor Herry melihat dari kejauhan, seperti Musa melihat tanah terjanji dari kejauhan dan meninggal, bahwa di Seminari Pineleng sedang ditahbiskan tunas-tunas muda dalam panggilan dan beliau boleh pergi dengan tenang ke rumah Bapa.
Reqiescas in pace ad vitam aeternam
Misa Pemakaman 3 Juli 2017 di Gereja Hati Kudus Yesus Karombosan dihadiri banyak imam, karena kebetulan mereka sudah datang untuk menghadiri Tahbisan Uskup Mgr Rolly Untu, 8 Juli 2017. Misa dipimpin Mgr Jos Suwatan didampingi Mgr Rolly Untu, Provinsial MSC, Superior Daerah MSC dan Pastor Mengko.
Karena Pastor Herry Merung berpesan tidak boleh ada khotbah dan khotbah juga biasanya berisi puji-pujian bagi yang meninggal, dan Pastor Herry tidak suka pujian itu, maka Mgr Jos mengatakan, “Saya akan bercerita saja.” Mgr Jos bercerita tentang masa mereka di Seminari Tinggi Pineleng. Sejak di Seminari Frater Herry dikenal saleh dan amat devosional. Teman-temannya sering melihat dia berdoa di depan patung Bunda Maria. Sebagai frater ia dikenal sebagai orang yang baik hati dan suka membantu. Sifat itu juga tetap nampak dan terus berkembang sebagai imam, sehingga Pastor Herry diminta menjadi bapa pengakuan dari para imam dan frater, suster dan bruder. Kepribadiannya yang ramah, baik dan rendah hati membuat orang suka kepadanya.
Pastor Herry, selamat memasuki kehidupan kekal: ad vitam aeternam! Ungkapan itu diusulkan Pastor Jan van Paassen MSC untuk menggantikan (atau sebagai variant) Reqiescat in pace. Saya melihat dalam ucapan karangan bunga dari Mgr Rolly untuk Pastor Herry, kedua ungkapan itu digabung menjadi “Reqiescas in pace ad vitam aeternam!” (Semoga engkau istirahat dalam damai menuju kehidupan kekal).
Pemakaman Pastor Herry di kompleks belakang Seminari Menengah Kakaskasen sesudah Pastor Jan van Paassen MSC yang meninggal 18 Desember 2016. Sungguh menguatkan iman bila mengingat kematian orang-orang baik, hamba-hamba Allah yang setia. Semoga mereka semua menjadi pendoa-pendoa bagi kita yang masih berziarah di dunia ini.***