Ahok mengunjungi Pastor Albert Smit MSC di RS Carolus yang ditemani Pastor Kees Bertens MSC and Ibu Ketty
“Ahok adalah pemimpin untuk semua, lintas agama, ras, budaya dan warna kulit. Ahok adalah pemimpin yang peduli dengan orang-orang yang sedang menderita dan sakit. Ahok merasa semua orang, termasuk orang sakit, semartabat dengan dirinya, yang merasa dihargai dan bernilai bila mendapat kunjungan dan sapaan manusiawi.”
Demikian refleksi Provinsial MSC Pastor Herman Joseph (Johny) Luntungan MSC mendengar kunjungan spontan Gubernur DKI Jakarta inkumben Basuki Tjahaja Purnama yang dikenal dengan panggilan “Ahok” kepada anggota MSC yang berasal dari Belanda, Pastor Albert Smit MSC, yang terbaring di Rumah Sakit Carolus, Jakarta, karena kanker prostat.
Ketika Ahok datang, pastor rekan Paroki Bunda Hati Kudus Kemakmuran, Jakarta, Pastor Wensy Wowor MSC, serta Pastor Kees Bertens MSC, Ketty Luwowa-Lalogiroth yang melayani Pastor Smit untuk makan dan lain-lain, dan Suster Familia DSY berada di tempat itu.
“Setiap perjumpaan dalam bentuk dan kesempatan apapun selalu mempunyai nilai tambah bagi kedua pihak asalkan landasan dan motivasi perjumpaan itu tulus, jujur dan terbuka dan tidak bermuatan kepentingan dan keuntungan diri sendiri,” kata provinsial baru yang datang menjenguk Pastor Smit tanggal 9 Februari 2017 bersama Pastor Yance Mangkey MSC dan Pastor Rolly Untu MSC.
Pastor Johny Luntungan MSC terpilih sebagai Provinsial Tarekat Misionaris Hati Kudus (Missionarii Sacratissimi Cordis Iesu, MSC) Provinsi Indonesia, menggantikan Pastor Rolly Untu MSC, dalam Kapitel MSC XV 16-26 Januari 2017 di Pusat Pastoral Samadi Klender, Jakarta Timur.
Pastor Johny Luntungan menilai, pertemuan dan perjumpaan yang terjadi itu tidak eksploitif, “jadi ‘bezuk’ itu tanda solidaritas dan keprihatinan, serta doa dan harapan Ahok, agar Pastor Smit “cepat sembuh” dan “tabah serta siap menerima kondisi sakit berat atau ringan.”
Untuk mengetahui lebih rinci mengenai kunjungan Ahok itu kepada Pastor Smit, 76, yang tahun ini akan mensyukuri 50 tahun berkarya di Keuskupan Manado, dan 49 tahun di Seminari Xaverianum Kakaskasen, Pastor Wensi Wowor MSC menulis untuk PEN@ Katolik:
Tanggal 8 Februari 2017 pukul 20:00 saya bertandang di Rumah Sakit Saint Carolus, Jakarta, dengan maksud mengunjungi Pastor Albert Smit MSC, guru dan teman pengajar bahasa Latin di Seminari Kakaskasen, Tomohon, Sulawesi Utara, yang sedang dirawat. Saya membawa buah-buahan kesukaannya yakni seedless grapes dan plum.
Setiba di sana, saya melihat banyak pengunjung, perawat bahkan pasien berada di gang-gang rumah sakit. Dalam hati saya bertanya ada apa ya? Suasana ini seperti tidak biasanya ketika saya datang di rumah sakit ini. Tapi saya diam saja sambil berjalan menuju Kamar No.8 dari Unit Fransiskus tempat Pastor Smit dirawat.
Ketika masuk, saya melihat Pastor Kees Bertens MSC sedang bercerita dengan Pastor Smit dalam bahasa Belanda. Di situ juga ada Tante Ketty dan Suster Familia DSY.
Setelah bercerita tentang kondisi Pastor Smit dan perjalanannya dari Rumah Sakit Gunung Maria, Tomohon, ke Manado dan ke Jakarta tanggal 7 Februari 2017, pada pukul 8:30 datanglah Suster Fransiska DSY dan mengatakan bahwa Ahok berada juga di rumah sakit itu, tapi tidak tahu di mana beliau berada.
Saya segera keluar dari kamar, diikuti kedua suster dan Tante Ketty, meninggalkan Pastor Smit dan Pastor Kees di kamar. Ketika keluar rupanya kompleks Unit Fransiskus “sudah disterilkan” sehingga kelihatan sepi. Hanya ada tiga orang lelaki di gang bagian depan. Saya mendekati mereka dan bertanya, “Apakah benar Pak Ahok ada di sini?”
Salah satu dari mereka menjawab “Iya.”
Untuk mendapatkan kepastian mengenai keberadaannya saya bertanya lagi, “Boleh tahu beliau persisnya berada di mana?”
“Itu di dalam!” jawabnya sambil menunjuk ke pintu Kamar No. 5.
Ternyata mereka adalah pengawal Ahok. Ahok mengunjungi sahabatnya yang sedang dirawat di Kamar No. 5. Setelah mereka bertanya-tanya kepada saya tentang jalur masuk-keluar kompleks Unit Fransiskus itu, apakah ada jalur keluar belakang dan samping, saya meminta ijin bertemu dengan Pak Ahok sebentar.
Sekitar lima menit kemudian, tepatnya pukul 20:40 Pak Ahok keluar dari Kamar No.5. Saya telah menunggu di depan kamar itu. Saya pun menyalaminya dan mengatakan bahwa saya adalah pastor. Saya lalu mengajaknya sekiranya berkenan mengunjungi teman pastor senior, asal Belanda yang sudah lama berkarya di Indonesia, di Keuskupan Manado.
Beliau mengangguk sambil bersama-sama berjalan menuju ke kamar tempat Pastor Smit berada. Ketika memasuki kamar, Pastor Bertens dan Pastor Smit kaget keheran-heranan seperti tidak percaya bahwa Ahok bisa menjenguk Pastor Smit.
Ahok berjabat tangan dan berdialog dengan kedua pastor itu sekitar 10-15 menit. Ahok lalu berdoa, “semoga pastor cepat sembuh, dan mohon doa untuk beliau dan keluarga, untuk Jakarta dan untuk Indonesia, untuk kita semua.”
Tak lama kemudian beliau pamit, dan kami mengantar beliau sampai di gang bagian depan. Setelah itu kami kembali ke kamar. Pastor Bertens pun berkomentar, “Luar biasa ya, bukan main, Pak Ahok bisa datang ya! Satu-satu MSC yang sakit yang dikunjungi oleh seorang Gubernur. Bagus kalau dia terpilih lagi sebagai Gubernur DKI Jakarta.”
Saya kagum dan terkesan dengan spontanitas dan kerelaan Ahok untuk mau berkunjung kepada orang yang sesungguhnya tak dikenal dan sedang sakit pula. Boleh saja beliau menolak, tapi kenyataannya beliau tidak menolak. Lebih daripada itu beliau melakukannya dengan tulus dan dengan senyum. Perhatiannya terhadap orang sakit dan orang kecil sungguh luar biasa. Hati beliau tergerak ketika mendengar dan melihat orang kecil-sakit.
Mengapa saya kagum dan terkesan? Saya membayangkan sikap-sikap pemimpin negara atau pun pemimpin-pemimpin agama. Belum tentu semua bisa melakukan hal yang sama, termasuk para pastor mau berkunjung ke rumah sakit bukan saja kepada orang yang dikenal, yang sesuku, seras, seagama, segolongan atau orang-orang yang dekat. Bisakah kita rela, spontan dan berani melakukan hal yang sama?(paul c pati)