Rabu, November 19, 2025

Gereja Menggugat Utang yang Tidak Adil

ROMA, Pena Katolik – Kampanye Turn Debt into Hope (#TurnDebtIntoHope) merupakan bagian dari gerakan global Caritas Internationalis dalam menyambut Tahun Yubileum 2025. Dirayakan setiap 25 tahun di Gereja Katolik, Yubelium adalah tahun khusus pengampunan dan rekonsiliasi. Sementara itu, Jaringan Konfederasi Caritas Internationalis merupakan jaringan global yang ada di 162 negara. Dengan demikian, menjadikan gerakan ini sebagai gerakan internasional yang menyerukan penghapusan utang, khususnya utang tidak adil yang membelenggu negara-negara berkembang sebagai bentuk nyata dari keadilan sosial. Kampanye Turn Debt Into Hope menekankan keadilan, rekonsiliasi, dan pemulihan martabat manusia. 

Gerakan ini berakar dari Ajaran Sosial Gereja Katolik, khususnya prinsip pembebasan ekonomi bagi kaum tertindas dan marginal. “Permohonan tulus lainnya yang ingin saya sampaikan sehubungan dengan tahun Yobel yang akan datang ditujukan kepada negara-negara yang lebih makmur. Saya meminta agar mereka mengakui betapa beratnya keputusan mereka di masa lalu dan bertekad untuk mengampuni hutang negara-negara yang tidak akan pernah mampu membayarnya kembali.” (Spes Non Confundit/SNC, 16). Dari seruan seorang Paus, dorongan untuk menghapus utang negara-negara miskin menyebar ke seluruh dunia.

Dalam kampanye Turn Debt Into Hope, Caritas Internationalis menyerukan: Pertama, pembatalan dan restrukturisasi segera atas utang yang tidak adil dan tidak berkelanjutan, tanpa memaksakan kondisi ekonomi yang merugikan yang menimpa orang-orang termiskin. Kedua, Reformasi keuangan jangka panjang yang memprioritaskan manusia dan planet, menciptakan sistem yang adil, berkelanjutan, dan bebas dari praktik pinjaman predatoris. Ketiga, pembentukan kerangka utang global yang didasarkan pada solidaritas dan harmoni antar-masyarakat (Hari Perdamaian Dunia 2025 11).

Momentum penting dalam kampanye ini adalah pertemuan negara-negara G7. Forum ini diharapkan menjadi titik balik bagi para pemimpin negara untuk mendengarkan suara masyarakat sipil yang menuntut keadilan utang dan reformasi sistem keuangan global. Selama ini, sistem keuangan global memperparah ketidaksetaraan (Turn Debt Into Hope | Development and Peace, n.d.). Di sisi lain, lebih dari 100 negara berkembang menghadapi krisis utang, dan tanpa tindakan nyata, situasi ini hanya akan memperdalam kemiskinan dan ketimpangan. 

Dalam dunia yang semakin terhubung secara ekonomi namun terpecah secara sosial dan ekologis, masalah utang menjadi wajah nyata dari ketidakadilan struktural. Saat ini, hampir separuh penduduk dunia tinggal di negara-negara yang menghabiskan lebih banyak anggaran untuk membayar utang dibandingkan menyediakan layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, atau mitigasi perubahan iklim. Salah satunya Indonesia, yang melakukan pembayaran bunga utang seringkali lebih besar dari belanja modal dalam APBN. Pada Juli 2024, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar 425,1 miliar dolar AS. Secara tahunan, utang ini tumbuh sebesar 7,3%. Perkembangan ULN tersebut bersumber dari sektor publik dan sektor swasta. Posisi ULN Agustus 2024 juga dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama faktor pelemahan mata uang rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar AS (Bank Indonesia, 2024).

Salah satu dampak utama adalah beban pembayaran utang yang terus meningkat. Anggaran negara sangat besar dialokasikan untuk membayar bunga dan cicilan, yang dapat mengurangi alokasi untuk program sosial penting seperti kesehatan, pendidikan, dan subsidi kebutuhan pokok. Hal ini berisiko memperburuk kesejahteraan masyarakat kecil, yang sangat bergantung pada layanan publik dan bantuan sosial. Meski pemerintah selalu mengatakan “utang terkendali”, namun kenyataannya tetap berpengaruh pada kesejahteraan.

Selain utang, ketimpangan dan kesenjangan menjadi persoalan lain di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan angka kemiskinan di Indonesia turun pada September 2024, sebesar 8,57 persen (terendah dalam sejarah), namun di saat bersamaan kesenjangan sosial justru melebar. Rasio gini, yang menjadi indikator ketimpangan justru nilainya naik (dari 0,379 pada Maret 2024 menjadi 0,381 pada September 2024). Di kota besar seperti Jakarta, situasinya lebih parah, rasio gini mencapai 0,431, sedang di pedesaan lebih baik dengan rasio gini 0,308. Sehingga jangan heran kalau di antara menara-menara apartemen mewah yang bertebaran di antero Jakarta, di sela-selanya masih ada permukiman kumuh, yang menjadi bukti nyata kontrasnya kesejahteraan, bukti nyata kesenjangan dan gambaran ketimpangan yang melebar.

Data lain dari BPS terjadi penurunan signifikan populasi kelas menengah dalam lima tahun terakhir. Jumlahnya menyusut dari 57,33 juta (2019), menjadi hanya 47,85 juta (2024), artinya menyusut 10 juta orang hanya dalam lima tahun. Kelompok rentan miskin, mereka yang berada sedikit di atas garis kemiskinan, bertambah dari 54,97 juta menjadi 67,69 juta.

Ini sinyal serius bahwa jutaan orang hidup dalam ketidakpastian ekonomi. Kelompok yang kaya semakin kaya, sementara itu, kelas menengah dan kelompok rentan justru menghadapi tekanan yang semakin besar. Kesimpulannya, situasi ini mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum terdistribusi dan berdampak ke orang banyak. Kesejahteraan belum terdistribusikan secara merata (Budiantoro, 2025).

Usul Pengampunan Utang

Caritas Indonesia akan berjalan bersama jaringan Caritas Internationalis di seluruh dunia dalam kampanye Turn Debt Into Hope. Selain itu, Caritas Indonesia terlibat dalam kampanye ini terutama melalui kampanye media sosial. Seruan utama kampanye ini adalah penghapusan dan restrukturisasi utang yang tidak adil dan tidak berkelanjutan. Ini bukan hanya soal belas kasihan atau kebaikan hati, tetapi tentang keadilan. 

Dalam semangat Yubileum, setiap orang diajak untuk memulihkan hubungan yang benar dengan Tuhan, sesama manusia, dan seluruh ciptaan. Yubileum dalam Kitab Imamat dan Ulangan bahkan secara eksplisit memuat perintah untuk membebaskan utang, membebaskan budak, dan memberi istirahat kepada bumi (Im. 25; Ul. 15). Semangat inilah yang hendak dihidupkan kembali dalam kampanye Turn Debt into Hope. Dengan mengangkat tema “Pilgrims of Hope”, Paus Fransiskus mengajak umat Katolik di seluruh dunia untuk menyalakan kembali harapan, dan memperjuangkan dunia yang lebih adil, setara, dan berbelas kasih. 

Kampanye Turn Debt into Hope merupakan bentuk nyata dari undangan untuk membebaskan negara-negara yang tidak sanggup membayar utangnya dan menata kembali sistem ekonomi dunia agar lebih manusiawi dan berkelanjutan. Di tengah pemotongan bantuan internasional, peningkatan tarif dagang, dan krisis global yang terus meluas, pengampunan utang bukan lagi sekadar wacana moral, melainkan kebutuhan yang perlu diperhatikan. Dunia tidak bisa terus meneruskan sistem yang menuntut pembayaran utang dari negara-negara miskin, sementara hak dasar rakyat mereka terabaikan. Dengan menggalang dukungan dan petisi global, Caritas dan para mitra mengajak kita semua untuk bertindak. Karena hal ini bukan hanya tentang keuangan namun tentang keadilan, harapan, dan masa depan bersama.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini