MONTEAGUDO, Pena Katolik – Di sebuah biara sunyi di Monteagudo, Spanyol, Santo Ezequiel Moreno menghembuskan napas terakhir pada 19 Agustus 1906 setelah lama menderita kanker. Ironisnya, penyakit yang menutup hidupnya itu kemudian menjadi alasan banyak orang memohon perantaraannya dan sembuh dari kanker. St. Ezequiel dikenal kini sebagai santo pelindung bagi mereka yang menghadapi kanker. Tak hanya karena pengalamannya sendiri saat mengidap penyakit ini, ia memperantarai doa untuk kesembuhan orang lain.
St. Ezequiel lahir pada 1848 di Alfaro, wilayah Rioja, Spanyol, Ezequiel. Ia bergabung dengan Ordo Augustinian Recollects pada usia 17 tahun dan menapaki kehidupan doa, kesederhanaan, serta semangat misi.
Pada 1871, St. Ezequiel diutus ke Filipina dan menghabiskan 15 tahun melayani komunitas terpencil di antaranya di Visayan, Jaro, dan Iloilo. Selama di Filipina ini, ia menyampaikan Injil sekaligus merawat yang sakit dan membela kaum miskin.
Di penghujung tahun-tahun awal pengabdiannya di Filipina, Ezequiel ditugaskan bersama saudaranya, Eustaquio, ke Palawan. Di sana ia menjadi pembimbing rohani militer di sebuah penjara koloni, kelak penjara ini dikenal dikenal sebagai Iwahig Prison and Penal Farm di Puerto Princesa.
Selain tugas pastoralnya, Moreno berperan dalam pendirian Kota Aborlan dan Desa Inagawan di wilayah Puerto Princesa. Tugas di Palawan tidak luput dari risiko kesehatan: ia terserang malaria sehingga terpaksa kembali ke Manila untuk pemulihan.
Setelah pulih, Moreno dipercaya memimpin sebuah misi di Calapan dan, meski baru berusia 28 tahun, ditunjuk sebagai pemimpin untuk wilayah pastoral di Mindoro, atas rekomendasi Uskup Agung Manila. Dalam posisi ini, ia memimpin beberapa imam lain dalam karya mereka di wilayah itu.
Pada Mei 1876, Ezequiel dipindahkan ke wilayah yang kini dikenal sebagai Las Piñas, di mana ia menunjukkan semangat pelayanan luar biasa. Selama tiga tahun bertugas di situ, ia menghadapi wabah penyakit, kekeringan, dan kebakaran; Moreno menanggapi dengan merawat yang sakit dan membantu warga miskin melalui pemberian uang, beras, dan pakaian.
Kepeduliannya membuat umat di Las Piñas menentang rencana pemindahannya ke Santo Tomás, Batangas, tetapi permintaan itu tidak mengubah keputusan atasan. Moreno sempat kembali ke Manila ketika diangkat menjadi Khotbah Umum Ordo Augustinian Recollects pada Oktober 1880 dan kemudian menjabat sebagai pastor Paroki Santa Cruz sejak Februari 1881. Setahun kemudian ia diberi tugas mengelola hacienda Recoletos di kota Imus dan Bacoor, Cavite.
Di Cavite Moreno kembali diuji ketika wabah kolera melanda. Dalam situasi genting itu ia bekerja tanpa kenal lelah untuk memberikan Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan menerima jiwa-jiwa yang sekarat; dari ribuan korban wabah, hampir semuanya menerima sakramen terakhir berkat upaya keras sang imam. Kesaksian pelayanan pastoralnya yang penuh keberanian dan belas kasih inilah yang kemudian mengukuhkan nama Ezequiel Moreno sebagai teladan imam missioner yang mengutamakan martabat dan keselamatan jiwa dalam situasi paling sulit.
Pada 1888, perutusannya lalu berlanjut ke misi Kolombia, di mana ia berjasa membangun kembali misi-misi ordo dan akhirnya diangkat menjadi Uskup Pasto. Untuk ke Kolombia, Ezequiel kembali menyeberangi Samudra Atlantik.
Kiprahnya berkembang pesat: ia ditunjuk Vikaris Apostolik Casanare dan kemudian diangkat menjadi Uskup Tituler Pinara pada 23 Oktober 1893. Ia resmi menjadi Uskup Pasto pada 2 Desember 1893.
Di keuskupannya, Ezequiel dikenal luas karena kemurahan hatinya. Ia memprakarsai berbagai wujud pelayanan kepada kaum miskin dan sakit serta giat mendorong devosi Rosario Fajar sebagai sarana doa dan penghiburan rohani bagi umatnya.
Namun peran pastoralnya juga memasuki ranah publik dan politik. Sejalan dengan banyak pemimpin gereja di zamannya, Moreno condong kepada Partai Konservatif Kolombia. Saat negara dilanda Perang Seribu Hari, ia menggunakan tulisan dan khotbahnya untuk mengkritik Partai Liberal, menegaskan dalam surat pastoralnya komitmen moral seorang Katolik yang menurutnya harus melampaui sekadar afiliasi politik.
Pernyataannya yang menohok: “liberalisme adalah dosa”, menimbulkan kontroversi dan memperlihatkan bagaimana pandangan teologisnya kerap berkolerasi dengan posisi politik zaman itu.
Warisan Moreno di Kolombia karenanya berlapis: seorang uskup yang membangun pelayanan konkret dan penguatan iman, sekaligus tokoh yang tak ragu menyuarakan penilaian teologisnya terhadap dinamika politik, hingga memancing perdebatan di tengah-tengah umat dan publik.
Saksi hidup mengenangnya sebagai pribadi penuh kasih yang tak lelah mengunjungi orang sakit dan menghibur kaum papa. Bahkan ketika kanker telah menyerang tubuhnya, Ezequiel menanggung penderitaan itu dengan ketenangan dan mengerti kesakitan sebagai bentuk persatuan dengan penderitaan Kristus.
“Rasa sakit bisa menjadi sekolah cinta,” pernah ia ungkapkan kepada seorang sahabat, “apabila dipersembahkan dengan iman.”
Mukjizat Kesembuhan
Setelah kematiannya, beredar kisah-kisah kesembuhan yang dikaitkan dengan perantaraan Santo Ezequiel, khususnya di Kolombia. Kasus paling menonjol adalah penyembuhan María Jesús Ñáñez dari kanker payudara stadium akhir setelah ia berdoa kepada Ezequiel pada 1986. Kesembuhan yang dialami Ñáñez tak dapat dijelaskan secara medis. Mukjizat ini kemudian diakui oleh Gereja sebagai mukjizat peneguh kanonisasi oleh Santo Yohanes Paulus II pada 1992.
Warisan amal dan perhatian pastoral Santo Ezequiel berlanjut melalui lembaga seperti Fundación San Ezequiel Moreno (FUSEM) di Kolombia, yang didukung jaringan solidaritas Augustinian Recollect, ARCORES. Lembaga ini memberikan bantuan pangan, obat-obatan, dan pendampingan rohani bagi pasien kanker dan keluarga mereka, menerjemahkan semangat belas kasih sang santo ke dalam tindakan konkret.
Dalam konteks saat ini—di mana kanker tetap menjadi salib keseharian jutaan orang. Teladan Santo Ezequiel mengingatkan bahwa kekudusan kerap dibentuk melalui penderitaan yang bermakna. Ajaran Katekismus mengingatkan bahwa penderitaan, jika dipersatukan dengan karya penebusan Kristus, memperoleh makna baru dan dapat mengonfigurasi hidup kita kepada-Nya (KKK 1505).
Pada peringatan hari kudusnya setiap 19 Agustus, Gereja berdoa memohon agar perantaraan Santo Ezequiel membantu umat hidup penuh sukacita dalam kesaksian iman dan melayani sesama dengan cinta yang murah hati.
Bagi mereka yang berjalan di jalan penyakit dan keprihatinan, Santo Ezequiel Moreno tetap menjadi sahabat yang menguatkan—tanda bahwa di balik rasa sakit ada harapan, dan dalam doa dapat menyala secercah kesembuhan, penghiburan, serta kemenangan kasih yang tenang.




