JAKARTA, Pena Katolik – Gereja Katolik Indonesia kembali menggelar Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025, di Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta, 3-7 November 2025. SAGKI 2025 diikuti oleh perwakilan dari 38 keuskupan teritorial dan 1 keuskupan TNI-Polri. Kegiatan ini akan mempertemukan seluruh unsur Gereja: para uskup, imam, biarawan-biarawati, dan umat awam.
Sidang akbar ini menjadi SAGKI kelima sejak pertama kali digelar pada tahun 2000. Setelah sempat tertunda pada 2020 karena pandemi Covid-19, tahun ini Gereja kembali melanjutkan tradisi refleksi bersama itu dengan semangat pembaruan dan pengharapan.
SAGKI 2025 mengusung tema besar “Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan: Menjadi Gereja Sinodal yang Misioner untuk Perdamaian.” Kata “sinodal” berasal dari bahasa Yunani syn (bersama) dan hodos (jalan), yang menegaskan identitas Gereja sebagai persekutuan umat Allah yang berjalan bersama—baik secara internal di antara para pelayan dan umat, maupun eksternal bersama masyarakat lintas agama, budaya, dan kepercayaan—dalam mewartakan kasih Allah kepada seluruh ciptaan.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC, menegaskan bahwa semangat berjalan bersama adalah kekuatan besar Gereja di tengah perubahan zaman.
“Berjalan bersama yang di dalamnya ada nilai solidaritas, subsidiaritas, saling menghargai, dan saling melayani adalah kekuatan luar biasa untuk terus mewartakan kebaikan, keadilan, dan kedamaian,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor KWI, Jakarta, Rabu 29 Oktober 2025.
Mgr. Antonius menambahkan, semangat sinodalitas juga relevan bagi kehidupan bangsa Indonesia yang tengah menghadapi berbagai persoalan sosial.
“Berjalan bersama membantu kita mencari solusi atas kerusakan lingkungan, korupsi, kesenjangan sosial, intoleransi, kekerasan, dan ketidakadilan gender,” katanya.
Melalui tema besarnya, SAGKI 2025 diharapkan menjadi momentum Gereja Katolik untuk membangun sikap saling mendengarkan, berdialog secara setara, memperbarui komitmen pelayanan, dan menggali potensi umat guna mewujudkan misi Kristus: menghadirkan damai sejahtera sejati di dunia.
Inspirasi ini sejalan dengan pesan Paus Leo XIV dalam sambutan perdananya Urbi et Orbi pada 8 Mei 2025, sesaat setelah terpilih menjadi Paus.
“Dunia sedang membutuhkan suasana hidup yang damai, dan Gereja tidak bisa tinggal diam. Gereja harus ambil bagian dalam menciptakan tata kehidupan bersama yang harmonis dan penuh kasih,” ujar Paus Leo XIV.
Paus menegaskan bahwa Gereja mesti menjadi jembatan dan ruang dialog bagi siapa pun yang membutuhkan belas kasih dan pengharapan.
Dalam kesempatan yang sama, Mgr. Antonius mengaitkan semangat sinodalitas dengan nilai kebersamaan yang telah mengakar dalam sejarah bangsa Indonesia.
“Semangat berjalan bersama telah dialami bangsa kita sejak Sumpah Pemuda 1928, ketika para pemuda dari berbagai suku dan agama bertekad bersatu mencintai tanah air,” ujarnya.
Mgr. Antonius menekankan bahwa semangat Bhinneka Tunggal Ika harus terus dihidupi dalam menghadapi tantangan zaman modern.
“Kebersamaan dalam perbedaan adalah kekuatan besar untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial,” tegasnya.
Mgr. Antonius juga menyoroti pengharapan sebagai sumber kekuatan rohani Gereja, mengutip pesan Paus Fransiskus dalam dokumen Spes non Confundit (Pengharapan Tidak Mengecewakan), yang diterbitkan untuk Tahun Yubileum 2025.
“Seperti dikatakan Santo Agustinus, apa pun keadaan hidup kita, kita tidak dapat hidup tanpa iman, harapan, dan kasih,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Gereja bersama semua pihak yang berkehendak baik dipanggil menjadi tanda pengharapan bagi mereka yang menderita dan menghadirkan wajah Kristus yang penuh kasih.



