VATIKAN, Pena Katolik — Di bawah langit cerah Kota Roma, sekitar 70.000 umat memenuhi Lapangan Santo Petrus saat Paus Leo XIV memimpin Misa Kanonisasi dan secara resmi memproklamasikan tujuh santo baru Gereja Katolik. Perayaan iman yang bersejarah ini menghadirkan momen istimewa dengan kanonisasi santo pertama dari Venezuela dan Papua Nugini, serta seorang mantan penganut setan yang mengalami pertobatan luar biasa dan kemudian dikenal sebagai “rasul rosario.”
“Hari ini kita memiliki tujuh saksi baru, para santo yang dengan rahmat Allah menjaga pelita iman tetap menyala,” ujar Paus Leo XIV dalam homilinya, Minggu (19/10). “Mereka sendiri telah menjadi pelita yang memancarkan terang Kristus. Semoga perantaraan mereka menolong kita dalam berbagai pencobaan dan teladan hidup mereka menginspirasi kita dalam panggilan menuju kekudusan.”
Dari Italia, St. Bartolo Longo menjadi salah satu sosok paling dikenal di antara para santo baru. Mantan pengacara yang sempat meninggalkan imannya dan menjadi penganut Satanisme ini bertobat secara mendalam dan mendedikasikan hidupnya untuk mempromosikan devosi kepada Bunda Maria melalui doa Rosario. Ia mendirikan Basilika Maria Ratu Rosario di Pompei, yang kini menjadi tempat ziarah marian terkenal di Italia.
Di antara para santo baru, dua berasal dari Venezuela: St. José Gregorio Hernández Cisneros, dikenal sebagai “dokter kaum miskin,” dan St. María del Carmen Rendiles Martínez, biarawati yang lahir tanpa lengan kiri dan mendirikan tarekat Servants of Jesus di Caracas pada tahun 1965. Dari Papua Nugini, St. Petrus To Rot, seorang katekis awam yang gugur sebagai martir pada masa pendudukan Jepang di Perang Dunia II, kini menjadi santo pertama dari negaranya. Ia dikenal karena keberaniannya menentang praktik poligami yang diizinkan penjajah demi mempertahankan kesucian perkawinan Kristen.
Santo martir lainnya adalah St. Ignatius Maloyan, Uskup Agung Katolik Armenia yang dieksekusi pada masa genosida Armenia setelah menolak berpindah agama. “Menumpahkan darah demi imanku adalah kerinduan termanis hatiku,” katanya sebelum wafat, menegaskan imannya yang teguh hingga akhir hayat.

Tiga perempuan lainnya juga diangkat menjadi santo, yakni St. Vincenza Maria Poloni, pendiri Sisters of Mercy of Verona yang melayani kaum miskin bahkan di tengah wabah kolera tahun 1836; St. María del Carmen Rendiles Martínez dari Venezuela; dan St. Maria Troncatti, suster Salesian asal Italia yang mengabdikan 44 tahun hidupnya sebagai misionaris di hutan Amazon, Ekuador. Dikenal dengan panggilan penuh kasih “Madrecita” (ibu kecil), ia melayani masyarakat suku Shuar sebagai perawat, ahli bedah, dan katekis dengan semangat misioner yang luar biasa.
Upacara kanonisasi ini juga bertepatan dengan Hari Minggu Misi Sedunia. Sebelum doa Angelus, Paus Leo XIV — yang pernah menjadi misionaris Ordo Augustinian di Peru — mengajak umat untuk berdoa bagi para misionaris masa kini. “Gereja adalah misioner sepenuhnya. Hari ini kita berdoa bagi mereka yang meninggalkan segalanya untuk mewartakan Injil. Mereka adalah misionaris harapan bagi dunia. Semoga Tuhan memberkati mereka,” katanya.
Dalam pesan penutup, Paus Leo XIV juga menyampaikan seruan perdamaian bagi Myanmar, menanggapi kekerasan yang kembali terjadi di negara tersebut. “Saya memperbarui seruan tulus untuk gencatan senjata segera dan efektif. Semoga senjata perang digantikan oleh alat-alat perdamaian melalui dialog yang inklusif dan konstruktif,” ujarnya.
Paus kemudian mempercayakan doa bagi perdamaian dunia kepada perantaraan para santo baru, terutama bagi Tanah Suci, Ukraina, dan semua wilayah yang masih dilanda konflik. “Semoga Tuhan mengaruniakan kebijaksanaan dan keteguhan kepada para pemimpin dunia untuk terus mencari perdamaian yang adil dan abadi,” tutup Paus Leo XIV.