PURWOKERTO, Pena Katolik – Puluhan santriwati langsung ambil sikap bergaya ketika mengetahu mereka akan dipotret. Dengan berbagai gaya, tersenyum lebar, dua jari didekatkan di wajah, dan berteriak dengan polosnya, mereka bersiap untuk diabadikan. Begitu momentum itu diabadikan, tertawa gelak dan renyah langsung keluar dari mulut mereka.
Itulah kenangan yang tertanam dalam benak rombongan Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KOMHAK KWI) yang berkunjung ke Pondok Pesantren Al Hidayah, Karangsuci, Purwokerto yang terletak tepat di jantung, Selasa 7 Oktober 2025.
Rombongan disambut pengasuh ponpes Al Hidayah, Ibu Nyai Hj. Nadliroh Noeris yang didampingi Muhammad Labib Syauqi, S.Th, MA, – anggota Dewan Asatidz (Dewan Guru). Sementara rombongan dipimpin Ketua KomHak KWI, Mgr Christophorus Tri Harsono, yang juga Uskup Purwokerto. Hadir dalam rombongan, Rm. Aloysius Budi Purnomo (Sekretaris KomHak KWI), Rm. Mikael Endro Susanto, Rudy Pratikno, Theresia Joice Damayanti, Suster Yulia, SDP, Theresia Eka Murti, Ferdindus Ferdinand Nancu dan AM Putut Prabantoro.
Mengomentari sikap polos anak-anak yang ceria saat difoto, Rm Budi Purnomo Pr mengatakan, “Umi Pengasuh Ponpes ini sangat istimewa. Ponpes ini menjunjung tinggi semangat Islam sebagai rahmatan lil alamin yang menjaga Indonesia dalam keberagaman yang indah. Kunjungan ini menjadi kunjungan yang penuh persaudaraan! Hal itu juga terpancar dalam diri para santriwati yang ramah terbuka dan ceria secara alamiah, tidak dibuat-buat. Wajah anak didik mencerminkan cara pengasuhnya mendidik para santrinya.”
Oleh Rm Budi Purnomo ditambahkan bahwa para santriwati itu adalah wajah sesungguhnya sang pengasuh. Kepolosan, keceriaan, kekompakan dari para santriwati yang sebagian anak-anak setingkat SMP dan SMA mencerminkan bagaimana sang pengasuh mendidik mereka.
Menurut Mgr Christophorus Tri Harsono, Pondok Pesantren Al Hidayah Karang Suci, Purwokerto, tak hanya menjadi pusat pendidikan Islam berpaham Ahlussunnah wal Jamaah, tetapi juga dinilai sebagai salah satu titik simpul penting dalam membangun kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Oleh karena itu, ditegaskannya, kehadiran rombongan KWI ini lebih dari sekadar dialog agama.
“Ini soal kehidupan bersama. Dari perjumpaan seperti ini, kita belajar saling menolong, saling membantu. Banyak persoalan terjadi karena kurangnya komunikasi,” ujar Mgr Tri Harsono.
PONPES PEJUANG
Pondok Pesantren Al Hidayah Karang Suci didirikan secara resmi pada bulan Ramadan 1986.
Di bawah asuhan KH. Dr. Noer Iskandar al Barsyani, MA, dan Nyai Dra. Hj. Nadhiroh Noeris, pesantren ini terus tumbuh dan berkembang hingga kini menaungi sekitar 300 santri putra dan putri.
Cikal bakal pesantren ini telah digagas sejak 1957 oleh KH. Muslich, pendiri Yayasan Al Hidayah. Namun, realisasinya baru terwujud puluhan tahun kemudian oleh tangan dingin Gus Noer, sapaan akrab KH. Noer Iskandar, bersama KH. Drs. Khariri Shofa, M.Ag, dan Ustadz M. Ridwan Makhdum, BA, yang menjadi lurah pesantren pertama.
“Pesantren ini lahir dari semangat mencetak santri yang tak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga matang secara spiritual dan berakhlak mulia,” ujar Nyai Nadhiroh, yang kini memimpin pondok.
Meski berakar pada tradisi salaf, Al Hidayah tidak menutup diri terhadap modernitas. Sistem pendidikan pesantren ini mengombinasikan metode klasik seperti bandongan dan sorogan, serta pendidikan klasikal melalui Madrasah Diniyah Salafiyah Al Hidayah (MDSA) yang kurikulumnya berbasis pesantren.
Dalam pengajaran, pesantren menekankan nilai-nilai moderat: tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dan i’tidal (adil).
Para santri tidak hanya belajar kitab kuning, tetapi juga aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler yang menumbuhkan kepemimpinan dan keterampilan.
Selama hampir empat dekade, Al Hidayah telah melahirkan ribuan alumni yang berkiprah di berbagai bidang – mulai dari tokoh agama, pendidik, hingga penggerak sosial.
Tak hanya berilmu, para alumni ini juga dikenal santun dan berkomitmen menjaga nilai-nilai keislaman yang damai dan ramah terhadap keberagaman.
“Kami ingin santri Al Hidayah tumbuh sebagai ulama pejuang, pembela ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin, yang berilmu luas dan berakhlak santun,” tegas Nyai Nadhiroh.
Kini, keberadaan Pondok Pesantren Al Hidayah Karang Suci bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga menjadi mercusuar nilai-nilai keislaman moderat, toleransi, dan kebangsaan di tengah masyarakat yang majemuk.
Kunjungan rombongan Komhak KWI ini menjadi bukti bahwa dari pesantren, pesan damai bisa bergema lintas iman.



