Pena Katolik, Jakarta | Dalam suasana “Year of Hope” atau Tahun Harapan, para frater Dominikan dari delapan negara di kawasan Asia-Pasifik berkumpul di Indonesia untuk mengikuti Common Study Programme 2025.
Pertemuan lintas negara yang digelar sepanjang beberapa pekan ini menjadi ruang pembelajaran bersama, refleksi iman, sekaligus kesaksian nyata bahwa Sabda Tuhan “masih berbicara, masih memanggil, dan masih mengutus,” sebagaimana ditegaskan dalam pesan resmi Romo Shiju Francis Thaiparambil, OP, selaku Formator program ini.
Romo Shiju menjelaskan bahwa pertemuan tersebut “berakar pada kharisma dan misi bersama,” serta ditandai dengan semangat persaudaraan yang mendalam.
“Kami mengenali diri kami sebagai peziarah harapan, berjalan bersama, berakar pada Injil, terinspirasi oleh Bapa Suci kami Santo Dominikus, dan berkomitmen mewartakan Kabar Gembira kepada dunia yang membutuhkan terang, kebenaran, dan belas kasih,” tulisnya.
Bukan Sekadar Studi Akademik
Dalam pesannya, Romo Shiju menegaskan bahwa program ini jauh melampaui kegiatan akademik semata. “Ini adalah pengalaman persekutuan yang mendalam,” ungkapnya.
Para saudara Dominikan dari beragam negara, budaya, dan konteks sosial disatukan oleh “satu panggilan, satu tradisi, dan satu tugas suci: untuk merenungkan dan membagikan buah-buah permenungan (contemplare et contemplata aliis tradere).”
Ia menambahkan, selama kebersamaan itu para peserta mampu melampaui perbedaan dan “memeluk semangat Santo Dominikus yang memanggil kami untuk berjalan dengan rendah hati, belajar dengan sungguh, dan mewartakan dengan berani.”
Kesaksian ini menunjukkan bahwa persaudaraan lintas negara bukan hanya mungkin, tetapi nyata dialami dalam keseharian.
Inspirasi dari Indonesia
Indonesia yang menjadi tuan rumah mendapat apresiasi khusus. Romo Shiju menyebut negara ini “bukan hanya menawarkan keramahan, tetapi juga inspirasi.”
Ia menilai bahwa kekayaan tradisi dan cara hidup harmonis masyarakat Indonesia memberikan pelajaran berharga tentang dialog antaragama, hidup berdampingan secara damai, dan saling menghormati budaya.
“Adalah pengalaman yang menakjubkan sekaligus membangun iman ketika menyaksikan bagaimana, meskipun mayoritas penduduknya Muslim, Indonesia memilih untuk tidak mendefinisikan dirinya sebagai ‘negara Muslim,’ melainkan berusaha menumbuhkan persatuan di antara semua komunitas agama,” tulis Romo Shiju.
Menurutnya, pesan ini sangat relevan bagi dunia yang terpecah belah: “Bahwa damai dan harmoni bukan hanya mungkin, tetapi sangat penting.”
Kesan mendalam ini menegaskan bahwa kehidupan beragama di Indonesia dapat menjadi contoh nyata bagi dunia internasional. Dialog lintas iman dan budaya bukan sekadar wacana, melainkan dijalankan dalam keseharian masyarakat.
Harapan di Tengah Ketidakpastian
Romo Shiju menyoroti konteks dunia saat ini yang penuh ketidakpastian, gejolak sosial, dan “kelaparan rohani.” Di tengah situasi tersebut, pertemuan para frater Dominikan ini menjadi “saksi penuh harapan bahwa Sabda Allah tetap berbicara, tetap memanggil, dan tetap mengutus.”
Ia mengungkapkan doa dan harapan agar program ini “menguatkan ikatan di antara kami, memperdalam pemahaman akan misi bersama, dan memperbarui semangat Dominikan untuk tetap setia menjadi pewarta rahmat dan harapan.”
Pesan itu bukan sekadar ajakan, melainkan semangat yang dihidupi para peserta. Dalam kebersamaan, mereka saling mendukung, mendengarkan, dan memperdalam iman untuk kemudian kembali ke negara masing-masing sebagai pembawa pesan damai.
Dorongan Kitab Suci
Di bagian penutup pesannya, Romo Shiju mengutip surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma sebagai kekuatan rohani bagi para frater yang akan kembali ke pelayanan mereka masing-masing: “Rejoice in hope, be patient in suffering, persevere in prayer.” (Roma 12:12).
“Semoga inilah semangat yang menopang kami ketika kembali ke pelayanan masing-masing, membawa nyala harapan Dominikan untuk menyalakan hati, menerangi budi, dan membangun jembatan iman di mana pun kami diutus,” tulisnya.
Pesan yang disampaikan Romo Shiju Francis Thaiparambil, OP, bukan hanya rangkaian kata, tetapi cerminan nyata dari pengalaman bersama yang dihidupi para saudara. Kehadiran peserta dari delapan negara Asia-Pasifik menjadi bukti bahwa perbedaan budaya dan bahasa tidak menghalangi persaudaraan.

Pertemuan ini menjadi saksi bahwa Gereja tetap hidup, dan misi pewartaan Injil tetap relevan di era modern. Para saudara kembali ke tanah air masing-masing membawa “api harapan Dominikan” yang diharapkan mampu menyalakan semangat iman, memperluas dialog lintas agama, serta membangun jembatan perdamaian di tengah dunia yang dilanda konflik dan perpecahan.
Romo Shiju menutup pesannya dengan ajakan penuh keyakinan: “Semoga program ini memperkuat ikatan di antara kami, memperdalam pemahaman misi bersama, dan memperbarui semangat Dominikan untuk tetap setia sebagai pewarta rahmat dan harapan.”
Dengan semangat yang sama, mereka berangkat kembali ke tempat pelayanan masing-masing, membawa bekal iman, persaudaraan, dan komitmen untuk menjadi “peziarah harapan”—sebuah identitas yang tak hanya diucapkan, tetapi dijalani.