Bacaan I – Za. 2: 1-5, 10-11a
Aku melayangkan mataku dan melihat: tampak seorang yang memegang tali pengukur. Lalu aku bertanya: “Ke manakah engkau ini pergi?” Maka ia menjawab aku: “Ke Yerusalem, untuk mengukurnya, untuk melihat berapa lebarnya dan panjangnya.” Dan sementara malaikat yang berbicara dengan aku itu maju ke depan, majulah seorang malaikat lain mendekatinya, yang diberi perintah: “Berlarilah, katakanlah kepada orang muda yang di sana itu, demikian: Yerusalem akan tetap tinggal seperti padang terbuka oleh karena banyaknya manusia dan hewan di dalamnya.
Bersorak-sorailah dan bersukarialah, hai puteri Sion, sebab sesungguhnya Aku datang dan diam di tengah-tengahmu, demikianlah firman TUHAN; dan banyak bangsa akan menggabungkan diri kepada TUHAN pada waktu itu dan akan menjadi umat-Ku dan Aku akan diam di tengah-tengahmu.” Maka engkau akan mengetahui, bahwa TUHAN semesta alam yang mengutus aku kepadamu.
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah
Mzm Tggpn. Yer 31: 10, 22-12ab, 13
“Pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, Aku akan menjadi Allah segala kaum keluarga Israel dan mereka akan menjadi umat-Ku.
Mereka akan datang bersorak-sorak di atas bukit Sion, muka mereka akan berseri-seri karena kebajikan TUHAN, karena gandum, anggur dan minyak, karena anak-anak kambing domba dan lembu sapi; hidup mereka akan seperti taman yang diairi baik-baik, mereka tidak akan kembali lagi merana.
Bacaan Injil – Luk. 9: 43b-45.
Maka takjublah semua orang itu karena kebesaran Allah. (9-43b) Ketika semua orang itu masih heran karena segala yang diperbuat-Nya itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.” Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya.
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Terpujilah Kristus
***
Mukjizat Yesus
Yesus berbicara kepada para murid-Nya ketika semua orang kagum akan mukjizat-mukjizat-Nya. Ia berkata, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.” Namun para murid tidak mengerti arti perkataan itu. Mereka bahkan takut bertanya kepada-Nya.
Perikop ini memperlihatkan kontras antara kekaguman orang banyak terhadap Yesus dan nubuat Yesus tentang penderitaan-Nya. Dunia sering menilai Yesus dari sisi spektakuler: kuasa-Nya menyembuhkan, mengusir roh jahat, dan melakukan hal-hal luar biasa. Tetapi Yesus justru menyingkapkan wajah sejati-Nya sebagai Mesias yang menderita, ditolak, dan diserahkan ke dalam tangan manusia. Jalan salib adalah bagian dari rencana keselamatan Allah, sesuatu yang sulit dimengerti oleh para murid pada saat itu.
Kebingungan para murid sering mencerminkan diri kita. Kita senang saat iman memberi mujizat, kenyamanan, atau jawaban doa yang indah. Namun, kita mudah goyah ketika harus menghadapi salib: penderitaan, kegagalan, penyakit, atau pengorbanan. Injil hari ini mengingatkan bahwa kemuliaan Kristus tidak terpisahkan dari salib-Nya. Barangsiapa ingin mengikuti-Nya, ia pun harus siap masuk ke dalam misteri penderitaan bersama-Nya.
Yesus tidak menutupi kenyataan salib, tetapi Ia menegaskan bahwa penderitaan bukanlah akhir. Di balik penyerahan-Nya ada kebangkitan, kemenangan kasih Allah atas dosa dan maut. Karena itu, iman sejati bukan hanya kagum atas kuasa-Nya, melainkan berani berjalan bersama-Nya dalam jalan salib.
Kita dipanggil untuk mempercayakan diri kepada-Nya sepenuhnya, bahkan ketika jalan hidup terasa gelap dan membingungkan. Justru dalam saat-saat sulit, Yesus hadir sebagai sahabat setia yang menuntun kita menuju hidup baru. Semoga kita belajar membuka hati, bukan hanya untuk mujizat yang gemerlap, tetapi juga untuk salib yang menyelamatkan.
Doa Penutup
Ya Tuhan Yesus Kristus, Engkau adalah Mesias yang mulia sekaligus Hamba yang menderita. Ampunilah kami bila sering hanya mencari kekaguman dan berkat-Mu, tetapi enggan memikul salib bersama-Mu. Ajarilah kami memahami bahwa penderitaan yang kami hadapi pun dapat menjadi jalan menuju keselamatan bila kami jalani dengan iman dan kasih. Berilah kami keberanian untuk tetap setia, meski tidak mengerti sepenuhnya rencana-Mu. Semoga kami selalu percaya bahwa di balik salib ada kebangkitan, dan di balik penderitaan ada harapan. Demi Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami. Amin.
***
Santo Vinsensius a Paulo, Pengaku Iman
Vinsensius a Paulo terkenal sebagai rasul cintakasih bagi kaum miskin dan penghibur orang-orang sakit. Pendiri Kongregasi Misi dan Kongregasi Puteri-puteri Cintakasih ini lahir di Pouy, Gascony, Prancis pada tanggal 24 April 1581. Ayahnya Jean de Paul dan ibunya Bertrande de Moras dikenal sebagai petani miskin di Pouy dengan enam orang anak. Meskipun demikian, mereka orang beriman dan saleh hidupnya. Mereka mendidik anak-anaknya dalam kerja dan hidup doa sehingga semuanya berkembang dewasa menjadi orang beriman yang saleh dan disenangi banyak orang.
Vinsens dikenal cerdas, namun tidak bisa bersekolah karena ketidak mampuan orangtuanya membiayai sekolah. Untunglah Tuan Comet, seorang dermawan, bersedia menyekolahkan dia. Pada umur 15 tahun, Vinsens mengikuti panggilan nuraninya untuk menjadi imam. Ia masuk Seminari. Orangtuanya bingung dengan cita-citanya itu. Tetapi akhirnya mereka pun meluluskan permintaannya. Mula-mula Vinsens belajar di sebuah kolese Fransiskan di kota Dax, lalu melanjutkan pendidikannya di Universitas Toulouse. Karena kecerdasannya, ia dapat menyelesaikan studinya dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1600, ketika berusia 20 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam, sambil melanjutkan studi hingga meraih gelar Sarjana Teologi di Universitas Toulouse pada tahun 1604.
Pada tahun 1605, dalam perjalanan pulang seusai studinya, kapal yang ditumpanginya disergap bajak-bajak laut dari Turki di Laut Tengah. Vinsens ditangkap dan digiring ke pasar budak Tunisia. Di sana dia dibeli oleh seorang saudagar dari Afrika Utara. Selama dua tahun, Vinsens mengalami banyak penderitaan karena perlakuan kasar majikannya. Namun dia dengan sabar dan rendah hati menanggung semuanya itu.
Teladan hidupnya akhirnya berhasil mematahkan kekerasan hati tuannya sehingga dia tidak disiksa dengan pekerjaan-pekerjaan berat. Pada tahun 1607, Vinsens berhasil meloloskan diri dari cengkeraman tuannya dan lari ke Roma. Di Roma ia belajar lagi Teologi selama dua tahun sebelum kembali ke Prancis.
Di Prancis, ia bekerja di paroki Clichy di pinggiran kota Paris. Di bawah bimbingan Pater Pierre de Berulle, seorang teolog terkenal yang kemudian menjadi Kardinal, ia menjadi seorang imam yang disukai umat. Atas permintaan Pater de Berulle, ia menjadi pengajar pribadi putera tertua Philippe Gondi, seorang bangsawan terkemuka dari Prancis. Dalam keluarga bangsawan ini Vinsens mulai mencurahkan seluruh kemampuannya.
Ia tidak hanya mengajar tetapi juga memberikan bimbingan rohani kepada para petani yang bekerja, di perkebunan-perkebunan keluarga Gondi di Champagne dan Picardy. Kepada mereka, Vinsens mengajarkan kebajikan-kebajikan iman Kristen dan mendorong mereka untuk selalu menerima sakramen terutama Komuni Kudus serta kembali kepada praktek iman Kristen yang benar dalam hidup sehari-hari.
Pada tahun 1617, Vinsens diangkat sebagai pastor paroki ChatillonLes-Dombes. Paroki ini tergolong sulit dan berat karena sarat dengan masalah kemerosotan moral dan praktek kekafiran. Vinsens ternyata orang hebat. Ia berhasil mempertobatkan umat paroki itu hanya dalam waktu satu tahun. Kesalehan hidupnya dan caranya melayani umat sanggup mematahkan kedegilan hati umat. Di paroki itulah, Vinsens mulai merintis pendirian tarekat Persaudaraan Cintakasih. Ia berhasil menarik 20 orang wanita yang dengan sukarela mengunjungi orang-orang sakit dan para fakir miskin di seluruh wilayah paroki.
Menyaksikan prestasi Vinsens, Jean Francois de Gondi, Uskup Agung Paris dan saudara kandung Philippe Gondi, meminta Vinsens mendirikan sebuah tarekat misioner untuk mewartakan Injil dan melayani sakramen-sakramen di seluruh wilayah keuskupannya. Tarekat misioner ini kemudian dikenal luas dengan nama ‘Kongregasi Imam untuk Karya Misi’ atau Kongregasi Misi. Imam-imam dalam kongregasi ini lazim juga disebut ‘Imam-imam Lazaris’. Pada mulanya mereka bermarkas di Kolese des Bos-Enfants, yang dipercayakan kepada Vinsens oleh Uskup Agung Jean Francois de Gondi.
Masalah besar yang dihadapi Vinsens ialah kurangnya persiapan imam-imam diosesan Prancis untuk tugas-tugas pastoral. Untuk mengatasinya, Vinsens mulai melancarkan program pembinaan rohani khusus untuk para calon imam yang akan ditahbiskan. Untuk itu, ia memindahkan pusat karyanya ke biara Santo Lazarus di Paris atas dukungan kepala biara itu. Di biara itu, Vinsens memprakarsai pertemuan mingguan untuk imam-imam diosesan, dan kegiatan pemeliharaan anak-anak yatim-piatu dan para fakir miskin. Melalui pertemuan mingguan itu, ia berhasil mendidik sejumlah orang saleh dari Prancis, seperti Jacques Benigne Bossuet dan Jean Jacques Olier, pendiri Serikat Santo Sulpice.
Bagi para miskin dan orang sakit, ia mendirikan banyak Yayasan Persaudaraan Cintakasih, yang telah dimulainya di paroki Chatillon-LesDombes. Louise de Marillac, janda Antoine Le Gras yang kemudian digelari kudus, ditugaskan untuk mengurus yayasan-yayasan itu. Orangorang kaya dimintanya menyumbangkan sejumlah kekayaannya bagi orang-orang miskin. Beberapa wanita di bawah pimpinan Louise de Marillac dibimbingnya untuk menangani karya itu. Kelompok kecil ini terus bertambah jumlahnya dan akhirnya menjadi satu kongregasi tersendiri, Kongregasi Suster Puteri-puteri Cintakasih. Kelompok suster ini merupakan kelompok religius terbesar dalam Gereja dewasa ini. Semangat dua kongregasi religius yang didirikannya diilhami oleh pandangannya tentang cinta kepada Tuhan yang bersifat praktis: “Cintailah Tuhan dengan kedua tanganmu sampai kecapaian dan dengan butir-butir peluh yang mengucur dari wajahmu!” Vinsensius a Paulo meninggal dunia di Paris pada tanggal 27 September 1660. Oleh Paus Klemens XII, ia digelari ‘kudus’ pada tahun 1737, dan oleh Paus Leo XIII diangkat sebagai pelindung semua karya dan perkumpulan cintakasih.