SEMARANG, Pena Katolik – Pemerintah Kota Semarang meresmikan perubahan nama Jalan TPA Jatibarang menjadi Jalan YB Mangunwijaya (Romo Mangun). Perubahan nama ini dilakukan bertepatan dengan peringatan Hari Aksara Internasional, Senin 8 September 2025. Peresmian ini menjadi bentuk penghormatan kepada Romo YB Mangunwijaya, seorang rohaniwan, budayawan, dan pejuang kemanusiaan yang dikenal selalu berpihak pada kaum kecil dan tersisih.
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, dalam sambutannya menegaskan bahwa pemilihan kawasan TPA Jatibarang sebagai lokasi jalan yang diberi nama YB Mangunwijaya bukan tanpa alasan. Ia menilai, meskipun kawasan ini termasuk “pinggiran” dan banyak orang enggan melewatinya, namun di lokasi inilah, mendiang Romo Mangun justru akan menjadi pribadi yang sangat ingin menjejakkan kaki di sana.
“Memang bukan di jalan protokol atau pusat kota. Justru di area TPA Jatibarang, tempat yang sering dipandang sebelah mata. Bahkan saya yakin lebih dari 95 persen warga Semarang enggan menjejakkan kaki ke sini. Tetapi seandainya Mangunwijaya masih hidup, saya percaya beliaulah orang terdepan yang ingin hadir di tempat ini,” kata Agustina.
Menurut Agustina, semangat Romo Mangun selalu berpihak pada mereka yang tersingkir. Karena itu, TPA Jatibarang dipandang tepat menjadi simbol perjuangan untuk menyalakan harapan dari tempat yang sering dianggap kumuh.
Agustina berharap penamaan jalan ini bisa menumbuhkan inspirasi baru.
“Bahwa tempat yang sekarang hanya dikenal sebagai pembuangan sampah bisa kita ubah menjadi ruang yang bermakna, tempat yang memberi pelajaran tentang keberlanjutan, kemandirian, dan keberdayaan,” ujarnya.
Peresmian ini juga menjadi catatan sejarah karena untuk pertama kalinya di Indonesia, sebuah jalan diresmikan atas nama Romo YB Mangunwijaya. Penggabungan momen Hari Aksara Internasional dengan peresmian jalan ini dinilai memperkuat makna simbolisnya. Jalan tersebut bukan sekadar penanda fisik, melainkan juga simbol jalan panjang menuju pencerahan, literasi, dan kemerdekaan berpikir.
Lebih jauh, Agustina mengajak masyarakat mengubah cara pandang terhadap kawasan TPA Jatibarang.
“Mari kita ubah dari sekadar tempat pembuangan menjadi titik balik perubahan. Dari sekadar beban, menjadi sumber daya. Dari sekadar stigma, menjadi kebanggaan,” tegasnya.
Ia pun mengutip pesan Romo Mangun yang menekankan bahwa tokoh sejarah sejati dapat ditemukan di tengah rakyat kecil yang setia berjuang demi kehidupan. “Semoga nama jalan ini menjadi pengingat abadi, bahwa di tengah tumpukan sampah pun kita bisa menemukan cahaya, bahwa di balik ruang yang dianggap tidak layak pun kita bisa menumbuhkan harapan,” pungkas Agustina.

Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang, Romo FX Sugiyana juga harid mewakili Uskup Agung Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko. Ia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Wali Kota Semarang atas penghormatan yang diberikan kepada Romo Mangun.
“Ini adalah penghargaan yang luar biasa untuk Romo Mangun, tapi juga sekaligus mengandung pesan yang sangat mendalam dan tadi Ibu Wali Kota sudah menyampaikan secara luar biasa,” ungkapnya.
“Mungkin seandainya nama jalan itu ada di tengah kota besar, ada di tengah perumahan mewah, mungkin Romo Mangun malah tidak kerasan dan minta untuk dipindahkan. Tetapi berada di tempat ini, di jalan TPA ini, tentu ini justru sejalan dengan spirit dan passion Romo Mangunwijaya sendiri,” imbuh Romo Sugiyana.
Romo Y.B. Mangunwijaya lahir di Ambarawa. Selama menjadi imam, ia meraih penghargaan SEA Write Award (1986) dan Aga Khan Award for Architecture (1992) berkat keberhasilannya menata Kampung Kali Code. Romo Mangun juga dikenal pula sebagai sosok yang gigih membela rakyat kecil. Ia hadir mendampingi warga terdampak penggusuran untuk pembangunan Waduk Kedungombo tahun 1980-an.