Sabtu, September 6, 2025

Jalan Kudus Aktivis Sosial dan Pendaki Gunung

Perjalanan hidup rohani Pier Giorgio Frassati tidak pernah terlepas dari kepedulian yang ia tunjukkan kepada sesama. Suatu hari, ketika masih kanak-kanak, ia membuka pintu rumah dan melihat seorang ibu mengemis bersama anaknya yang tak mengenakan alas kaki. Tanpa berpikir panjang, Frassati segera melepas sepatunya dan memberikannya kepada anak itu.

Dalam kisah lain, seorang pria mabuk datang ke rumah mereka untuk meminta bantuan. Ayah Frassati menolak menolongnya karena kondisinya yang memprihatinkan. Namun Frassati, yang saat itu masih kecil, menangis terisak saat menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Mendengar hal itu, sang ibu meminta Frassati untuk mencari pria tersebut dan mengundangnya kembali ke rumah untuk makan. Ia pun makan bersama orang itu.

Meski memiliki kepekaan sosial yang tinggi, Frassati tetaplah seorang anak muda yang penuh keceriaan dan suka bercanda. Dalam hal belajar, ia pun pernah mengalami kegagalan. Pada tahun 1913, ia tidak lulus ujian dan akhirnya melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah swasta yang dikelola oleh para imam Jesuit—sebuah pengalaman yang turut membentuk kedewasaan spiritualnya di kemudian hari.

Bagi Frassati, iman bukanlah sekadar keyakinan pribadi yang bersifat batiniah, melainkan sesuatu yang harus mewujud nyata dalam tindakan. Ia meyakini bahwa iman dan aksi sosial tidak bisa dipisahkan—keduanya harus berjalan seiring. Kepedulian Frassati bukanlah hal yang tumbuh tiba-tiba, melainkan sudah tertanam sejak masa kecilnya.

St. Pier Giorgio Frassati OP. CNA

Aktivisme Sosial

Jejak aktivisme sosial Frassati juga telah menjadi legenda. Ia adalah penentang fasisme dan penentang rezim Benito Mussolini. Untuk kiprahnya ini, ia pernah ditangkap di Roma, saat berunjuk rasa bersama Kongres Pekerja Katolik Muda tahun 1921.

Terkait aktivisme sosial ini, Frasati meyakini, bahwa keadilan sosial perlu diperjuangkan dalam sebuah gerakan masyarakat. Baginya, situaso sosial yang bergejolak, dan krisis ekonomi, tidak cukup dihadapi dengan “belas kasih”. Baginya, perjangan untuk keadilan sosial berjalan selaras dengan kehidupan rohani masyarakat (menggereja).

“Kasih sayang saja tidak cukup; kita membutuhkan reformasi sosial,” demikian ia sering berujar.

Untuk perjuangan ini, Frassati terlibat dalam mendirikan surat kabar berjudul Momento yang prinsip-prinsipnya didasarkan pada Rerum Novarum karya Paus Leo XIII. Ia bergabung dengan Perkumpulan Santo Vinsensius a Paulo pada tahun 1918. Dalam perkumpulan ini, ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membantu kaum miskin dan kurang beruntung.

Hidup dan kepedulian terus meluas, pada tahun 1918, ia memulai studi teknik agar dapat menjadi insinyur pertambangan. Ia ingin melakukan ini agar “dapat melayani Kristus dengan lebih baik di antara para penambang”.

Setelah lulus, ayahnya menawarinya sebuah mobil atau dana yang cukup besar. Ia memilih yang terakhir. Uang dari ayahnya ia berikan kepada orang miskin.

Frassati juga pernah menyediakan tempat tidur untuk seorang penderita tuberculosis. Selain itu, ia juga pernah membiayai tiga anak seorang janda yang sakit, dan mencarikan tempat tinggal bagi seorang perempuan yang terusir.

Sebagai hobi, Frassati dikenal sebagai pribadi yang gemar naik gunung. Ia adalah anggota Klub Alpino Italiano. Di kelompok ini, ia pernah  mendaki gunung-gunung seperti Grand Tournalin dan Monte Viso.

Satu lagi, Frassati juga sering mengunjungi teater dan museum bersama teman-temannya setiap kali ada kesempatan. Namun sebagai catatan, ia hanya akan pergi ke bioskop setelah mengetahui nilai-nilai moral film itu. Ia tidak menyukai hal-hal yang vulgar dan tidak murni.

St. Pier Giorgio Frassati OP saat naik gunung. IST

Meneladani Dominikus

Pier Giorgio Frassati lahir pada tanggal 6 April 1901 pada Sabtu Suci. Kedua orangtuanya adalah Alfredo Frassati (28 September 1868 – 21 Mei 1961; seorang agnostik yang memiliki surat kabar liberal terkenal La Stampa) dan Adélaïde Ametis (17 Februari 1877 – 18 Juni 1949) yang merupakan seorang pelukis terkenal. Sedangkan satu-satunya saudara kandungnya adalah Luciana Gawronska (18 Agustus 1902 – 7 Oktober 2007).

Frassati menerima Komuni Pertama pada tanggal 19 Juni 1911. Selanjutnya, ia menerima Penguatan di gereja parokinya pada tanggal 10 Juni 1915.

Frassati adalah anggota Ordo Ketiga Dominikan (Dominikan Awam) pada 28 Mei 1922 untuk meneladani St. Dominikus, di mana ia mengambil nama religius “Girolamo” untuk menghormati Girolamo Savonarola. Ia juga mendalami ajaran St. Thomas Aquinas dan St. Catherine dari Siena. Ajaran Rasul Paulus juga menginspirasinya dan santo tersebut disebutkan dalam berbagai surat Frassati. Ia juga menjadi bagian dari Serikat Santo Vincentius a Paulo.

Frassati wafat pada 4 Juli 1925. Namun keteladanannya nyatanya melamapauai batas-batas kehidupan rohani. Semangatnya merasuki kehidupan sosial khususnya di Kota Turin. Ini menunjukkan bahwa Pier Frassati menjadi peristiwa yang ditakdirkan untuk meninggalkan jejak yang mendalam. Para pemuda menganggap kepribadian Frassati sebagai teladan.

Teladan Rohani dan Sosial

Pers Katolik kota segera mulai menulis tentangnya, Uskup Agung Turin, Kardinal Giuseppe Gamba mendukung untuk mulai mengumpulkan kesaksian tentang hidup Frassati. Pada tanggal 7 Juli 1925, Komunitas Katolik Turin mendirikan Koloni Pier Giorgio Frassati dan memulai upaya besar untuk menyebarkan semangat amal Pier Giorgio.

Ketenaran Frassati terus berkembang. Pada tahun 1928, biografinya diterbitkan dan dicetak sebanyak 75.000 eksemplar dan diterjemahkan ke dalam enam belas bahasa. Pada tahun 1929, empat tahun setelah kematiannya, sudah ada sekitar seratus perkumpulan pemuda di Italia yang didedikasikan untuknya. Konon, Frassati menjadi patron untuk sekitar dari 600 kelompok pemuda.

Pada diri Frassati ada keteladan sebagai sosok kudus, namun juga semangat yang mampu merasuki perjuangan sosial masyarakat pada masa awal abad ke-19 di Italia. Namun, nyatanya jalur rohani terus berlanjut untuk memperjuangkan keteladan rohaninya, menjadi warisan abadi bagi Gereja.

Pada akhir tahun 1931, mulai dibuka proses informasi di Keuskupan Agung Turin, untuk mengumpulkan kesaksian rohani yang berkaitan dengan hidup Frassati. Proses keuskupan dibuka pada 2 Juli 1932, dan berakhir pada 23 Oktober. Proses berlanjut di Vatikan dan memakan waktu bertahun-tahun kemudian. Paus Pius XII sempat menghentikan proses ini pada tahun 1945.

Proses dilanjutkan lagi pada masa kepausan Paulus VI. Pada 21 Januari 1977, berkat studi mendalam yang dilakukan selama 35 tahun, dan berdasarkan kerja keras Luciana Frassati, proses penggelaran kudus Pier Giorgio Frassati berlanjut. Pastor Paolo Molinari SJ kemudian menjadi postulator proses ini. Secara efektif, ia memimpin fase-fase selanjutnya yang mengarah pada diterbitkannya dekrit kebajikan rohani Frassati pada tanggal 23 Oktober 1987.

Pada titik ini, sebuah mukjizat dibutuhkan. Pastor Molinari dan wakilnya, Bruder Gustavo Luigi Furfaro FSC mulai memeriksa lebih dari tiga ribu laporan rahmat yang datang dari Italia dan luar negeri. Mereka mengidentifikasi sebuah kasus yang berasal dari tahun 1933: Domenico Sellan dari Friuli, yang disembuhkan dari tuberkulosis tulang melalui perantaraan Pier Giorgio. Hal ini mengarah pada beatifikasi, yang dirayakan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 20 Mei 1990 di Lapangan Santo Petrus.

Mukjizat penyembuhan tendon yang dialami Pastor Achilles Juan Manuel Gutierrez kemudian menjadi alasan untuk dekrit kanonisasi Frassati pada masa Paus Fransiskus. Paus Leo XIV akan mengkanonisasi St. Pier Giorgio Frassati pada 7 September 2025. (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini