MUNTILAN, Pena Katolik – Muntilan, Jawa Tengah merupakan pusat persebaran agama Katolik di Jawa. Predikat ini dikarenakan dari lokasi ini kekatolikan mulai menyebar di Jawa. Ialah Muntilan, salah satu kecamatan di selatan Magelang yang hingga kini masih menyimpan lembar kisah cerita pengaruh agama Katolik di Jawa, khususnya Jawa Tengah.
Tak ayal, Muntilan kini pun dikenal dengan julukan “Betlehem van Java”. Di sinilah tempat “kelahiran” kekatolikan di tanah Jawa, khususnya di Keuskupan Agung Semarang.
Untuk terus melestarikan sejarah lahirnya Gereja Katolik di tanah Jawa, didirikan Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner (MMM PAM). Museum ini lebih dikenal dengan nama Museum Misi Muntilan yang diresmikan pada 14 Desember 2004 oleh Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Agung Semarang masa itu.

Romo Van Lith
Di Museum Misi Muntilan, Romo Franciscus Georgius Josephus van Lith SJ mendapat tempat istimewa. Romo van Lith adalah Tokoh yang pertama kali menyebarkan agama Katolik di Jawa. Saat pertama kali kita menapakkan kaki di depan gedung museum, sebuah patung Romo van Lith. Imam dari Belanda ini mengabdikan diri untuk menyebarkan agama Katolik di tanah Jawa.
Namanya dikenal karena mampu menyelaraskan ajaran agama Katolik Roma dengan tradisi Jawa sehingga bisa diterima oleh masyarakat Jawa. Saat ini di Jawa Tengah dan Jawa Timur, agama Katolik merupakan sebuah agama yang memiliki pengaruh di antara orang Jawa dan Tionghoa-Indonesia.
Van Lith tiba untuk pertama kalinya di Semarang tahun 1896 kemudian belajar budaya dan adat Jawa. Selesai pembekalan, ia ditempatkan di Muntilan sejak 1897. Ia menetap di Desa Semampir di pinggir Kali Lamat.
Pada 14 Desember 1904 Van Lith membaptis 171 orang desa dari daerah Kalibawang di Sendangsono, Kulon Progo. Peristiwa ini dipandang sebagai lahirnya Gereja di antara orang Jawa dimana 171 orang menjadi pribumi pertama yang memeluk Katolik. Lokasi pembaptisan ini yang sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono.
Walaupun berasal dari Belanda, Romo van Lith menekankan masyarakat Muntilan untuk berusaha membangun daerahnya dan tetap menjaga nilai-nilai Jawa. Ini ia lakukan demi menjaga rasa nasionalisme bangsa Indonesia.
“Van Lith memang imam Katolik. Dia membuka sekolahan. Tapi di zaman itu tidak ada pelajaran agama karena. Cita-cita Van Lith pokoknya siapa pun yang datang, anak-anak Jawa (siswa Van Lith) ini harus bisa memimpin bangsanya,” ujar Antonius Tri Usada Sena atau kerap dipanggil Pak Sena, Sekretaris Museum Animasi Misioner Muntilan.
Ketika berkarya di tengah masyarakat Jawa di sekitar Muntilan, Romo Van Lith memilih model pendidikan dengan asrama. Di pagi hari, siswa dididik bahasa Belanda supaya punya kemampuan setara dengan anak-anak Eropa. Situasi berbeda ketika di sore hari merka pulag ke asrama. Anak-anak Jawa ini dididik oleh orang-orang Jawa dengan bahasa Jawa. Hal ini supaya hati mereka tetap Jawa.
Di dalam gedung berlantai dua setiap pengunjung dapat menemukan berbagai koleksi barang bersejarah kekatolikan, seperti relikui, kitab-kitab doa, dan beragam jubah. Di sini dapat ditelusuri kisah andil tokoh-tokoh Katolik Jawa dalam memperjuangkan kesejahteraan di Indonesia.
Salah satu koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan adalah berbagai benda peninggalan dari Mgr. Albertus Soegijapranata. Ia adalah uskup pribumi Indonesia pertama yang dulu menjabat sebagai Uskup Agung Semarang. Ia juga ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Gelar ini berkat usahanya dalam membantu kemerdekaan Indonesia.
Walaupun difokuskan sebagai tempat ziarah bagi umat Katolik, namun museum ini juga bisa menjadi tempat setiap orang Indonesia untuk belajar sejarah. Seperti nilai-nilai yang diyakini Van Lith, terlepas dari apa agama yang dianut, setiap orang jangan lupa untuk menjadi rakyat Indonesia yang berguna bagi nusa dan bangsa. (AES)