ROMA Pena Katolik – Kantor Pengelola Harta Benda Takhta Suci (Amministrazione del Patrimonio della Sede Apostolica/APSA) melaporkan capaian keuangan Vatikan untuk tahun fiskal 2024. Dalam laporan ini, Vatikan memperoleh laba bersih sebesar 62,2 juta euro ($72,1 juta), atau setara dengan 1,1 triliun rupiah. Capaian ini menjadi salah satu yang tertinggi, sejak laporan ini mulai diterbitkan pada masa Paulus VI.
APSA adalah sebuah lembaga dalam Kuria Romawi yang bertanggung jawab mengelola properti dan investasi Negara Kota Vatikan. Dalam laporan yang terbit pada 28 Juli 2025 ini, APSA melaporkan kontibusi 46,1 juta euro ($53,4 juta) untuk menutupi defisit Takhta Suci. Jumlah ini 8 juta euro ($9,27 juta) lebih banyak dibandingkan tahun 2023.
“Ini adalah salah satu laporan keuangan terbaik dalam beberapa tahun terakhir,” tegas Presiden APSA, Mgr. Giordano Piccinotti SDB, dalam sebuah pernyataan kepada media Vatikan. Ia menjelaskan, hasil ini tidak hanya mencerminkan manajemen yang efektif tetapi juga komitmen yang semakin kuat terhadap misi Gereja, visi strategis warisan, dan model kerja yang didasarkan pada transparansi, kolaborasi, dan kebaikan bersama.
Laporan ini mencerminkan hasil dari strategi yang berfokus pada tiga prinsip panduan. Pertama, visi gerejawi tentang kewarisan: memahami bahwa aset yang dikelola bukanlah tujuan akhir, melainkan instrumen untuk melayani persekutuan gerejawi dan menumbuhkan rasa memiliki terhadap Gereja. Prinsip kedua, kolaborasi dan transparansi: investasi telah dilakukan dalam hubungan antarlembaga, penguatan kompetensi internal, dan proses yang jelas dan terlacak dengan tanggung jawab yang jelas. Ketiga, kebaikan bersama sebagai kriteria panduan: Manajemen telah berorientasi pada keputusan yang memenuhi kriteria etika dan pastoral, serta berupaya membangun sinergi dengan entitas Takhta Suci lainnya.
Rekor Profitabilitas
Capaian keuntungan tahun 2024 ini menunjukkan surplus sebesar 16 juta euro ($18,5 juta) lebih tinggi dibandingkan tahun 2023. Setahun sebelumnya, APSA melaporkan capaian 45,9 juta euro ($53,2 juta).
Sebagian laba dialokasikan untuk anggaran Vatikan (dikenal sebagai “fabbisogno”) Kuria Roma, yang berjumlah total 170,4 juta euro ($197,5 juta). Kontribusi APSA dibagi antara porsi tetap sebesar 30 juta euro ($34,7 juta) dan porsi variabel yang setara dengan 50% dari laba bersih residual, sehingga mencapai 46,1 juta euro ($53,4 juta).
Mgr. Piccinotti menjelaskan, bahwa peningkatan ini disebabkan oleh manajemen dan valuasi aset yang lebih baik. “Kami menjalankan tugas kami: Kami menyediakan cakupan yang signifikan untuk defisit keuangan Kuria. Ini bukan hanya tentang menyewakan properti kosong. Kami telah merestrukturisasi manajemen properti, memungkinkan penyewaan dengan harga pasar, yang menghasilkan sumber daya tambahan.”
Kebutuhan keuangan Kuria Roma mencapai 170,4 juta euro. Angka itu merujuk pada pengeluaran APSA untuk Takhta Suci, di antaranya untuk pembayaran gaji dan pembelian barang serta jasa.
Surplus yang tercatat dalam neraca keuangan 2024 menunjukkan hasil dari pengelolaan aset bergerak dan tidak bergerak yang lebih baik. Dalam mengelola, APSA fokus pada upaya memaksimalkan nilai, alih-alih pengurangan biaya atau penjualan aset. ”Semua ini telah dilakukan berdasarkan proses rasionalisasi, transparansi, dan profesionalisme,” ujar Piccinotti.
Sementara Vatikan mengalami defisit keuangan sebesar 50 juta hingga 60 juta euro selama bertahun-tahun. Selain itu, ada kekurangan dana pensiun sebesar 1 miliar euro. Hal ini menjadi tantangan terbesar yang dihadapi Paus Leo XIV di awal masa kepausannya.
Uskup Agung Piccinotti menyebut, pengelolaan anggaran 2024 sebagai yang terbaik cukup beralasan. Dalam perencanaan keuangan tiga tahun yang disusun empat tahun lalu, APSA menargetkan surplus 50 juta euro.
Pengelolaan properti merupakan bagian fundamental dari aset Takhta Suci. Sepanjang tahun aset property Vatikan menghasilkan pendapatan stabil sebesar 35,1 juta euro ($40,7 juta). Hasil ini dimungkinkan berkat “efek gabungan”: peningkatan pendapatan sewa (+3,2 juta euro [$3,7 juta] di Italia dan +0,8 juta euro di luar negeri [$0,92 juta]) dan peningkatan biaya, terutama biaya pemeliharaan (-3,9 juta [-$4,5 juta], di mana 3,8 juta euro [$4,4 juta] dialokasikan untuk pemeliharaan).
APSA saat ini mengelola 4.234 unit properti di Italia, 2.866 di antaranya merupakan aset miliknya sendiri. APSA juga memiliki aset di luar negeri melalui perusahaan afiliasi di Inggris, Prancis, Swiss, dan Italia.
Transparansi dan Layanan kepada Pihak Ketiga
Laporan keuangan tahun 2024 adalah laporan kelima yang dipublikasikan sejak praktik transparansi ini dimulai pada tahun 2020, pada masa Paus Fransiskus.
Pada tahun 2024, organisasi ini membayar pajak properti kota (IMU) sebesar 6 juta euro ($6,9 juta) dan pajak penghasilan badan (IRES) sebesar 3,19 juta euro ($3,69 juta). Hal ini sekaligus membantah rumor adanya pengecualian pajak yang meluas.
Lebih lanjut, hampir 40% staf APSA bekerja di bidang layanan yang diberikan kepada entitas Vatikan lainnya, seperti akuntansi atau pemeliharaan nunsiatur apostolik.
“Kami tidak hanya menyumbangkan keuntungan tetapi juga layanan penting bagi misi Gereja,” jelas Piccinotti.
Di antara proyek-proyek penting APSA ada “Fratello Sole” (Saudara Matahari, sebuah kiasan untuk “Kidung Agung Matahari” karya Santo Fransiskus Assisi). Proyek ini adalah sebuah inisiatif untuk membangun pembangkit listrik agrovoltaik di kawasan Santa Maria di Galeria. Proyek ini diarahkan untuk transisi energi Vatikan. Lokasi tersebut dikunjungi oleh Paus Leo XIV pada 19 Juni sebagai tanda dukungannya terhadap ekologi integral.
Merujuk pada laporan keuangan 2025, APSA mengelola keuangan sesuai dengan arahan Komite Investasi Takhta Suci yang keluar pada Maret dan April 2024. Arahan itu, antara lain, menetapkan bahwa investasi harus dilakukan dalam Rekening Terkelola Terpisah (Separated Managed Accounts/SMA). Rekening ini serupa dengan reksa dana umum, tetapi dimiliki oleh Takhta Suci.
Kebijakan tersebut menghasilkan reorganisasi portofolio investasi. Kebijakan ini memungkinkan APSA mempertahankan nilai aset di saat pasar yang berkontraksi. Namun, APSA juga dapat sekaligus menarik dampak positif dari investasi property itu. Dari upaya ini, APSA mencapai imbal hasil manajemen sebesar 8,51 poin persentase.
Laporan APSA tahun 2025 menunjukkan pengelolaan aset property Vatikan sebanyak 5.400 aset di seluruh dunia. Sebanyak 4.234 aset berada di Italia, dengan 92 persen di antaranya berada di wilayah sekitar Roma. Ada aset sebanyak 1.200 properti lainnya di luar negeri, yakni di Paris, Geneva, Lausanne, dan London.
Reformasi Ekonomi Vatikan
APSA didirikan oleh Paus Paulus VI pada tahun 1967. Vatikan ingin memastikan efisiensi pengelolaan investasi dan properti Takhta Suci. Hasilnya dipergunakan untuk kegiatan dan misi gereja secara luas.
Namun selama beberapa decade, pengelolaan keuangan Vatikan diselimuti beragam sekandal. Kasus yang terbesar adalah skandal investasi properti di London, Inggris yang merugikan Vatikan ratusan juta euro dan menyeret salah satu kardinal.
Paus Benediktus memulai upaya pengelolaan keuangan Vatikan pada 2010. Ia membentuk ASIF untuk mencegah pencucian uang, yang sampai sekarang tetap aktif.
Saat terpilih dalam Konklaf 2013, Paus Fransiskus melanjutkan reformasi fiskal ini sebagai prioritas utama di awal masa kepausannya. Paus Fransiskus menindak para koruptor. Ia memerintahkan transparansi untuk para manajer Vatikan.
Paus Fransiskus juga memerintahkan transparansi keuangan Bank Vatikan yang bertujuan untuk membersihkannya. Bank Vatikan dikenal sebagai Institut untuk Karya Kepausan (IOR) bahkan kadang disebut sebagai “Bank Tuhan”. Saat Fransiskus mulai meimpin, sebanyak 5.000 rekening ditutup karena bermasalah dan pencucian uang. Vatikan melibatkan auditor eksternal.
Salah satu “langkah kuda” Paus Fransiskus dalam upaya reformasi keuangan Vatikan adalah membentuk Sekretariat Ekonomi Vatikan yang baru pada 2014. Sekretariat ini bekerja mengawasi semua urusan keuangan Vatikan. Ia menunjuk Kardinal George Pell sebagai penanggungjawab Sekretariat Ekonomi Vatikan.
Kardinal Pell menemukan bahwa 300 properti milik Vatikan hanya menghasilkan pendapatan sekitar 60.000 dollar AS per tahun. Angka ini jauh di bawah harga pasar di Roma, indikasi bahwa ada permainan dalam pengelolaannya.
Kardinal Pell juga menemukan ratusan juta euro disembunyikan di luar neraca resmi. Ini berarti ada aset Vatikan yang tidak dikelola sebagaimana mestinnya. Temuan itu mendorong dilakukan kontrol yang lebih ketat terhadap cara departemen-departemen Vatikan mengelola dana.