Senin, Mei 19, 2025

Tiara Kepausan, Lambang Kuasa yang Kini Ditinggalkan


VATIKAN, Pena Katolik – Dahulu, upacara inagurasi seorang Paus juga meliputi pengenaan tiara kepausan (mahkota) atau dalam bahasa Latin “triregnum”. Tiara ini adalah sebuah mahkota emas yang terdiri dari tiga tingkatan yang saling tumpang tindih. Tiara ini adalah simbol kekuatan spiritual, duniawi, dan kekuasaan tertinggi.

Paus terakhir yang mengenakannya adalah Paus Paulus VI pada tahun 1963. Namun, tak lama setelah Misa Inagurasi, ia memutuskan untuk menghentikan penggunaannya. Meskipun demikian, ia tidak melarang para penerusnya untuk memakai atau tidak tiara semacam ini. Tiara kepausan terbuat dari emas, dihiasi dengan gambar-gambar suci dan batu-batu berharga.

Tak lama setelah pemilihannya, Paus Paulus VI (Giovanni Battista Montini) memutuskan untuk tidak mengenakannya lagi, karena zaman telah berubah. Paulus VI menjual tiaranya sendiri dan menyumbangkan hasilnya untuk misi-misi internasional. Saat ini, tiara Paulus VI disimpan di Gereja Maria Dikandung Tanpa Noda di Washington, D.C.

Meskipun ia tidak melarang penggunaan tiara bagi para penerusnya, tidak ada paus yang mengenakannya sejak saat itu. Sejak itu, para Paus tidak lagi mengenakan tiara kepausan ini. Dimulai dari Paus Yohanes Paulus II hingga Paus Leo XIV.

Tiara tidak selalu menjadi bagian dari kepausan dan awalnya agak sederhana. Tiara ini awalnya seperti helm dari bahan putih dengan hiasan di sekeliling tepi bawah topi, tetapi ini sama sekali tidak memiliki karakter seperti mahkota kerajaan.

Pada abad ke-13 dan ke-14, tiara dihias oleh paus dan menjadi mahkota yang penuh hiasan, yang mencerminkan otoritas duniawi paus atas semua raja dan ratu di Eropa.

Paus Terakhir

Beato Yohanes Paulus I adalah paus pertama yang menolak menggunakan tiara kepausan sdua bulan kemudian, Santo Yohanes Paulus II mengikuti pendhulunya itu. Ia bahkan menjelaskan alasannya selama homili Misa pelantikannya.

Zaman ini bukan saatnya untuk kembali ke upacara dan objek yang dianggap, secara keliru, sebagai simbol kekuasaan duniawi para Paus. Santo Yohanes Paulus II ingin memusatkan perhatian pada Yesus Kristus dan bukan pada “kekuatan” seorang Paus.

Ia melihat tiara sebagai hambatan dalam dunia modern untuk pewartaan Injil. Jika ia menerimanya dan mengenakannya, ia merasa bahwa hal itu akan mengalihkan perhatian orang dari kebenaran inti iman.

Setiap Paus sejak saat itu telah menolak tiara kepausan dan tidak menghidupkan kembali penggunaannya. Meskipun tiara dipandang sebagai bagian penting dari kepausan selama berabad-abad, tiara tidaklah esensial.

Santo Petrus tentu saja mampu memerintah Gereja tanpa tiara, dan para Paus modern mampu memerintah dengan cara yang sama, dengan menekankan pada Yesus Kristus dan pesan Injil. (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini