Senin, Mei 19, 2025

Bacaan dan Renungan Minggu, 25 Mei 2025, MINGGU PASKAH ke-VI (putih)

caan I: Kisah Para Rasul 15:1-2.22-29

SEKALI peristiwa beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ, “Jikalau kamu tidak disunat menurut adat-istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.”

Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.

Pada akhir sidang di Yerusalem rasul-rasul dan penatua-penatua beserta seluruh jemaat mengambil keputusan untuk memilih dari antara mereka beberapa orang yang akan diutus ke Antiokhia bersama-sama dengan Paulus dan Barnabas.

Yang terpilih yaitu Yudas yang disebut Barsabas, dan Silas. Keduanya adalah orang terpandang di antara saudara-saudara itu.

Kepada mereka diserahkan surat yang bunyinya, “Salam dari rasul-rasul dan penatua-penatua, serta dari saudara-saudaramu, kepada saudara-saudara di Antiokhia, Siria dan Kilikia yang berasal dari bangsa-bangsa lain.

Kami telah mendengar, bahwa ada beberapa orang di antara kami, yang tidak mendapat pesan dari kami, telah menggelisahkan dan menggoyangkan hatimu dengan ajaran mereka.

Sebab itu dengan bulat hati kami telah memutuskan untuk memilih dan mengutus beberapa orang kepada kamu bersama-sama dengan Barnabas dan Paulus yang kami kasihi, yaitu dua orang yang telah mempertaruhkan nyawanya demi nama Tuhan kita Yesus Kristus.

Maka kami telah mengutus Yudas dan Silas, yang dengan lisan akan menyampaikan pesan yang tertulis ini juga kepada kamu.

Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban daripada yang perlu yakni Kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan.

Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat!”

Mazmur Tanggapan: Mzm 67:2-3.5.6.8

Refrain: Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu ya Allah, kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu.

Mazmur (oleh pemazmur):

  1. Kiranya Allah mengasihani dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, kiranya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa.
  2. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita, dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi.
  3. Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah, kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu. Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takwa kepada-Nya.

Bacaan II: Wahyu 21:10-14.22-23

DI dalam roh, aku, Yohanes, dibawa oleh seorang malaikat ke atas sebuah gunung yang besar lagi tinggi. Di sana ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus, yakni Yerusalem, turun dari surga, dari Allah.

Kota itu penuh dengan kemuliaan Allah, dan cahayanya sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal.

Temboknya besar lagi tinggi, pintu gerbangnya dua belas buah. Di atas pintu gerbang itu ada dua belas malaikat, dan di atasnya tertulis nama kedua belas suku Israel.

Di sebelah timur terdapat tiga pintu gerbang, di sebelah utara tiga pintu gerbang, di sebelah selatan tiga pintu gerbang, dan di sebelah barat tiga pintu gerbang.

Tembok kota itu mempunyai dua belas batu dasar, dan di atasnya tertulis nama kedua belas rasul Anak Domba. Di dalam kota itu tidak kulihat Bait Suci, sebab Allah, Tuhan yang Mahaesa sendirilah bait Sucinya demikian juga Anak Domba itu. Kota itu tidak memerlukan matahari dan bulan untuk meneranginya, sebab kemuliaan Allahlah yang meneranginya, dan Anak Domba itulah lampunya.

Bait Pengantar Injil:

Refrain: Aleluya, Aleluya, Aleluya

Ayat (oleh solis): Jika seorang mengaihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku. Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan kami akan datang kepadanya.

Bacaan Injil: Yohanes 14:23-29

DALAM amanat perpisahan-Nya Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku. Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepadanya, dan diam bersama-sama dengan dia. Barangsiapa tidak mengasihi Aku ia tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku.

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku

Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.

Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.

Janganlah gelisah dan gentar hatimu! Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu.

Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar daripada Aku.

Sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya apabila hal itu terjadi, kamu percaya.”

Demikianlah Injil Tuhan

U. Terpujilah Kristus

***

Nasihat

PERNAHKAH kita mendengar kalimat seperti ini, “Nah, kan kejadian juga. Saya sudah menasihati sebelumnya, tetapi kamu mengabaikannya!” Biasanya kalimat seperti ini muncul ketika orang tua menasihati anaknya yang mengalami suatu kejadian yang tidak mengenakkan. Tetapi tidak jarang perkataan tersebut juga dikatakan kepada orang dewasa yang dinasihati oleh teman atau atasannya. Mungkin tadinya orang yang dinasihati tersebut berpikir bahwa dia yang paling tahu akan segalanya, sehingga tidak membutuhkan bantuan atau nasihat dari orang lain.

Itulah yang dialami oleh Rehabeam. Ia menggantikan posisi ayahnya sebagai raja bangsa Israel, setelah Salomo dimakamkan di kota Daud. Rakyatnya menginginkan keringanan tanggungan yang dibebankan kepada mereka selama masa pemerintahan Salomo, raja sebelumnya, yang sekaligus adalah Ayah dari Rehabeam sendiri. Memang Rehabeam meminta nasihat kepada para tua-tua bangsa yang biasa mendampingi Salomo semasa hidupnya. Namun setelah ia menerima nasihat tersebut, ia mengabaikannya.

Ia bersikap acuh terhadap tua-tua bangsa yang pernah mendampingi Salomo. Rehabeam mengabaikan nasihat para tua-tua bangsa itu. Ia seharusnya tahu bahwa tua-tua bangsa yang biasanya mendampingi Salomo itu adalah orang-orang yang berpengalaman dan bijak. Namun amat disayangkan karena Rehabeam lebih memilih mendengarkan nasihat orang-orang muda sebayanya yang tidak dapat memahami penderitaan rakyat. Akhirnya kerajaan Israel pun pecah menjadi dua bagian yaitu kerajaan Selatan dan kerajaan Utara. Rehabeam sukses menjadi orang yang gagal dalam masa pemerintahannya karena tindakannya yang mengabaikan nasihat orang-orang yang lebih berpengalaman.

Ada beberapa orang yang berpikir, bahwa nasihat akan membatasi kesenangan hidupnya, sehingga tidak sedikit orang yang akhirnya mengabaikan nasihat dari orang-orang yang lebih berpengalaman, lebih jernih dalam melihat masalah atau lebih bijak di dalam membuat keputusan. Mereka merasa seperti orang yang sudah tahu segalanya, sehingga pendapat dan nasihat orang-orang itu tidak didengarkan, karena tidak masuk hitungan bagi mereka. Tidak jarang pula penderitaan atau petaka akhirnya terjadi dalam hidup mereka.

Memang penyesalan hidup selalu datang terlambat. Kira-kira itulah yang dialami oleh orang yang selalu mengabaikan nasihat yang baik seperti halnya Rehabeam. Bila kita ingin sukses menjadi orang yang gagal, abaikanlah setiap nasihat yang diberikan kepada kita. Ikutilah nasihat yang hanya mengedepankan kedagingan dan keinginan kita saja. Bila tidak, ikutilah nasihat yang benar. Tuhan Yesus memberkati.

Doa Penutup

Ya Bapa, semoga inti dari nasihat Injil-Mu dapat kami pahami dan menjadi inspirasi untuk hidup kami. Amin

***

Santo Gregorius VII, Paus dan Pengaku Iman

Saat terakhir kehidupan Gregorius di jalani di tempat pengasingan. Ia meninggal dunia di Salerno, Sisilia pada tanggal 25 Mei 1085. Ia seorang pencinta keadilan dan perdamaian. Hal ini dapat disimak dari kata-katanya yang terakhir sebelum ajalnya: “Aku telah mencintai keadilan dan perdamaian dan membenci kelaliman. Karena itu aku meninggal di pengasingan.”

“Mencintai keadilan dan perdamaian dan berjuang untuk menegakkannya demi kebaikan Gereja” adalah warna dasar seluruh kehidupan Gregorius. Hildebrand nama kecil Gregorius VII, lahir di Toskania, Italia Tengah pada tahun 1020 dari sebuah keluarga sederhana. Setelah menjadi rahib di sebuah biara Ordo Benediktin di luar negeri, ia dikirim belajar di biara Santa Maria di Roma. Karena kemampuan dan prestasinya sungguh luar biasa, ia dipindahkan ke Schola Cantorum, sebuah sekolah ternama di Roma.

Di sini ia dibimbing oleh Yohanes Gratian, seorang imam yang menjadi Paus pada tahun 1045, dengan nama ‘Gregorius VI’. Oleh Gregorius VI, Heldebrand diangkat menjadi Sekretaris Pribadi. Tetapi kemudian dalam Konsili Sutri pada tahun 1046 yang diprakarsai oleh kaisar Jerman Henry III, Gregorius VI (1045-1046)-pengganti Paus Benediktus IX-dipaksa meletakkan jabatannya sebagai Paus karena dituduh melakukan praktek Simonia (= membeli jabatan Paus dengan uang). Sebagai gantinya, Konsili memilih Klemens II (1046-1047).

Setelah pemecatannya, Gregorius VI meninggalkan kota Roma dan mengungsi ke pegunungan Alpen ditemani oleh Hildebrand. Dari tempat pengungsian itu, Hildebrand pergi ke Jerman. Disana ia menjalin hubungan erat dengan Uskup Bruno dari Toul. Bersama Uskup Bruno, ia ikut membaharui kehidupan Gereja. Tatkala Uskup Bruno terpilih menjadi Paus (Paus Leo IX, 1049-1054), Hildebrand menemaninya ke Roma.

Disana ia ditabhiskan menjadi Diakon Agung, suatu jabatan penting yang bertugas mengurus hubungan Tahkta Suci dengan negara-negara lain. Selain itu, ia dipercayakan jabatan sebagai pengawas keuangan kePausan. Sebagai rekan kerja terdekat Paus Leo IX, Hildebrand turut aktif melaksanakan berbagai program pembaharuan hidup menggereja.

Situasi Gereja pada masa itu sangat memprihatinkan. Berbagai kebiasaan buruk merajalela di kalangan raja-raja dan kaisar. Mereka tanpa segan-segan turut campur tangan dalam urusan-urusan yang sebenarnya menjadi urusan intern Gereja. Sering terjadi praktek pelantikan Imam dan Uskup dilakukan oleh raja atau kaisar, hanya karena dipandang dapat memberikan keuntungan kepada kerajaan atau kekaisaran. Jabatan Imam dan Uskup bahkan Paus dapat dibeli dengan uang. Soal kelayakan pribadi tidak diperhitungkan sama sekali. Kecuali itu, imam-imam pun tidak menghayati imamatnya dengan baik. Karya pembaharuan Gereja digalakkan untuk melenyapkan berbagai praktek itu.

Keberhasilan awal dari usaha Hildebrand diperolehnya di biara Santo Paulus di Roma. Dengan pengaruhnya yang besar ia berhasil mengembalikan citra kehidupan imamat di antara kaum imam-imam yang hidup di dalam biara itu. Umat di Roma mulai bangkit lagi dengan semangat baru untuk menghayati imannya secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu, ketika Leo IX meninggal dunia, orang-orang Roma dengan suara bulat memilihnya menjadi pengganti Leo IX.

Tetapi Hildebrand yang ketika itu sedang bertugas di Prancis segera meminta agar umat memilih saja orang lain. Ia sendiri pun berjuang untuk mengangkat Gebhard, Uskup kota Eichstadt sebagai pengganti Leo IX. Pada tahun 1055, Gebhard menjadi Paus dengan nama Viktor II (1055-1057). Sepeninggal Viktor II (1057), Frederick dari Monte Casino diangkat menjadi Paus dengan nama Stefanus IX (1057-1058). Setahun kemudian ia meninggal dunia dan diganti oleh Uskup Gerhard dari Florence dengan nama Nikolas II (1059-1061).

Pada masa kepemimpinan Paus Nikolas II terjadi dua peristiwa penting. Pertama, terbitnya dekrit pembaharuan aturan pemilihan Paus baru. Pemilihan ini sepenuhnya berada dalam tangan para Kardinal, tanpa campur tangan kaisar. Kedua, penandatanganan naskah perjanjian dengan bangsa Normandia yang menguasai Italia Selatan. Kedua peristiwa ini terjadi atas prakarsa Hildebrand, yang menjabat sebagai Diakon Agung. Peraturan baru mengenai pemilihan Paus mulai di terapkan Hildebrand ada waktu pemilihan Paus Aleksander II (1061-1073).

Sepeninggal Aleksander II, peraturan baru itu seolah tidak berlaku. Umat secara spontan dan suara bulat memilih Hildebrand sebagai Paus, mengingat kesalehan hidupnya dan berbagai prestasinya dalam menangani urusan-urusan Gereja. Karena berpegang teguh pada aturan pemilihan yang baru, Hildebrand bersikeras menolak keinginan umat itu. Namun akhirnya ia menerimanya juga karena ketulusan hati umat. Ia menduduki Tahkta Santo Petrus dengan nama Gregorius VII (1073-1085).

Semenjak ia merestui keinginan umat untuk menjadi Paus, berbagai tugas yang berat yang menuntut penyelesaian segera bermunculan secara beruntun. Program yang telah dijalankannya selama 25 tahun terus dijalankan. Ia berjuang keras memberantas berbagai praktek buruk di kalangan awam (kaisar dan raja-raja) dan kalangan pejabat Gereja. Praktek memperjual belikan jabatan imam dan Uskup juga diberantasnya.

Ia mengadakan sinode-sinode untuk membicarakan masalah-masalah itu sekaligus untuk mencarikan jalan keluarnya. Ia menegaskan kepada para Uskup agar tidak lagi membiarkan Gereja Kristus dipermainkan oleh orang awam yang tidak bertanggungjawab. Ketegasannya dan pelbagai usaha pembaharuannya mendapat perlawanan keras dari kaum awam, terutama kaisar. Di Spanyol, Prancis, terutama di Jerman di bawah kaisar Hendrik IV, para imam dan kaum awam dengan keras menentang kebijaksanaan Paus Gregorius VII.

Meskipun demikian Gregorius tak tergoncangkan pendiriannya. Sebaliknya ia mengutus pembantu-pembantunya ke seluruh Eropa dengan kuasa penuh untuk memecat semua imam yang hidup tidak sesuai dengan imamatnya. Demikian juga semua orang yang menjadi imam dengan cara ‘simonia’.

Ia menerbitkan sebuah dekrit yang dengan keras melarang kaum awam, termasuk raja-raja dan kaisar untuk terlibat dalam hal pengangkatan pejabat-pejabatan Gereja. Ia mengekskomunikasikan semua imam yang menduduki jabatan suci dengan cara yang tidak benar dan sah menurut aturan Gereja. Bahkan ia memecat beberapa Uskup Saxon dan menggantinya dengan orang-orang pilihannya sendiri. Sebagai reaksi, kaisar Hendrik IV menabhiskan diakon Teolbaldo sebagai Uskup Agung Milan, Italia Utara. Gregorius menentangnya dengan tindakan ekskomunikasi.

Pada misa Natal 1075, Gregorius ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi ia segera dibebaskan oleh umat Roma yang mencintainya. Hendrik segera mengadakan pertemuan dengan uskup-uskup Jerman di Worms pada tahun 1076. Mereka menuduh Gregorius melakukan berbagai tindakan kriminal dan dengan tegas menyatakan bahwa pengangkatannya sebagai Paus adalah tidak sah. Lebih lanjut mereka mendesak agar Gregorius segera turun Tahkta Santo Petrus.

Melihat bahwa Hendrik IV telah diekskomunikasikan oleh Gregorius, sejumlah besar Pangeran Jerman membelot dan bangkit melawan Hendrik. Mereka berkumpul di Tribur dan memberhentikan Hendrik sebagai kaisar Jerman. Menyaksikan peristiwa kacau ini, Hendrik segera mengambil tindakan berani yakni meminta pengampunan Paus. Dengan sejumlah kecil pengikutnya, ia berangkat menuju istana Kanossa, tampat peristirahatan Gregorius. Selama tiga hari, Hendrik berdiri di halaman istana Kanossa, sebagai seorang peniten yang mau bertobat. Mengingat kedudukannya sebagai seorang gembala umat yang berkewajiban mengampuni setiap umatnya yang bertobat, Gregorius akhirnya rela mengampuni Hendrik dan menarik kembali keputusan ekskomunikasinya setelah Hendrik berjanji untuk menaati aturan-aturan yang ditetapkan Paus dan Hukum Gereja.

Pengampunan ini membebaskan dia dari dosanya sekaligus ancaman para pangeran. Ia kembali ke Jerman untuk memulihkan kembali kedudukannya sebagai kaisar. Meski demikian, para pangeran tidak mengakuinya lagi. Mereka mengangkat Rudolf, seorang pangeran dari Swadia untuk menduduki tahkta kekaisaran. Perang segera berkobar. Rudolf terbunuh dalam perang itu. Dengan demikian Hendrik kembali berkuasa.

Ia lalu kembali kepada perbuatannya, yakni mengangkat kaum awam untuk menduduki jabatan-jabatan Gereja. Ia mengancam Gregorius dengan mengangkat Guibertus, Uskup Agung Ravenna yang telah diekskomunikasikan Gregorius sebagai Paus tandingan, dengan nama Klemens III (1080-1100). Dan oleh Klemens III, Hendrik di nobatkan sebagai kaisar di Basilik Santo Petrus pada tanggal 31 Maret 1084.

Situasi ini tidak berakhir. Pangeran Robertus Guiscard, seorang sahabat Gregorius dari suku Normandia di Italia Selatan, berangkat ke Roma dengan kekuatan besar untuk memaksa Hendrik turun dari tahktanya. Dia berhasil mengalahkan Hendrik. Takhta KePausan kembali dipulihkan. Tetapi karena orang-orang Roma tidak suka kepada orang-orang Normandia, maka berkobarlah pertempuran hebat. Menghadapi kekacauan ini, Gregorius mengasingkan diri ke Salerno, Italia Selatan. Disana ia mengampuni kembali orang-orang yang telah diekskomunikasikannya, kecuali Hendirk IV dan Guibertus. Disana pula ia menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 25 Mei 1085.

Gregorius VII, seorang Paus yang besar dan terkenal. Perjuangannya untuk menegakkan martabat Gereja dilanjutkan oleh Paus-Paus yang menggantikannya.

Santa Magdalena Sofia Barat, Pengaku Iman

Magdalena Sofia Barat (Madeleine Sophiebarat) lahir di Joigny, Burgundy, Perancis pada tanggal 12 Desember 1779. Di bawah bimbingan seorang kakaknya yang sudah menjadi imam, Magdalena dididik secara ketat dengan disiplin dan latihan-latihan matiraga. Pendidikan ini terasa sangat berat untuk seorang wanita yang masih muda belia. Namun itulah yang kiranya menjadi persiapan baik bagi Magdalena menuju keberhasilannya di masa depan.

Pada waktu itu, Varin, Pastor Paroki setempat memulai pembangunan sebuah perkumpulan yang mengabdikan diri secara khusus kepada karya pendidikan bagi para putri-putri. Perkumpulan ini menjadi bagian dari Serikat Yesus, dan dipersembahkan kepada perlindungan Hati Yesus yang MahaKudus. Ketika perkumpulan ini mulai berjalan, Magdalena bersama tiga orang kawannya mendaftarkan diri sebagai anggota pertama. Pada tahun berikutnya,keempat putri ini memulai kehidupannya di dalam perkumpulan itu sebagai postulan.

Setelah mendapat pendidikan intensif, Magdalena di utus ke kota Amiens untuk mengajar di sebuah sekolah yang ada disana. Tugasnya sebagai guru dijalankannya dengan sangat baik. Dalam waktu singkat, ia mendirikan sebuah biara di kota itu. Ia sendiri menjadi pemimpin biara itu, meskipun usianya tergolong masih sangat muda sekali, yaitu 23 tahun. Kepribadiannya yang menarik, kesalehan dan kebijaksanaannya membuat dia mampu membina biara ini dengan sukses. Magdalena memang seorang pemimpin yang penuh semangat dalam karya pengabdiannya. Pada usia 26 tahun, ia mengumpulkan dan membina sekelompok guru yang bercita-cita membangun kembali Pendidikan Katolik bagi putri-putri, yang sudah tidak berjalan karena revolusi Prancis.

Dalam waktu singkat kelompok guru baru yang tergabung di dalam Kongregasi Suster Hati Kudus (Sacre Coeur) ini menyebar ke seluruh Prancis untuk menjalankan misinya di bidang pendidikan bagi putri-putri. Magdalena sebagai pemimpin mendampingi suster-susternya dengan bijaksana dan penuh keberanian. Ia membimbing mereka sebagai pemimpin selama 63 tahun dengan hasil yang sangat memuaskan. Banyak sekolah dibukanya di banyak tempat. Di antara sekolah-sekolah itu, ada satu sekolah yang dikhususkan untuk menampung anak-anak dari biara Visitasi yang ada di Grenonle. Dari antaranya terdapat orang-orang seperti: Bl. Philippine Duchesne yang kemudian menyebarkan biara itu ke Amerika pada tahun 1818.

Kongregasi Hati Kudus ini kemudian mendapat pengakuan dan pengesahan dari Sri Paus Leo XII (1878-1903) pada tahun 1826. Pada tahun 1830, novisiatnya di Piters ditutup karena revolusi yang terjadi di negeri itu. Sebagai gantinya Magdalena mendirikan sebuah novisiat di Swiss.

Dalam kepemimpinannya, Magdalena senantiasa menyemangati para susternya untuk mencari kemuliaan Tuhan Yesus dengan bekerja keras menyucikan jiwa-jiwa. Semboyannya ialah: “Memikul penderitaan untuk diri sendiri dan tidak membuat orang lain menderita”. Kebaktiannya yang mendalam kepada Hati Yesus yang MahaKudus membuat hatinya sendiri tetap tenang sampai hari kematiannya di Paris pada tanggal 21 Mei 1865. Sampai wafatnya, ia telah mendirikan lebih dari 100 biara dan sekolah di 12 negara.

Santo Beda, Pengaku Iman dan Pujangga Gereja

Beda, yang bergelar “Venerabilis” lahir di Inggris kira-kira pada tahun 672. Pada usia 7 tahun, ia masuk biara Benediktin di Wearmouth, Inggris Utara di bawah pemimpin Abbas Benediktus Biscop. Kemudian, dari sana ia dipindahkan ke biara Santo Paulus di Jarrow sambil mengadakan kunjungan-kunjungan singkat ke Lindisfarne dan York.

Kesucian, kepandaian dan kehalusan budinya membuat banyak orang tertarik kepadanya, dan rela menjadi muridnya. Hidupnya dipusatkan pada Ofisi Suci, studi, mengajar dan menulis. Dalam bidang studi, mengajar dan menulis, ia jauh lebih unggul daripada rekan-rekannya yang lain. Berbagai pokok iman ditulisnya dan dipelajari di biara-biara. Pengaruhnya terasa sekali dalam sekolah-sekolah biara pada abad pertengahan. Buku-bukunya di pakai sebagai buku standart bagi pendidikan di biara-biara. Ia menulis berbagai buku ilmu pengetahuan antara lain: Fisika, sebuah buku tentang Waktu/Tarikh. Ia mempopulerkan ide penanggalan peristiwa-peristiwa sebelum dan sesudah Masehi, meskipun beliau bukanlah pencetusnya.

Karyanya yang terbesar ialah komentar-komentar tentang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Beliau sendiri menganggapnya sebagai sumbangan yang terbesar bagi Gereja. Pendekatannya terhadap Kitab Suci umumnya bersifat allegoris, walaupun ketika itu ia menempatkan tafsiran allegoris dan liteter secara sejajar. Karyanya di warnai oleh ortodoksinya dalam teologi dan dalam penggunaan bahasa latinnya yang klasik. Dalam penggunaan sumber-sumber untuk buku-bukunya, ia menambahkan komentar-komentarnya dan penelitiannya sendiri, sehingga karya-karya teologisnya tidak semata-mata merupakan kompilasi tetapi merupakan ungkapan pikiran dan kepribadiannya.

Santo Beda dikenal sebagai pintu masuk dalam sejarah Gereja Inggris. Ia adalah kebanggaan orang Katolik Angosakson dan satu-satunya Sarjana Gereja yang berkebangsaan Inggris. Karya-karyanya yang cermelang tentang Ilmu Pengetahuan dan tentang Kitab Suci membuat dia digelar sebagai Pujangga Gereja. Ia meninggal dunia pada tahun 735.

Santa Maria Magdalena de Pazzi, Perawan

Maria Magdalena lahir di Florence pada tanggal 2 April 1566. Maria adalah anak tunggal dari sebuah keluarga terkemuka di kota yang makmur dan indah itu. Semasa mudanya, tingkahlakunya menampakkan suatu keistimewaan. Ia berbudi halus dan memiliki pikiran yang tajam.

Pada umur 10 tahun, pada pesta Khabar Malaikat ia menerima komuni pertama dan oleh bapa pengakuannya ia diperbolehkan menerima Komuni Suci setiap hari. Hal ini merupakan sesuatu yang luar biasa. Ia selalu memberitahukan orangtuanya apabila ingin mengikuti perayaan Misa Kudus. Kebiasaannya ini lama kelamaan melahirkan dalam dirinya keinginan untuk mempersembahkan diri seutuhnya hanya kepada Yesus. Ia ingin hidup demi Yesus saja.

Keputusan ini sungguh mengecewakan orangtuanya. Karena dengan demikian keluarga bangsawan itu tidak akan mempunyai keturunan. Meskipun demikian kedua orangtuanya patuh pada kehendak Allah. Mereka yakin bahwa Tuhan mempunyai rencana yang baik pada mereka. Pada tahun 1582 Magdalena masuk biara Karmel “Maria Ratu para Malaikat”.

Mangdalena sengaja memilih biara ini karena ia tahu bahwa di sana ia dapat menerima Komuni Suci setiap hari. Di dalam biara itu, Magdalena dengan sepenuh hati menaati semua peraturan biara dan menaati pemimpin biara. Ia memiliki keyakinan bahwa tak satupun peraturan dari tarekatnya tidak dikehendaki oleh Roh Kudus. Ia tidak suka mengecualikan dirinya dalam menjalankan tapa dan pantang, kecuali hal itu diperintahkan oleh Tuhan. Ia sering mengalami penglihatan ajaib dimana Yesus mengajarinya tentang kediaman Ilahi dalam hatinya demi menguatkan dia apabila dia ditimpa percobaan.

Suatu waktu datanglah berbagai cobaan dan sengsara menimpa dirinya. Selama lima tahun ia menanggung banyak penderitaan karena ditimpa berbagai macam jenis penyakit, siksaan batin yang berat dan lain-lainnya. Saat-saat itu, Magdalena benar-benar merasakan apa yang pernah dialami Yesus di atas Salib ketika Allah Bapa seolah-olah meninggalkan Dia. Tetapi Magdalena tetap dengan tabah menjalani dan menanggung semuanya itu. Semboyannya ialah: “Bukan kematian, melainkan penderitaan”. Memulihkan dosa-dosa, baik dosa pribadi maupun dosa-dosa seluruh umat manusia adalah cita-citanya yang utama. Sambil turut menanggung derita bersama Kristus, Magdalena ingin mengenakan pemulihan Penebus kepada manusia.

Ia tetap seorang suster yang rendah hati meskipun ia dianugerahi banyak karunia luar biasa. Pada pesta Pentakosta tahun 1590, malam gelap yang penuh penderitaan itu habis dan ia dipilih menjadi pemimpin novisiat hingga dua kali sampai dia diangkat menjadi pemimpin biara. Pada tahun 1607, Magdalena meninggal dunia setelah menderita penyakit yang berbahaya.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini