Jumat, April 25, 2025

Bacaan dan Renungan Senin, 28 April 2025, Hari Biasa Pekan Paskah ke-II (putih)

Bacaa Pertama Kis. 4:23-31

Sesudah dilepaskan pergilah Petrus dan Yohanes kepada teman-teman mereka, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang dikatakan imam-imam kepala dan tua-tua kepada mereka.

Ketika teman-teman mereka mendengar hal itu, berserulah mereka bersama-sama kepada Allah, katanya: “Ya Tuhan, Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya.

Dan oleh Roh Kudus dengan perantaraan hamba-Mu Daud, bapa kami, Engkau telah berfirman: Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka perkara yang sia-sia? Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar berkumpul untuk melawan Tuhan dan Yang Diurapi-Nya.

Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu.

Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu. Ulurkanlah tangan-Mu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat-mujizat oleh nama Yesus, Hamba-Mu yang kudus.” Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani.

Demikianlah Sabda Tuhan.

U. Syukur Kepada Allah.

Mazmur Tanggapan Mzm. 2:1-3,4-6,7-9

Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka perkara yang sia-sia?

  • Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat bersama-sama melawan TUHAN dan yang diurapi-Nya: “Marilah kita memutuskan belenggu-belenggu mereka dan membuang tali-tali mereka dari pada kita!”
  • Dia, yang bersemayam di sorga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka. Maka berkatalah Ia kepada mereka dalam murka-Nya dan mengejutkan mereka dalam kehangatan amarah-Nya: “Akulah yang telah melantik raja-Ku di Sion, gunung-Ku yang kudus!”
  • Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk.”

Bacaan Injil Yohanes 3:1-8

“Jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.”

Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus; ia seorang pemimpin agama Yahudi. Ia datang kepada Yesus pada waktu malam dan berkata, “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.”

Yesus menjawab, kata-Nya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Kata Nikodemus kepada-Nya, “Bagaimana mungkin seorang dilahirkan kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?”

Jawab Yesus, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh adalah roh. Janganlah engkau heran karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali.

Angin bertiup ke mana ia mau; engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu darimana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.”

Demikianlah Injil Tuhan.

U. Terpujilah Kristus.

***

Melihat Kerajaan Allah

Dalam Injil hari ini, kita mendengar percakapan antara Yesus dan Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi yang datang kepada Yesus pada malam hari. Ia datang dengan rasa hormat, ingin tahu lebih banyak tentang siapa sebenarnya Yesus. Namun, jawaban Yesus membingungkannya: “Jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.”

Nikodemus, dengan cara berpikir duniawinya, tidak mengerti. Ia bertanya, bagaimana mungkin seseorang yang sudah tua dilahirkan kembali? Namun Yesus berbicara tentang kelahiran rohani: “Dilahirkan dari air dan Roh.” Ini adalah kelahiran baru dalam kasih karunia Allah, melalui pembaptisan dan karya Roh Kudus dalam hidup manusia.

Yesus mengingatkan bahwa kelahiran baru bukanlah soal ritual lahiriah, tapi perubahan hati yang dalam—dimulai dari pertobatan dan keterbukaan terhadap karya Roh. Seperti angin yang bertiup ke mana ia mau dan tidak terlihat, begitu pula Roh Kudus bekerja secara misterius dalam hidup orang percaya, membarui, mengarahkan, dan menghidupkan kembali jiwa yang layu.

Renungan ini mengajak kita untuk merenung: apakah aku sungguh telah membiarkan diriku dibarui oleh Roh Kudus? Apakah aku hidup sebagai orang yang telah “dilahirkan kembali”? Ataukah aku hanya menjalani iman secara formal, tanpa mengalami pembaruan hati yang sejati?

Menjadi orang yang lahir dari Roh berarti hidup dalam semangat kasih, damai, kebenaran, dan kerendahan hati. Hidup kita menjadi tanda kehadiran Allah, karena Roh-Nya tinggal di dalam kita.

Hari ini, marilah kita membuka hati kita bagi karya Roh Kudus. Jangan takut untuk diubah. Biarkan angin Roh Tuhan berhembus dalam hidup kita dan membawa kita semakin dekat pada Kerajaan-Nya.


Doa Penutup

Ya Roh Kudus,
Datanglah dan perbaruilah hatiku.
Ajarku untuk lahir kembali bukan hanya secara lahiriah, tetapi dalam semangat dan kebenaran.
Singkirkan kekerasan hatiku, dan gantilah dengan hati yang lembut, terbuka, dan peka akan kehendak-Mu.

Tuhan Yesus, terima kasih atas sabda-Mu hari ini.
Seperti Nikodemus, aku ingin mengenal-Mu lebih dalam.
Tuntun aku untuk memahami jalan-Mu, dan berilah aku keberanian untuk hidup dalam terang Roh Kudus setiap hari.

Dalam nama-Mu yang Kudus, aku berdoa,
Amin.

***

Santo Louis Marie Grignon de Monfort, Pengaku Iman

Louis Grignon lahir di Monfort, Prancis, dari sebuah keluarga miskin pada tahun 1673. Di masa mudanya, ia dikenal lekas marah bila ada sesuatu yang tidak memuaskan hatinya. Namun ketika ia meningkat dewasa, ia mampu mengendalikan sifatnya itu dan berubah menjadi seorang yang penuh pengertian dan rendah hati. Perubahan ini menjadi suatu persiapan yang baik baginya untuk memasuki perjalanan hidup yang panjang sebagai seorang imam.

Pendidikannya yang berlangsung di Paris dirintangi oleh banyak kesulitan, terutama karena kekurangan uang, baik untuk biaya pendidikannya maupun untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hidupnya sungguh memprihatinkan. Biliknya sangat sempit, tanpa pemanas ruangan di musim dingin. Untuk memperoleh sedikit uang, ia berusaha bekerja malam di sebuah rumah sakit sebagai penjaga jenazah-jenazah. Namun semua penderitaan yang menimpanya dihadapinya dengan penuh ketabahan demi mencapai cita-citanya yang luhur.

Setelah beberapa tahun berkarya sebagai imam misionaris di dalam negeri dan menjadi pembimbing rohani di sebuah rumah sakit, ia berziarah ke Roma untuk bertemu dengan Sri Paus Klemens XI (1700-1721). Di Roma ia diterima oleh Sri Paus. Melihat karya dan kepribadiannya, Sri Paus memberi gelar “Misionaris Apostolik” kepadanya. Oleh Sri Paus, ia ditugaskan untuk mentobatkan para penganut Yansenisme yang sudah merambat di seluruh Prancis. Tugas suci itu diterimanya dengan senang hati dan dilaksanakannya dengan sangat berhasil.

Di Poiters, ia meletakkan dasar bagi Kongregasi Suster-suster Putri Sapientia, sedangkan di Paris ia menyiapkan Anggaran Dasar bagi tarekat imam-imamnya. Ia menghayati kaul kemiskinan dengan sungguh-sungguh dengan menggantungkan seluruh hidupnya kepada kemurahan hati umatnya. Dua kali ia lepas dari usaha pembunuhan oleh para penganut Yansenisme. Di Indonesia ia dikenal sebagai salah satu pelindung Legio Maria. Ia mendirikan Tarekat Monfortan, yang anggota-anggotanya berkarya juga di Kalimantan Barat. Bertahun-tahun terakhir hidupnya dihabiskannya dengan berdiam di sebuah gua yang sunyi untuk berdoa dan berpuasa hingga menghembuskan nafasnya pada tahun 1716 dalam usia 43 tahun.

Santo Petrus Louis Chanel, Martir

Petrus Louis Chanel dikenal sebagai misionaris Prancis yang meminta pewartaan Injil di Pulau Futuna, Lautan Teduh. Bersama beberapa misionaris lainnya, ia meninggalkan Prancis pada tahun 1837 menuju Futuna. Sesampainya di Futuna, ia dengan giat mempelajari bahasa dan adat istiadat setempat agar bisa dengan mudah berkomunikasi dengan rakyat setempat. Usahanya ini berhasil menarik perhatian penduduk setempat.

Meskipun demikian, para pemimpin masyarakat tidak menyambut baik, bahkan menentang keras penyebaran iman Kristen diantara penduduk Futuna. Musumusu, salah seorang kepala suku Futuna sangat menentang Petrus. Ia melancarkan aksi penangkapan dan penganiayaan terhadap orang-orang yang mengikuti pelajaran agama pada Petrus. Terhadap Petrus sendiri, ia merencanakan pembunuhan. Untuk maksudnya yang jahat itu, bersama beberapa orang pengawalnya, ia pergi kepada pastor Petrus untuk mengobati kakinya yang luka.

Dengan ramah Petrus menyambut mereka dan mengabulkan permohonannya. Tetapi tiba-tiba mereka menangkap Petrus dan menganiayanya sampai mati. Lalu mereka dengan diam-diam menguburkan Petrus. Pada hemat mereka, kematian Petrus akan mengakhiri semua kegiatan penyebaran iman di Futuna. Tetapi perhitungan itu meleset karena kematian imam yang saleh itu ternyata semakin menyemangati orang-orang serani di seluruh pulau Futuna untuk tetap mempertahankan imannya. Tiga tahun setelah kematian Petrus, seluruh penduduk Futuna telah menjadi Kristen, termasuk Musumusu yang telah membunuh Petrus. Petrus Louis Channel menjadi martir pertama di Kongregasi Persekutuan Santa Perawan Maria dan martir pertama di Pasifik.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini