VATIKAN, Pena Katolik – Dalam kunjungan apostoliknya ke Belgia, Paus Fransiskus bertemu dengan dua wanita yang memiliki hak istimewa. Mereka, bersama lima orang lainnya di dunia saat ini, boleh mengenakan pakaian putih di hadapan Bapa Suci.
Takhta Suci tidak memberlakukan aturan berpakaian wajib (terutama untuk pertemuan di luar Vatikan), tetapi menyarankan protokol untuk kunjungan kenegaraan dan sidang dengan Paus, baik untuk pria maupun wanita.
Dalam kasus terakhir, protokol mengharuskan gaun hitam panjang dengan garis leher tinggi, lengan panjang, dan kerudung hitam. Namun, karena alasan historis, beberapa ratu Katolik atau permaisuri raja secara tradisional dikecualikan dari mengenakan pakaian hitam. Inilah yang disebut “privilège du blanc” (hak istimewa), hak khusus yang diberikan berdasarkan keputusan Paus.
Awalnya, hak istimewa ini diberikan kepada pasangan Katolik dari semua keluarga kerajaan Katolik, tetapi saat ini hanya tujuh wanita yang boleh mengenakan pakaian putih di hadapan Paus.
Di antara mereka ada dua Ratu Belgia: Ratu Mathilde yang berkuasa, dan mantan Ratu Paola. Yang lainnya adalah Ratu Permaisuri Leticia dari Spanyol, Ratu Emeritus Sofia dari Spanyol, Bangsawan Maria Teresa dari Luksemburg, Putri Charlene dari Monako, dan Putri Marina dari Napoli, sebagai anggota Keluarga Savoy.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kepala pemerintahan atau negara diterima oleh seorang Paus tanpa mengenakan pakaian hitam. Hal ini terjadi, misalnya, pada mantan Presiden Irlandia Mary Robinson dan Mary McAleese, serta Raissa Gorbachev dari bekas Uni Soviet, mereka bertemu Paus Yohanes Paulus II dan mengenakan gaun putih.
Ratu dan putri yang memiliki “hak istimewa” terkadang memilih untuk tidak menggunakan haknya. Mereka memilih mengenakan pakaian hitam sebagai bentuk penghormatan kepada Bapa Suci. (AES)
